Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia | Syaikh Ihsan Jampes (3/3)

Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia

Nadzirin (Mbah Rien)

Penerbit : Mitra Gayatri- Lirboyo, Kediri

(lanjutan)

Karya-karyanya antara lain:

1. Tashrih al-Ibarat,

Syarah dari kitab Natijat al-Miqat karya KH. Ahmad Dahlan Semarang, terbit tahun 1930 setebal 48 halaman. Mengupas tentang ilmu falak (astronomi).

2. Siraj ath-Thalibin,

terdiri dari 2 juz. Syarah dari kitab Minhaj al-Abidin karya Imam al-Ghazali, terbit tahun 1936 setebal 800 halaman. Mengupas tentang tasawuf.

3. Manahij al-Imdad,

syarah dari kitab Irsyad al-‘Ibad karya Syeikh Zainudin al-Malibari, terbit tahun 1940 setebal 1088 halaman. Mengupas tentang tasawuf.

4. Irsyad al-Ikhwan fi Bayan Hukmi Syurb al-Qahwah wa ad-Dukhan,

syarah dari kitab Tadzkirah al-Ikhwan fi Bayani al-Qahwah wa ad-Dukhan karya KH. Ahmad Dahlan Semarang, setebal 50 halaman. Kitab yang khusus membahas minum kopi dan merokok dari segi hukum Islam. Kitab ini tampaknya ada kaitannya dengan pengalaman hidup beliau saat masih remaja.

Sekilas Tentang Kitab Siraj Al-Thalibin

Kitab Siraj al-Thalibin disusun pada tahun 1933 dan diterbitkan pertama kali pada 1936 oleh penerbitan dan percetakan An Nabhaniyah milik Salim bersaudara (Syeikh Salim bin Sa’ad dan saudaranya Achmad) di Surabaya yang bekerja sama dengan sebuah percetakan Mustafa Al-Bab Al-Halab di Kairo, Mesir.

Kitab tersebut tak hanya beredar di Indonesia dan negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam, tetapi juga di negara-negara non-Islam seperti Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Australia, dimana terdapat jurusan filsafat, teosofi, dan Islamologi dalam perguruan tinggi tertentu, sehingga kitab Siraj al-Thalibin ini menjadi referensi di mancanegara.

Kitab Siraj Al-Thalibin juga mendapat pujian dari kalangan ulama di Timur Tengah. Oleh karena itu kitab Siraj Al-Thalibin dijadikan pedoman wajib untuk kajian pasca sarjana Universitas Al Azhar Kairo Mesir (lembaga perguruan tinggi Islam tertua di dunia).

Kitab Siraj Al-Thalibin memuat tentang konsep tasawuf di zaman modern. Misalnya : tentang pengertian uzlah yang secara umum bermakna mengasingkan diri dari kesibukan duniawi. Menurut Syeikh Ihsan dalam kitab Siraj Al-Thalibin, maksud dari uzlah di era sekarang adalah bukan lagi menyepi, tapi membaur dalam masyarakat yang majemuk, namun tetap menjaga diri dari hal-hal yang bersifat keduniawian.

Diantara Karomah-karomah Syeikh Ihsan

Sebagai seorang kiai, Syeikh Ihsan mengerahkan seluruh perhatian, pikiran dan segenap tenaganya untuk ‘diabdikan’ kepada santri dan pesantren. Mengajar santri (ngaji), shalat jama’ah, shalat malam, muthola’ah kitab, ataupun menulis kitab. Meskipun hampir seluruh waktunya didedikasikan untuk santri, namun Syeikh Ihsan tidak melupakan masyarakat umum. Syeikh Ihsan juga dikenal memiliki lmu hikmah dan menguasai ilmu ketabiban. Sehingga hampir setiap hari, di sela-sela kesibukannya mengajar santri, Syeikh Ihsan masih sempat menerima tamu dari berbagai daerah yang meminta bantuannya.

Raja Faruk yang sedang berkuasa di Mesir pada 1934 silam pernah mengirim utusan ke Dusun Jampes hanya untuk menyampaikan keinginannya agar Syeikh Ihsan al-Jampesi bersedia diperbantukan mengajar di Universitas Al Azhar Kairo Mesir. Namun beliau menolak dengan halus permintaan Raja Faruk lewat utusannya tadi dengan alasan ingin mengabdikan hidupnya kepada warga pedesaan di tanah air melalui pendidikan Islam.

Pada masa revolusi fisik 1945, Syeikh Ihsan juga memiliki andil penting dalam perjuangan bangsa. Pondok Pesantren Jampes selalu menjadi tempat transit bagi para pejuang dan gerilyawan republik yang hendak menyerang Belanda. Di Pesantren Jampes inilah mereka meminta do’a restu Syeikh Ihsan sebelum melanjutkan perjalanan. Bahkan, beberapa kali Syeikh Ihsan turut mengirim santri- santrinya untuk ikut berjuang di garis depan.

Jika desa-desa di sekitar pesantren menjadi ajang pertempuran, maka pondok pesantren Jampes sebagai lokasi teraman untuk mengungsi. Sementara Syeikh Ihsan membuka gerbang pesantrennya lebar-lebar.

Wafat Syeikh Ikhsan

Syeikh Ihsan dipanggil oleh Allah SWT, pada hari Senin, 25 Dzul-Hijjah 1371 H. atau September 1952. Beliau meninggalkan ribuan santri, seorang istri dan delapan putra-puteri.

Wallahu a’lam

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *