Hati Senang

Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia | Syaikh Ihsan Jampes (1/3)

Ulama-Ulama Kitab Kuning Indonesia Nadzirin (Mbah Rien) Penerbit : Mitra Gayatri- Lirboyo, Kediri

SYEIKH IHSAN JAMPES

(1901 M.-1952 M.)

Tentang Syeikh Ihsan

Nama lengkapnya : Syeikh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jampesi. Nama asli pada waktu kecil Bakri. Lahir pada 1901 M. Wafat hari Senin, 25 Dzul-Hijjah 1371 H. atau September 1952 M. Namanya lebih dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Al-Ihsan Jampes Kediri, yang terletak di Dusun Jampes, Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Ayah beliau bernama KH. Dahlan bin Kiai Sholeh Kuningan, dan Ibunya bernama Ny. Artimah binti KH. Sholeh Banjarmlati Kediri. Syeikh Ihsan populer setelah kitab karangannya Siraj Al-Thalibin menjadi bidang studi pelajaran yang dipelajari hingga perguruan tinggi bertaraf internasional, seperti Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Dan dari karyanya pula, beliau dikenal sebagai seorang ulama sufi yang sangat hebat.

Masa-masa Kecil

Ayah beliau KH. Dahlan bin Sholeh adalah seorang kiai yang terkenal pada masanya, dia pula yang merintis pendirian Pondok Pesantren Jampes pada tahun 1886 M. Sementara kakek beliau Kiai Saleh, adalah seorang ulama asal Bogor, Jawa Barat, yang masa muda hingga akhir hayatnya dihabiskan untuk menimba ilmu dan memimpin pesantren di Jatim.

Kiai Saleh sendiri, dalam catatan sejarahnya, masih keturunan dari seorang sultan di daerah Kuningan (Jabar) yang merupakan keturunan dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon, salah seorang dari sembilan wali penyebar agama Islam di tanah air. Sementara dari jalur nasab neneknya, Isti’anah (istri Kiai Saleh), adalah anak dari KH. Mesir bin Kiai Yahuda seorang ulama sakti mandraguna dari Lorog Pacitan, yang jika urutan nasabnya diteruskan akan sampai pada Panembahan Senapati, pendiri Kerajaan Mataram pada abad ke-16, yang bergelar Sultan Agung.

Sedangkan runtutan nasab Ny. Isti’anah bila ditelusuri dari jalur ibunya (istri Kiai Mesir) adalah cicit dari Syeikh Hasan Besari, seorang tokoh masyhur dari Tegalsari Ponorogo yang masih keturunan Sunan Ampel Surabaya. Ketika Syeikh Ihsan berusia 6 tahun, kedua orang tuanya bercerai. Dan setelah perceraian itu, Syeikh Ihsan kecil (Bakri) tinggal di lingkungan pesantren bersama sang ayahnya, KH. Dahlan, dan diasuh oleh neneknya, Ny. Isti’anah.

Semenjak muda, Syeikh Ihsan terkenal suka membaca serta memiliki daya ingat yang kuat. Beliau memiliki motto “Tiada Hari tanpa Membaca”. Buku-buku yang dibacapun beraneka ragam, mulai dari ilmu agama hingga yang lainnya, dari yang berbahasa Arab hingga yang berbahasa Indonesia, termasuk majalah dan koran.

Tapi ada kebiasaan nyleneh yang menjadi hobbi saat masih muda, yaitu menonton wayang sambil ditemani segelas kopi dan rokok. Di mana pun pertunjukan wayang digelar, Syeikh Ihsan kecil (Bakri) selalu mendatanginya, tak peduli apakah dalangnya sudah mahir atau masih pemula. Oleh karenanya beliau menjadi paham benar berbagai karakter dan cerita pewayangan. Bahkan beliau pernah berdebat dengan seorang dalang yang melenceng dari pakem.

Kebiasan Syeikh Ihsan kecil (Bakri) menonton wayang membuat risau seluruh keluarga. Karena di samping menonton wayang, beliau juga gemar berjudi. Meski bertujuan untuk membuat kapok bandar judi, tetap saja keluarganya menganggap bahwa perbuatan Bakri tersebut telah mencoreng nama baik keluarga. Sudah dinasihati berkali-kali, tetapi Bakri tetap tidak mau menghentikan kebiasan buruknya.

Perihal itu membuat KH. Dahlan (ayah) dan Ny. Isti’anah (nenek) merasa sangat prihatin dengan tingkah polah Bakri. Suatu hari Bakri diajak berziarah ke makam leluhurnya, yaitu makam Kiai Yahuda di Lorog, Pacitan.

Di hadapan makam Kiai Yahuda inilah KH. Dahlan dan Ny. Isti’anah mengadu kepada Allah dengan mencurahkan segala rasa khawatir dan prihatin atas kebandelan Bakri, juga memohon pada Allah agar Bakri diberikan hidayah dan insaf. Jika Bakri masih saja melakukan perbuatan judi tersebut, lebih baik ia diberi umur pendek saja agar tidak membawa mudharat bagi umat dan masyarakat.

Konon, beberapa hari setelah pulang dari makam kakeknya Kiai Yahuda, Bakri bermimpi. Dalam mimpinya, Bakri didatangi seseorang yang berwujud seperti kakeknya sedang membawa sebuah batu besar dan siap dilemparkan ke kepalanya. Kakek itu meminta Bakri untuk menghentikan kebiasaan berjudi, akan tetapi Bakri tetap ngeyel.

(bersambung)

Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.