Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia | Syaikh Nawawi Al Bantani Al Jawi (2/4)

Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia

Nadzirin (Mbah Rien)

Penerbit : Mitra Gayatri- Lirboyo, Kediri

(lanjutan)

Setelah beliau memutuskan untuk memilih hidup di Mekkah dan meninggalkan kampung halamannya, beliau menimba ilmu lebih dalam lagi di Mekkah selama 30 tahun, dengan melanjutkan belajar kepada guru- gurunya yang terkenal.

Guru-guru Syeikh Nawawi

Di antara guru-guru Syeikh Nawawi :

1. Syeikh Ahmad Khatib Sambas, Imam Masjidil haram (Penyatu Thariqat Qodiriyah-Naqsyabandiyah di Indonesia).

2. Syeikh Abdul Gani Duma, (Ulama asal Indonesia yang bermukim di Mekkah).

3. Sayid Ahmad Dimyati,

4. Ahmad Zaini Dahlan.

Sedang di Madinah, beliau belajar pada : 1. Muhammad Khatib al-Hanbali.

Kemudian beliau melanjutkan pengembaraanya lagi belajar pada ulama-ulama besar yang ada di Mesir dan Syam (Syiria), di sana beliau berguru pada:

1. Syeikh Yusuf Sumbulawini.

2. Syeikh Ahmad Nahrawi.

Masa-masa Mengajar

Kecerdasan dan ketekunannya mengantarkan beliau menjadi salah satu murid yang terpandang di Masjidil Haram. Ketika Syeikh Ahmad Khatib Sambas udzur menjadi Imam Masjidil Haram, Syeikh Nawawi ditunjuk menggantikannya. Sejak saat itulah beliau menjadi Imam Masjidil Haram dengan panggilan Syeikh Nawawi al-Jawi.

Selain menjadi Imam Masjid, beliau juga mengajar dan menyelenggarakan halaqah (diskusi ilmiah) bagi murid-muridnya yang datang dari berbagai belahan dunia. Laporan Snouck Hurgronje, orientalis yang pernah mengunjungi Mekkah di tahun 1884-1885 menyebutkan, Syeikh Nawawi setiap harinya sejak pukul 07.30 hingga 12.00 memberikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah muridnya.

Pada tahun 1860 Syeikh Nawawi mulai mengajar di lingkungan Masjid al-Haram. Prestasi mengajarnya cukup memuaskan karena dengan kedalaman pengetahuan agamanya, beliau tercatat sebagai seorang Ulama.

Pada tahun 1870 kesibukannya bertambah karena beliau harus banyak menulis kitab. Inisiatif menulis banyak datang dari desakan sebagian koleganya yang meminta untuk menuliskan beberapa kitab. Kebanyakan permintaan itu datang dari sahabatnya yang berasal dari Jawa, karena dibutuhkan untuk dibacakan kembali di daerah asalnya.

Desakan itu dapat terlihat dalam setiap karyanya yang sering ditulis atas permohonan sahabatnya di Indonesia. Kitab-kitab yang ditulisnya sebagian besar adalah kitab-kitab komentar (Syarh) dari karya-karya ulama populer yang dipandang sulit untuk dipahami.

Alasan menulis Syarh selain karena permintaan orang lain, Syeikh Nawawi juga berkeinginan untuk melestarikan karya (ulama-ed.) pendahulunya yang sering mengalami perubahan (tahrif) dan pengurangan.

Dalam menyusun karyanya, Syeikh Nawawi selalu berkonsultasi dengan ulama-ulama besar. Sebelum naik cetak naskahnya terlebih dahulu dibaca oleh mereka. Dilihat dari berbagai tempat kota penerbitan dan seringnya mengalami cetak ulang, maka dapat disimpulkan bahwa karya tulisnya cepat tersiar ke berbagai penjuru dunia sampai ke daerah Mesir dan Syiria.

Karena karyanya yang tersebar luas dengan menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan padat isinya, nama Syeikh Nawawi bahkan termasuk dalam kategori salah satu ulama besar di abad ke 14 H. atau 19 M. Dan karena kemasyhurannya, beliau mendapat gelar Al-Imam al-Mullaqqiq wal Fahhamah al-Muhaqqiq, dan Sayyid Ulama al-Hijaz.

Murid-murid Syeikh Nawawi

Di Indonesia murid-murid Syeikh Nawawi termasuk tokoh-tokoh nasional Islam yang cukup banyak berperan dalam pendidikan Islam juga dalam perjuangan nasional, di antaranya adalah :

1. KH. Kholil (Bangkalan, Madura, Jawa Timur).

2. KH. Asyari (Bawean), yang menikah dengan putri Syeikh Nawawi, Nyi Maryam.

3. KH. Najihun (Kampung Gunung, Mauk, Tangerang), yang menikah dengan cucu Syeikh Nawawi, Nyi Salmah binti Rukayah binti Nawawi.

4. KH. Tubagus Muhammad Asnawi (Caringin Labuan, Pandeglang Banten).

5. KH. Ilyas (kampung Teras, Tanjung Kragilan, Serang, Banten).

6. KH. Abd Gaffar (Kampung Lampung, Kec. Tirtayasa, Serang Banten).

7. KH. Tubagus Bakri (Sempur, Purwakarta).

8. KH. Jauhari (Ceger Cibitung Bekasi Jawa Barat).

9. KH. Hasyim Asy’ari (Tebuireng Jombang, Jawa Timur, Pendiri organisasi Nahdlatul Ulama)

Di sela-sela pengajian kitab-kitab karya gurunya, KH. Hasyim Asy’ari sering bercerita tentang kehidupan Syeikh Nawawi, kadang mengenangnya sampai meneteskan air mata karena besarnya kecintaan KH. Hasyim Asy’ari terhadap Syeikh Nawawi. Mereka inilah yang kemudian menjadi ulama-ulama terkenal di tanah air.

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *