‘Uzlah (Penyendirian Spiritual) – Tutur Penerang Hati – Ibn ‘Atha’illah

Terapi Ma‘rifat
 
Tutur Penerang Hati

Oleh: Ibnu ‘Athā’illāh as-Sakandarī
Judul Asli: Bahjat-un-Nufūs
 
 
Penerjemah: Fauzi Faishal Bahreisy
Penerbit: Zaman

17

‘Uzlah

Penyendirian Spiritual (91)

 

Kini adalah zaman saat orang-orang senang berkumpul. Sering kali ketika duduk dalam suatu forum, engkau melakukan maksiat. Kalau bukan dengan melakukan dosa, minimal lalai dan berpaling dari Allah. Oleh karena itu, banyak generasi salaf yang shāliḥ memilih tinggal di rumah sambil sibuk dengan taat dan ibadah, serta berusaha untuk tidak banyak berinteraksi dengan manusia ketika kemunkaran merajalela. Jika nafsumu mengajak untuk berkumpul dengan masyarakat luas, sibukkan ia di rumah dengan melalukan ketaatan. Kecuali, jika engkau keluar rumah untuk melakukan amar ma‘ruf, nahi munkar, bekerja mencari nafkah, atau memenuhi kebutuhan kaum muslim, dan memberikan manfaat kepada mereka. Apabila itu yang menjadi tujuan, janganlah engkau terlambat keluar sebab ia termasuk ibadah.

Sebagian mereka tidak keluar untuk shalat berjamaah, karena di jalan ada berbagai bid‘ah dan kemunkaran. Salah satunya adalah Imām Mālik ibn Anas r.a. Sebab, shalat berjamā‘ah merupakan laba. Sedangkan laba baru diperoleh setelah modal terkumpul. Menurut mereka, binatang buas itu tidak terdapat di padang pasir. Tetapi, ia terdapat di pasar-pasar dan di jalan-jalan. Binatang buas tersebut adalah bahaya yang bisa menggigit qalbu kaum mu’min.

Oleh karena itu, engkau harus berkhalwat (menyepi) dan ber‘uzlah (mengasingkan diri). Orang yang benar dalam ‘uzlahnya akan berhasil mendapat karunia Tuhan. Tandanya adalah dengan tersingkapnya tirai, hidupnya qalbu, terwujudnya rasa cinta, mempunyai semangat untuk menjaga agama dan syarī‘at Allah, serta memelihara hukum-Nya.

Wahai hamba Allah, tak usah kau hiraukan pandangan orang. Tetapi, lihatlah bagaimana Allah memandangmu. Juga, tak usah kau pedulikan mereka dengan sibuk bersama-Nya. Saat manusia bersikap kasar kepadamu, ketahuilah bahwa itu sengaja Allah lakukan agar terbuka pintu bagimu mendekat kepada-Nya.

Tidaklah Allah membuat lisan manusia pedas terhadapmu kecuali agar kau kembali bertobat pada-Nya. Bila engkau memutuskan hubungan dari makhlūq, pasti Allah akan membukakan pintu bagimu untuk mendekat kepada-Nya. Sebab, para wali Allah selalu mengalahkan nafsu mereka untuk bisa berkhalwat dan melakukan ‘uzlah. Mereka jauhkan nafsu tersebut dari syahwat dunia. Lalu mereka didik dengan menjaga diri, bersikap qanā‘ah, serta merasa cukup dengan yang ḥalāl dan baik. Mereka sembelih rasa tamak dan keinginan untuk dikenal orang dengan pisau kecemasan. Selanjutnya mereka mendengar dan bersahabat dengan Allah, menikmati munajat kepada-Nya, serta merasakan lezatnya dekat dari-Nya. Allah berfirman: “Sujudlah dan mendekatlah.” (al-‘Alaq [96]: 19).

Bila engkau ingin membersihkan cermin qalbumu dari berbagai kotoran, hendaklah engkau tidak mengerjakan apa yang tak dikerjakan oleh para wali Allah itu. Yaitu, bercengkerama dengan manusia, banyak bergaul dengan mereka, serta ikut larut bersama mereka dalam perkataan dan perbuatan yang sia-sia dan sesat. Juga, jangan engkau duduk di pinggir-pinggir jalan dan di keramaian.

Siapa yang siap ia akan bersandar bulat kepada Allah. Kalau Allah sudah memberikan kesiapan, berarti Dia telah membukakan peluang bagimu untuk bersandar pada-Nya. Hanya saja, anjing memang tak biasa tidur di rumah. Ia biasa merebahkan dirinya di atas tumpukan tanah dan tempat sampah.

Apabila engkau ingin mendapatkan bagian seperti yang Allah berikan pada para wali-Nya, engkau harus betul-betul memisahkan diri dengan manusia. Tak usahlah berkenalan kecuali dengan mereka yang dengan sikap dan ucapannya bisa menuntunmu ke jalan Allah. Entah lewat petunjuk yang tulus atau lewat perbuatan yang teguh, tak menyimpang dari Kitāb Allah dan sunnah Rasūl. (102)

Sungguh buruk bila manusia mengetahui kebaikan Allah, tapi ia berani melawan. Sebenarnya tidak dikatakan mengenal Allah kalau ia memilih untuk melawan. Selain itu, tidaklah dikatakan beruntung orang yang sibuk dengan selain-Nya, yang mengetahui kalau nafsunya mengajak pada kebinasaan tapi diikuti, mengetahui bahwa qalbunya mengajak pada petunjuk namun ditentang, serta mengetahui kedudukan maksiat, namun ia justru menghadapi-Nya dengan melakukan hal tersebut. Seandainya ia mengetahui kedekatan Tuhan dan menyadari bahwa Tuhan selalu menatap-Nya, niscaya ia takkan bergegas melakukan larangan-Nya.

Catatan:

  1. 9). Ibn ‘Athā’illāh tidak mengartikan ‘uzlah dalam tulisan ini sebagai usaha menjauhkan diri dari manusia, mengisi seluruh hidupnya dengan ibadah, serta meninggalkan dunia. Sebab, dalam Islām tak ada kehidupan semacam pendeta. Tapi, yang dimaksud dengan ‘uzlah di sini adalah ‘uzlah ruhiyah yang dipergunakan sebagai sarana bagi seseorang untuk menghisab dan meluruskan jiwanya, untuk mengukur amalnya sesuai syarī‘at, untuk berpikir dan merenungkan akidahnya, serta untuk berdoa dan merendahkan diri di hadapan Tuhannya – peny.
  2. 10). Allah berfirman dalam Surat al-Kahf: “Bersabarlah engkau bersama orang-orang yang menyeru Tuhan di waktu pagi maupun petang.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *