Wasiat Ibn Arabi | Bab I Sejarah Hidup (1/3)

Oleh :
Prof. Dr. H. Abubakar Aceh
Penerbit:
Lembaga Penyelidikan Islam Jakarta 1976

  1. Siapa Ibn Arabi?

Suatu kekeliruan yang diperbuat oleh pengarang-pengarang Barat dan Timur mengenai sejarah hidup Ibn Arabi ialah mencampur adukkan antara dua nama yang hampir sama, yaitu seorang tokoh ulama besar dan ahli filsafat dan tasawwuf yang termasuk pencinta ilmu kebatinan itu. Adapun yang kedua, Ibn Al-‘Arabi, yaitu seorang Qadhi dan seorang ahli hukum, yang pernah menjabat pekerjaan Qadhi itu di Seville di Spanyol atau Andalus, bernama lengkap Abu Bakar Ibn Al-‘Arabi.

Ibn Arabi sebagai tokoh filsafat dan tasawwuf yang kita bicarakan sekarang ini bernama Muhyiddin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Ahmad bin Abdullah Al-Hatimi, lahir di Murcia di Spanyol atau Andalus. Sebagaimana kita katakan ia terkenal Ibn Al-Arabi, suatu nama yang mengelirukan, dan di Andalus ia disebut Ibn Suraqah, sedang di Timur, yaitu didaerah Abasiyah, ia dinamakan Ibn Arabi.

S.A.Q. Husaini, M . A . , dalam bukunya Ibn Al-‘Arabi, The Great Muslim mystic and thinker (Lahore, 1931), menceritakan bahwa ayahnya Ali tidak punya anak beberapa lamanya. Pada suatu hari konon ayahnya itu bertemu dengan seorang wali : Abdul Qadir Jailani, yang juga bernama Muhyiddin, dan meminta dengan perantaraannya mendo’akan agar ia dianugerahi seorang anak laki-laki. Maka Syeikh Abdul Qadir Jailani, yang sudah mendekati akhir umurnya, meminta kepada Tuhan agar Ali beroleh seorang anak laki-laki, dan memesan kepadanya supaya anak yang lahir itu sesudah wafatnya diberi nama Muhiddin. Dongeng menceritakan juga, bahwa Syeikh Abdul Qadir Jailani sudah menggambarkan, bahwa anak Ali yang akan lahir itu akan menjadi seorang besar dan wali dalam ilmu ke Tuhanan.

Dengan demikian pada hari Senin, tanggal 17 Ramadhan tahun 560 H . (29 Juli 1165), lahirlah di Mursya, daerah Andalus seorang anak, yang kemudian menjadi seorang besar, seorang ahli filsafat Islam dan ahli tasawwuf yang tidak ada taranya, yang dengan ucapan-ucapannya dan penanya telah membina suatu cabang aqidah dalam dunia tasawwuf, yang menggemparkan seluruh dunia Islam.

Mursya, sebuah kota Islam yang dibangun dalam masa pemerintahan Umayyah, terletak disebelah timur Andalus, beroleh kehormatan menampung bayi calon wali terbesar itu. Kota Mursya adalah suatu kota yang sangat indah, penuh dengan taman-taman bunga dan pemandangan-pemandangan alam yang permai dengan penduduknya yang terdiri dari umat-umat Islam Andalus yang baik, yang dalam kemajuan ilmu pengetahuannya merupakan saingan terhadap kota Sybliyah, yang terletak disebelah barat Andalus yang tumbuh dalam keindahan alam itu, merupakan kesayangan orang tuanya yang tidak terbatas, tumbuh dalam bentuk-bentuk sffat yang pernah dimiliki oleh suku At-Thai, dalam suku mana termasuk nenek moyang Muhyiddin yang turut membangun tanah dan peradaban Andalusia Islam. Ibn Arabi dikala hidupnya adalah seorang tukang kayu, yang berasal dari daerah Maria, dan tinggal di Sevelli sampai tahun 597 H.

Mengenai pendidikannya dan perjuangannya dapat kita baca dalam sejarah hidupnya terumat dalam jilid ke IV dari kitabnya yang terbesar dan terpenting, ialah kitab Futuhat Makkiyah. Sebagaimana anak Islam yang lain ia memulai pengajarannya dengan membaca Qur’an. Dalam tahun 568 H  (1173 M) ia dibawa oleh ayahnya ke Sevelli dan diserahkan kepada seorang ahli Qur’an, Abu Bakar bin Khalaf, mempergunakan kitab Al-Khafi. Ada yang menerangkan, bahwa Muhyiddin itu pernah juga mengaji Qur’an pada Abdul Qasim Asy-Syarrath Al-Qurthubi, dan ini sangat mungkin karena antara Seville dan Cordova jaraknya hanya beberapa hari perjalanan.

Pengajaran dalam ilmu Hadis diantara lain ia terima dari Ibn Mualif Abu Al-Hassan Syarif ar-Ru’aini, dan pengajaran Fiqh ia terima daripada dari ayahnya sendiri, memeluk mazhab Maliki juga dari Asy Syarath. Ada berita menerangkan, bahwa ia pernah belajar pada beberapa ulama yang terkemuka, seperti Al-Hafiz As-Salafi, Ibn Asakir, Abul Fardj, Al-Jauzi, dll. 

Dalam ia menempuh pengajarannya banyak bergaul dengan orang-orang Sufi meskipun dalam mata pelajaran biasa. Ia mempelajari Sahih Muslim dari Abdul Hasan bin Nasar dalam bulan Syawal tahun 606, dan beroleh ijazah umum dari Abu Thohir Asy-Salafi, adalah semuanya tokoh-tokoh yang tidak asing dalam ilmu tasawwuf juga. Memang Ibn Arabi sejak dalam bangku pelajaranya sudah menumpahkan perhatiannya kepada ilmu batin, yang kemudian berkembang kemajuannya dan pembicaraannya dalam kitab”nya- yang banyak itu. Keadaan ini sesuai dengan sifat-sifat dan pembawaannya. Sejak kecil Muhyiddin adalah seorang yang baik sekali tingkah lakunya, memperlihatkan kesolihan dan keta’atan dalam melakukan agama, menunjukkan budi pekerti yang luhur dan sifat-sifat yang mulia dalam pergaulan. Ia teliti sekali dalam mempelajari sesuatu, dan tidak mau berhenti ditengah-tengah penyelidikan ilmu pengetahuan sebelum ia memahami hakikatnya. Otaknya cerdas dan tajam, ia seorang yang menggunakan akal dan iman dengan sesungguh-sungguhnya. Ia bekerja keras, di waktu muda dalam mengumpulkan ilmu pengetahuan, di kala dewasa dalam mengajar dan mengarang. Ia menguasai bahasa, dan menulis dalam bahasa Arab yang hidup, penuh ibarat dan hikmah. Sukar difahami orang karena sajak dan susunan kalimatnya berjalin dan berpilin dengan ayat-ayat Qur’an, Hadits-hadits Nabi dan ucapan-ucapan ahli fikir.

Baik dalam karangan nasar yang disusun dengan kalimat-kalimat yang indah dan berisi, maupun dalam gubahan syair dan gurindam, yang dituang dalam bentuk sajak aneka warna, kelihatan keahliannya dalam karang-mengarang dan dalam mengemukakan serta mengupas sesuatu persoalan, yang mengandung kebesaran ilham dan kegaiban. Gubahan-gubahannya yang bersifat demikian itulah yang olehnya sendiri dikatakan langsung dibukakan Tuhan kepadanya, yang memasukkan dalam dunia Islam, dan yang oleh orang-orang Sufi disamakan nilainya dengan suatu suara-suara suci, yang terpencar dari kepribadian Ibn Arabi.


2. Pengajaran dan Pendidikan

Pada akhir kitab Futuhatul Makk.yah, dalam sebuah sejarah hidup yang pendek mengenai Ibn Arabi, dijelaskan, bahwa Ibn Arabi itu dilahirkan pada hari Senin, tujuh belas Ramadhan, tahun lima ratus enam puluh hidjrah, di Marseilli, dikala itu sebuah negeri Islam dalam kerajaan Andalus. yang diperintah oleh Bani Umayyah, terletak disebelah Timur Spanyol, suatu daerah yang penuh dengan pemandangan-pemandangan yang indah dan kebun bunga-bunga yang cantik permai adanya. Ibn Arabi dikenal orang di Andalus dengan nama Ibn Suraqah.

Sudah diketahui, ia mula-mula belajar Qur’an pada Abu Bakar bin Chalaf di Seville, dan kemudian dalam usia tujuh tahun sudah mulai berkenalan dengan kitab “Al Kafi” (apakah kitab Al-Kafi ini salah sebuah daripada empat buah kitab hadis dan fiqh Syi’ah). Ia banyak juga meriwajatkan hadis dari Abdul Hasan, bin Muhammad bin Syurih ar-Ra’ini melalui ayahnya. Kitab ini dibaca dengan pimpinan seorang ulama Ali Qasim Asy-Syarrath al-Qurthubi di Seville.

Seville adalah juga salah satu kota yang terkenal disebelah barat Andalus, suatu kota yang dipagari batu dengan dua belas buah pintu, jauh dari Cordova selama empat hari perjalanan.

Diterangkan juga bahwa Ibn Arabi kemudian mempelajari kitab “At-Taisir lil Laddani” dari Ali Abu Bakar Muhammad bin Abi Jumrah. Selanjutnya ia pernah berguru kepada Ibn Zarqun Abu Muhammad Abdul Haq al-Isybili al-Azdi, dan banvak ulama” lain di timur dan di barat, tidak diketahui orang jurnlahnya.

Imam Syamsuddin bin Musaddad menerangkan dalam sejarah hidupnya bahwa Ibn Arabi seorang yang “cantik”, seorang yang teliti banyak mengetahui ilmu pengetahuan dalam segala bidang, cepat menangkap sesuatu dengan pikirannya, termasuk anak yang termaju dan terpintar dalam negerinya, diantaranya guru disebutnva Ibn Zarqun, Ibnul Jaddi dan Abdul Walid al-Hadhrami. Di Maghrib berguru pada Abu Muhammad bin Abdullah, pernah juga bertemu dan bergaul dengan dia di Seville : Abu Muhammad Abdul Mun’im bin Muhammad al Khazradj, dan pernah belajar kepadanva: Abu Dia’far bin Musuli.

Ibn Musaddad menerangkan juga, bahwa Ibn Arabi dalam mazhab ibadat menganut paham Zahiri dan dalam i’tiqad paham Bathini, yang sangat diperdalamnya dan dilaksanakannya, menghidupkannya dalam karangan”-nya, yang dapat disaksikan oleh banyak cordik pandai tentang kemajuannya kemana hendak membawa umat Islam.

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *