Wasiat Ibn Arabi | Bab I Sejarah Hidup (2/3)

Oleh :
Prof. Dr. H. Abubakar Aceh
Penerbit:
Lembaga Penyelidikan Islam Jakarta 1976

(lanjutan)

Ibn Arabi pernah juga mengikuti pelajaran hadis dari Abul Qasm al-Khazrani dan ulama2 lain, serta khusus mempelajari Sahih Muslim pada Syeikh Abdul Hasan bin Abu Nasar dalam bulan Syawwal thn. 606 H . Konon ia mendapat juga ijazah umum dari Abu Thahir As-Salafi. Dalam ilmu tasawwuf pengetahuan Ibn Arabi itu sangat mendalam sehingga banyak ia meninggalkan karangan2 dalam bidang itu, seperti kitab “Al-Jami” wal Tafsil Haqa’iqit Tanzit”, “Al-Djuzwatul Muqtabisah wal Khathratul Muqtalisah”, “Kasifii Ma’na fi Tafsirïl Asma’il Husna”, “Kitabul Ma’ariful Ilahiyah” dan lain nama kitabnya yang kita sebutkan dalam bahagian tersendiri mengenai karangannya.

Meskipun demikian perlu saya jelaskan disini tentang kitab “Futuhat”, yang acapkali kita dapati disebut secara ringkas dalam kitab2 tasawuf. Ada dua kitab “Futuhat” karangan Ibn Arabi, sebuah bernama “Futuhatul Madinah”. Yang acapkali disebut dengan keringkasan Futuhat itu ialah “Futuhatul Makkiyah”, bukan “Futuhatul Madinah”, yang hanya terdiri dari sepuluh lembar, ditulis pada waktu ia ziarah ke Madinah sebagai curahan ilham. Kitab “Futuhatul Makkiyah”, yang sangat tebal merupakan kitab karya pokok dari Ibn Arabi. Dua kali kitab ini diringkaskan, pertama oleh Abdul Wahhab bin Ahmad Asy Sya’rani (mgl. 973 H) yang dinamakan “Lawaqihul Anwaril Qudsiyah”, kedua diringkaskan lagi menjadi kitab yang bernama “Al-Kibritul Ahmar”. Menurut Abu Thajjib Al-Madani (mgl.955 H.), keringkasan itu sama dengan aslinya.

Lain daripada itu ada sebuah kitab Ibn Arabi yang bernama “Al Ahadisul Qudsiyah,” ditulis di Mekkah tahun 599 H, dikala ia tidakpuas dengan hadis riwayat dari Djibril, “Fadha’ilil Arba’in”, tetapi ia ingin menyelidiki isi hadis yang langsung datang dari Tuhan dengan tidak berperantaraan kepada Nabi Muhammad, yang dinamakan Hadis Qudsi. Maka dikumpulkanlah kedalam kitabnya itu kira2 seratus satu Hadis Qudsi yang baik. Agaknya hadis2 ini dipelajari dalam rangka menyelidiki hakikat dan marifat, karena dalam Hadis Qudsi itu banyak dibicarakan hubungan yang langsung antara Tuhan dengan Nabinya.

Keberangkatannya dari Marseille ke Seville terjadi dalam tahun 567 H . , ia tinggal disitu sampai tahun 598 H . kemudian ia pergi ke timur, sambil naik haji di Mekkah, dan tidak kembali lagi ke Andalus.

Banyak ulama2 yang memberikan ijazah kepadanya, diantaranya Hafiz As Salafi, Ibn Asakir dan Abul Faradj ibnal Djauzi. Ia pernah mengunjungi Mesir, kemudian tinggal beberapa waktu di Mekkah, mendatangi Baghdad, Mousul dan kota2 di Romawi. Al-Munziri menerangkan, bahwa ia pernah memperoleh ilmu di Cordova dari Abdul Qasim bin Bisjkuwal dan ulama2 lain, kemudian mengelilingi negeri2 di sekitarnya, diantara negeri2 itu pemerintahan Romawi. Cordova yang menarik hatinya itu adalah sebuah kota Andalus yang indah, berpagarkan tembok yang bertatahkan batu upam dan marmar, kelilingnya tidak kurang dari tiga ribu hasta, dan terdapat di dalamnya banyak sekali mesjid dan tempat mandi, seribu enam ratus buah mesjid dan sembilan ratus buah tempat mandi. Pintu gerbangnya ada tujuh buah yang besar. Demikian menurut keterangan Abul Fida’ dalam kitab nya “Taqwimul Buldan”.

Menuurut Ibn Ibanah banyak sekali ulama2 yang datang belajar kepadanya, setengah penulis sejarah mengatakan bahwa ia masuk ke Baghdad dalam th. 608 H. Ia diterima disana dengan penuh kehormatan karena dikagumi ilmunya mengenai ma’rifat, mengenai jalan2 ahli hakikat, pengetahuannya mengenai rijadhah dan mujahadah, lidahnva yang lancar dan halus dalam menyampaikan ilmu tasawwuf, begitu juga ia dipuji oleh ulama2 Sjam, Hijaz dan murid yang pernah mendapat ilmu daripadanya dan melihat Nabi dalam mimpinya yang memuji akan Ibn Arabi. Dalam kalangan Ibnal Jauzi. kita dapati keterangan, bahwa Ibn Arabi menghafal Ismul A’zam dan bahwa ia beroleh ilmu yang pelik2 itu bukan secara belajar, tetapi langsung sebagai ilham.

Ibn Nadjdjar menerangkan, bahwa Ibn Arabi termasuk orang Sufi, ahli penyakit hati, ahli tharikat, banyak bergaul dengan orang2 miskin, naik haji ber-kali2 dan banyak sekali menulis kitab2 yang berfaedah bagi golongan tasawwuf. Syair2nya indah dan dalam, bahasanya halus dan menarik, dan Ibn Nadjdjar pernah bergaul dengan Ibn Arabi dalam perjalanan ke Damascus serta menerangkan kepadanya bahwa Ibn Arabi masuk ke Baghdad tahun 601 H dan tinggal disana dua belas hari, kemudian naik haji tahun 601 H . Ia menulis untuk Ibn Nadjdjar sebuah syair sbb. :

Selama engkau terkatung-katung,

diantara ilmu syahwat,

Engkau tidak akan beruntung,

Menghubungi langsung “tadjalliat”.

Sebelum hidungmu mengeluarkan angin,

Membersihkannya dari diri,

Janganlah engkau merasa ingin,

Menghirup mencium bau kasturi.

Al-Chuli menerangkan, bahwa Ibn Arabi melihat ulama2 fiqh dalam mimpinya yang bertanya kepadanya, bagaimana keadaan keluarganya, lalu ia bersajak demikian :

Dikala kita pulang membawa karung emas,

Mereka tersenyum, mereka gembira,

Hilanglah bingung, hilang cemas,

Sukacitanya, tidak terkira,

Tetapi dikala berhampa tangan,

Mereka mengecam, mereka menyerang,

Dinarlah baginya angan-angan,

Disitu terselip suka dan girang.

Sebuah karangan yang penting yang tidak dapat diselesaikannya ialah kitab “At-Tafsirul Kabir” yang dikerjakan hanya sampai surat Al-Kahfi, pada ayat yang berbunyi : Kami ajarkan dia ilmu dari Kami langsung (ladunna). Pada ayat yang berisi rahasia Tuhan ini, ia meletakkan penanya yang masih basah, berhenti untuk selama2nya, ia kembali kepada Tuhan untuk tidak membuka rahasia Tuhan itu lebih banyak kepada manusia.

Inilah sejarah pendidikan wali yang banyak dikafirkan orang karena tidak mengenalnya. Terkadang dibuat orang fitnah, misalnya dengan mengatakan, bahwa Izzuddin Abdussalam seorang mufti besar Syafi’i, telah mengkafirkannya, tetapi sesudah diperiksa dengan seksama, ternyata ia tidak ada mengkafirkan Ibn Arabi. (Lihat. Khatimah Futuhatul Makkiyah, Cetakan Darut Thaba’ah al-Misriyah, Mesir, 1329 H.)

Sebanyak orang yang mencela, sebanyak itu pula yang memuji Ibn Arabi. Qadil Qudah Syafi’i yang terbesar dalam masanya, dan seorang Qadil Qudah Maliki mengawinkan anaknya kepada Ibn Arabi, dan banyak ulama mengarang sejarah hidupnya, yang tidak sampai kepada kita, seperti As-Saddadi, As-Suyuthi dan Az-Zahabi.


3. Kata-Kata Mutiara Ibn Arabi

Ucapan2 yang penting yang pernah dilemparkan Ibn Arabi ke tengah2 masyarakat tasawwuf dan filsafat Islam sebenarnya banyak sekali tersiar disana sini dalam kitabnya yang penuh dengan hikmat dan ajaran2 yang mendalam mengenai hidup dan kehidupan manusia, mengenai khalik dan makhluk. Ucapan2 itu selalu diulang kembali oleh pujangga2 Islam dalam gubahan2nya dan dalam pengajaran dan pelajarannya.

Mengisi semua ucapan2 mutiara itu kedalam risalah kecil ini tentu tak mungkin dan bukan pada tempatnya. Saya berjanji akan memperluas kata2 mutiara itu dengan bermacam2 penerimaan dan tantangan dalam suatu kesempatan lain, jika Tuhan memanjangkan umur saya dan memberikan taufiknya untuk melaksanakan yang demikian itu.

Tetapi disini saya ingin mencantumkan beberapa buah saja dari pada ucapannya yang banyak itu, sekedar untuk dapat kita memahami penilaian tokoh tassawwuf besar ini sebagaimana yang telah pernah dikemukakan oleh Moulvi S.A.O. Husaini, M. A. dalam kitabnya “Ibanal ‘Arabi, The Greet Muslim Mystic and Thinker” (Lahore, 1931), seperti dibawah ini :

1. Ucapan seseorang yang salih hendaklah dikeluarkan sejalan dengan pengertian orang yang mendengarnya, hendaklah sesuai dengan kelemahan cara ia berfikir dan purbasangka2 (prasangka -ed.) yang tersembunyi dalam kemusyrikannya.

2. Jika kamu beroleh kesukaran dalam menghadapi persoalan seseorang, singkirkan jawabanmu. Orang itu pasti kaya ilmu, dan dia sebenarnya tidak menghendaki jawaban.

3. Seekor keledai mengetahui lebih banyak dari seseorang yang hanya mengenai sedikit tentang ucapan kepuasan Tuhan.

4. Jauhkan dirimu daripada segala purbasangka.

5. Banyak orang memberikan penafsiran2 yang salah jika ia menghadapi langsung ucapan2 orang alim.

6. Jika seorang alim menyatakan apa yang tcrlintas dalam pikirannya, orang dewasa memandangnya tolol, ulama salah menjawab dan menghindarinya. Yang benar sendiri ialah Allah, yang selalu menganugerahi kebenaran itu sebagaimana yang pernah diturunkan kepada Nabi2. Adalah tidak benar berfikir, kalau beberapa orang alim tidak dapat memahaminya (persoalan itu).

7. Jika seseorang tidak menaruh kepercayaan tentang apa yang dikatakan sekelompok manusia, hendaklah ia tidak turut dalam kelompok itu, karena kelompok yang tidak dipahami adalah sebagai racun mematikan.

8. Hubungan yang erat merupakan payung, sama halnya jarak jauh itu dekat. Apabila Tuhan itu dikatakan lebih dekat kepada kita daripada urat leher kita sendri, maka kita bertanya dimana letaknya tujuh puluh ribu urat leher yang ada pada kita ?

9. Janganlah mengakui keragu2an mengenai ilmu tentang rahasia2 Tuhan, karena tempat “tidak tahu” itu adalah pada ilmu-ilmu pasti saja.

10. Sifat orang yang “kamil” terletak pada kejujuran seseorang terhadap Iawan2nya yang tidak mengerti sungguh2 akan keadaan dan sifat Tuhan, dan menyebutkan diri mereka musuh2nya karena mereka bodoh, walaupun manusia yang sempurna itu tetap jujur terhadap lawan2nya.

11. Seorang Syeikh ialah yang mempunyai murid yang memerlukan pribadinya, bukan keajaiban, kekeramatan dan keagungannya.

12. Seorang sufi adalah seorang yang telah meninggalkan tiga macam kata “aku” dalam ucapannya: “kepunyaanku, dadaku dan kekayaanku.” Ia sudah melepaskan sebutan sesuatu untuk dirinya.

13. Do’a adalah inti sari dari segala ibadat, juga melalui do’a tulang belikat menjadi kuat, sebagaimana do’a itu menguatkan semua amal dan kebajikan.

14. Seseorang tidak dapat mencapai tingkat kesempurnaan ilmu, jika ia mengabaikan sesuatu perintah dari setiap agama Nabi2. Barang siapa yang mengaku sudah mencapai tingkat ini, sedang ia melanggar sesuatu perintah Nabi Muhammad atau ajaran Nabi2 lain, ia adalah seorang pendusta.

15. Ibadat yang lengkap terhadap Tuhan adalah mengetahui dan mengenali Tuhan itu sebaik2nya (ma’rifat).

16. Hanya ada empat nama Tuhan yang menjadi dasar alasan bagi kejadian dunia ini, yaitu hayyun (hidup), qayyumun (maha kuasa), rahimun (pengasih) dan ‘alimun (maha mengetahui), dan melalui keempat nama2 inilah adanya Tuhan itu dibuktikan.

17. Barang siapa yang mengabaikan perintah2 syari’at, pasti ia tidak akan mencapai sesuatu apapun jua, meskipun kemasyhurannya membumbung tinggi ke angkasa.

18. Tuhan yang maha pengasih melarang bertaklid cara membuta-tuli kepada Malik dari Mazhab Maliki, Ahmad dari Hambali dan Nu’man dari Mazhab Hanafi, begitu juga kepada yang lain.

19. Saya tidaklah termasuk orang2 yang hanya bercerita mengatakan, bahwa Ibn Hazm mengemukakan pendapatnya begini dan begitu, Ahmad mengatakan begini dan begitu atau Nu’man mengatakan begini dan begitu.

20. O, mutiara suci, mutiara asli,

Mutiara kerang putih terjali,

Tercipta dilaut atau dikali,

Dari perbendaharaan yang abadi.

Berbeda dengan mutiara biasa,

Bikinan Tuhan Yang Maha Kuasa,

Tinggi nilainya setiap masa,

Pantas disimpan mutiara angkasa.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *