Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia | Syaikh Ihsan Jampes (2/3)

Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia

Nadzirin (Mbah Rien)

Penerbit : Mitra Gayatri- Lirboyo, Kediri

(lanjutan)

Bakri bertanya dalam hati:

“Apa hubungannya kakek denganku..?!, mau berhenti atau terus, itu bukan urusan kakek..”

Kakek itupun bersikap tegas dan berkata : “Hai cucuku, kalau engkau tidak menghentikan kebiasaan burukmu, aku akan lemparkan batu besar ini ke kepalamu”.

Tiba-tiba sang kakek tersebut melempar batu besar yang dipegang ke kepala Bakri hingga kepala itu menjadi pecah. Ia langsung terbangun dan mengucapkan istighfar : “Ya Allah, apa yang sedang terjadi. Ya Allah, ampunilah dosaku”.

Dari mimpi itulah kemudian menyentak kesadaran Syeikh Ihsan kecil (Bakri).

Dan sejak saat itu sifat beliau menjadi berubah, lebih kerap menyendiri, merenung dan menghentikan kebiasaannya menonton wayang serta bermain judi.

Masa-masa Belajar

Syeikh Ihsan kecil (Bakri) mulai keluar dari pesantren ayahnya untuk melalang buana mencari ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain.

Beberapa pesantren yang sempat disinggahi oleh Syeikh Ihsan, antara lain :

1. Pondok Pesantren Bendo Pare Kediri KH. Khozin (paman sendiri),

2. Pondok Pesantren Jamseran Solo,

3. Pondok Pesantren asuhan KH. Dahlan Semarang,

4. Pondok Pesantren Mangkang Semarang,

5. Pondok Pesantren Punduh Magelang,

6. Pondok Pesantren Gondanglegi Nganjuk,

7. Pondok Pesantren Bangkalan Madura asuhan KH. Kholil, sang ‘Guru Para Ulama’,

8. Pondok Pesantren Tebu Ireng KH Hasyim Asyari (Jombang),

9. Pondok Pesantren KH. Shaleh Darat (Semarang).

Yang unik dari rihlah ‘ilmiah yang dilakukan Syeikh Ihsan adalah bahwa beliau tidak pernah menghabiskan banyak waktu di pesantren-pesantren tersebut.

Misalnya, untuk belajar Alfiah Ibnu Malik pada KH. Kholil Bangkalan, beliau hanya menghabiskan waktu dua bulan.

Belajar falak kepada KH. Dahlan Semarang beliau hanya tinggal di pesantrennya selama 20 hari.

Sedangkan di Pesantren Jamseran beliau hanya tinggal selama satu bulan.

Namun demikian, beliau selalu berhasil menguasai dan ‘memboyong’ ilmu para gurunya tersebut dengan kemampuan di atas rata-rata.

Syeikh Ihsan dalam mencari ilmu di pondok pesantren-pondok pesantren yang beliau singgahi tampil dengan pribadi yang sederhana, beliau tidak pernah menampakkan ‘Gus’-nya (sebutan anak kiai), beliau malah terkesan tidak ingin diketahui identitas aslinya sebagai putra kiai tersohor, KH. Dahlan Jampes.

Bahkan setiap kali kedoknya terbuka dan santri-santri tahu bahwa beliau adalah Gus dari Jampes, maka beliau segera pergi dari pesantren tersebut untuk pindah ke pesantren lain.

Masa-masa Mengajar

Pada 1926, Bakri menunaikan ibadah haji. Dan sepulang dari Mekkah, namanya diganti menjaid Ihsan.

Dua tahun kemudian, Ihsan berduka karena sang ayah KH. Dahlan dipanggil oleh Allah SWT tahun 1928 M. Semenjak itu kepemimpinan Pondok Pesantren Jampes dipercayakan kepada adik KH. Dahlan, yakni KH. Kholil (K. Muharror), selama empat tahun.

Pada 1932, kepemimpinan Pondok Pesantren Jampes diserahkan kepada Ihsan. Dan sejak saat itulah Syeikh Ihsan terkenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Jampes. Ada banyak perkembangan di Pondok Pesantren Jampes setelah Syeikh Ihsan diangkat sebagai pengasuh.

Secara kuantitas, misalnya, jumlah santri terus bertambah dengan pesat dari tahun ke tahun, sehingga Pondok Pesantren Jampes mengalami perluasan hingga 1,5 hektar. Secara kualitas, materi pelajaran juga semakin terkonsep dan terjadwal dengan di dirikannya Madrasah Mafatihul Huda yang lebih dikenal dengan sebutan (MMH) pada 1942, pada zaman pendudukan tentara Jepang.

Seiring kegemarannya membaca sejak kecil, tumbuh pula dalam diri Syeikh Ihsan kegemaran menulis. Di waktu senggang jika tidak dimanfaatkan untuk membaca, beliau mengisinya dengan menulis atau mengarang.

Diantara Karya-karya Syeikh Ihsan

Syeikh Ihsan tidak hanya dikenal sebagai ulama sufi, tetapi beliau juga dikenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang ilmu falak, fikih, hadist, dan beberapa bidang ilmu agama lainnya. Karena itu, karya-karya tulisannya tak sebatas pada bidang ilmu tasawuf dan akhlak semata, tetapi hingga pada persoalan fiqih.

Karya-karyanya antara lain:

1. Tashrih al-Ibarat,

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *