Tobat – Tutur Penerang Hati – Ibn ‘Atha’illah (1/2)

Terapi Ma‘rifat
 
Tutur Penerang Hati

Oleh: Ibnu ‘Athā’illāh as-Sakandarī
Judul Asli: Bahjat-un-Nufūs
 
 
Penerjemah: Fauzi Faishal Bahreisy
Penerbit: Zaman

Rangkaian Pos: Tobat - Tutur Penerang Hati - Ibn 'Atha'illah

2

Tobat

Tobat sebagai Pembersih Qalbu

Bertobatlah kepada Allah setiap waktu, karena hal itu dianjurkan dan diperintahkan oleh-Nya. Allah s.w.t. berfirman: “Bertobatlah kalian semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman agar kalian beruntung.” (an-Nūr [24]: 31). Tobat merupakan sarana yang mengantar hamba menjadi kekasih Allah. Allah berfirman: “Sungguh Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (al-Baqarah [2]: 222).

Menurut al-A‘azz al-Muzanī r.a., Nabi s.a.w. bersabda: “Kadangkala timbul perasaan dalam hatiku. Maka aku beristighfār (memohon ampunan) kepada Allah sehari seratus kali.” (H.R. Muslim). Abū Hurairah r.a. juga mendengar Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Demi Allah, dalam sehari aku beristighfar dan memohon tobat kepada Allah lebih dari tujuh puluh kali.” (H.R. al-Bukhārī).

Oleh karena itu, usahakanlah untuk senantiasa bertafakkur sepanjang hidupmu. Renungkanlah apa yang telah engkau perbuat pada siang hari. Apabila ternyata engkau menghabiskan siang harimu dalam ketaatan, maka bersyukurlah. Namun, apabila ternyata engkau melakukan maksiat, maka sesalilah serta cepatlah beristighfār dan bertobat kepada Allah. Tak ada majelis bersama Allah yang paling bermanfaat bagimu selain majelis tempat engkau menyesali diri. Jangan menyesali diri sambil tertawa bahagia. Namun, sesalilah dirimu dengan jujur seraya menampakkan wajah muram, disertai qalbu yang sedih, kecewa, dan perasaan hina. Apabila itu kau lakukan, pasti Allah menggantikan kesedihan dengan keceriaan, kehinaan dan kemuliaan, kegelapan dengan cahaya, ketertutupan dengan ketersingkapan (kasyf).

Ketahuilah, seandainya engkau memiliki seorang wakil yang selalu melakukan introspeksi dan evaluasi terhadap dirinya sendiri secara jujur, pastilah dirimu tak perlu lagi melakukan evaluasi terhadapnya. Tetapi, kalau ia tak melakukan itu, engkau yang akan mengevaluasi dirinya secara detail dan rinci. Demikian pula halnya kondisimu bersama Allah. Bila engkau selalu melakukan instrospeksi dan mengevaluasi diri, Allah akan memudahkan perhitungan-Nya terhadapmu.

Oleh karena itu, hendaknya engkau tujukan semua ‘amal perbuatanmu untuk Allah. Jangan sekali-kali menyangka bisa melakukan sebuah perbuatan yang lepas dari pengawasan dan perhitungan-Nya. Manakala seorang hamba jatuh ke dalam perbuatan dosa, bersamaan dengan itu qalbunya akan menjadi gelap gulita.

Perbuatan maksiat ibarat api sementara kegelapan ibarat asapnya. Laksana orang yang menyalakan perapian di rumah selama 70 tahun, bukankah rumah tersebut akan menjadi gelap dan hitam? Demikian pula dengan qalbu. Ia akan menjadi gelap karena tumpukan maksiat. Ia baru menjadi bersih dengan tobat kepada Allah. Kehinaan, kegelapan, dan hijab terkait erat dengan maksiat. Jika engkau bertobat kepada Allah, bekas-bekas dosa itu pun menjadi sirna.

Ketahuilah bahwa tobat merupakan terminal (maqām) pertama. Segala bentuk ibadah baru diterima Allah jika didahului dengannya. Keadaan hamba yang melakukan maksiat sama seperti periuk besi di atas api selama beberapa saat yang makin menghitam warnanya. Jika engkau segera membersihkan periuk tersebut, warna hitam itu akan hilang. Namun, jika engkau biarkan dan justru dipakai berkali-kali untuk memasak tanpa dibersihkan, warna hitamnya akan melekat kuat hingga ia pecah dan rusak. Walaupun dicuci ia takkan bisa kembali. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Ketika seorang mukmin melakukan sebuah dosa akan ada bintik hitam di qalbunya. Jika ia bertobat, sadar, dan memohon ampunan, bintik tadi akan terhapus. Namun, jika ia malah menambah dosa bertambah pula bintik hitamnya hingga menutupi qalbu. Itulah kotor yang Allah maksudkan dalam al-Qur’ān: “Sekali-kali jangan pernah berbuat demikian, sebenarnya perbuatan-perbuatan mereka mengotori hati mereka.” (H.R. at-Tirmidzī dan di-shaḥīḥ-kan oleh an-Nasā’ī).

Tobatlah yang bisa mencuci hitamnya qalbu sehingga ‘amal-‘amal saleh bisa tampak terang dan diterima. Oleh karena itu, mohonlah tobat kepada Allah selalu. Jika hal tersebut bisa dilakukan, hidup akan menjadi lebih baik. Sebab, tobat merupakan karunia Allah yang diberikan pada hamba-Nya yang dikehendaki. Kadangkala seorang budak yang kurus berhasil melakukan tobat, sementara majikannya sendiri tidak. Kadangkala si istri berhasil, sementara suaminya gagal. Kadangkala yang muda berhasil, sedangkan yang tua gagal. Dan kadangkala pula yang bodoh berhasil, sedangkan yang ‘ālim gagal.

Jika engkau berhasil bertobat, berarti Allah telah mencintaimu. Allah berfirman: “Sungguh Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (al-Baqarah [2]: 222). Di sini Allah memosisikan dirimu sebagai orang yang dicintai – bukan yang mencintai.

Orang merasa senang dengan sesuatu bila mengetahui kadar dan nilai sesuatu itu. Jika engkau menebarkan intan permata kepada binatang melata, niscaya mereka lebih menyenangi gandum daripada itu semua. Maka, renungkanlah, kira-kira dari kelompok manakah engkau?

Jika bertobat, engkau termasuk orang yang dicintai Allah. Jika tidak, berarti engkau termasuk orang-orang yang zhalim. Allah berfirman: “Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) kefasikan setelah iman. Dan siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (al-Ḥujurāt [49]: 11)

Siapa bertobat, ia dapat. Sebaliknya, siapa yang tidak bertobat, maka ia rugi. Allah berfirman: “Siapa yang taat kepada Allah dan Rasūl-Nya serta merasa takut dan bertaqwā kepada-Nya, mereka itulah orang-orang yang memperoleh kemenangan.” (an-Nūr [24]: 52).

Janganlah engkau berputus asa terhadap rahmat Allah dengan berkata: “Sudah berapa kali aku bertobat dan insaf!” Sebab, orang yang sakit sewajarnya akan terus meminum obat, mengharap hidup, dan menginginkan sehat selama rūḥ dikandung badan tanpa pernah merasa putus asa.

Bila seorang hamba bertobat, maka rumahnya di surga merasa gembira, demikian juga langit dan bumi, Nabi s.a.w., serta Alalh s.w.t. sendiri. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sungguh Allah jauh lebih bahagia karena tobat seorang hamba ketimbang orang yang mengendarai untanya di padang pasir, lalu tiba-tiba untanya tersesat dan menghilang darinya, padahal di atas unta tersebut terdapat makanan dan minuman kepunyaannya. Akhirnya, ia putus asa dan mendatangi sebuah pohon untuk merebahkan diri di bawah naungannya. Ia benar-benar putus asa dengan untanya. Ketika ia dalam keadaan demikian, tiba-tiba unta itu berada di hadapannya. Ia pun segera meraih tali kekangnya. Dan karena amat gembiranya sampai-sampai ia berkata: “Ya Allah, Engkau hambaku dan aku tuhanmu.” Ia salah ucap karena luapan kegembiraannya.” (H.R. Muslim dan muttafaqun ‘alaih).

Suatu ketika Syaikh Abul-Ḥasan asy-Syādzilī bercerita: “Aku pernah ditegur: “Wahai ‘Alī, bersihkan bajumu, dengan pertolongan Allah pastilah ia akan selalu terpelihara.” Aku pun bertanya: “Baju yang mana?” Ia menjawab: “Allah telah memberimu pakaian makrifat, lalu pakaian maḥabbah, kemudian pakaian Islām. Siapa yang mengenal Allah, yang lain takkan berarti baginya. Siapa yang mencintai Allah, yang lain menjadi hina dalam pandangannya. Siapa yang mengesakan Allah, ia takkan menyekutukan-Nya. Siapa yang beriman kepada Allah pasti aman dari segala sesuatu. Serta siapa yang berserah diri pada Allah, kecil kemungkinan akan melanggar. Kalaupun melanggar, ia akan cepat memohon ampunan. Dan ketika meminta ampunan, niscaya akan dikabulkan.” Syaikh Abul-Ḥasan lantas berkata: “Dari sanalah aku memahami firman Allah yang berbunyi: “Bersihkanlah bajumu!” (al-Muddatstsir [74]: 4).

Wahai manusia, saat engkau merasa berat untuk melakukan ‘amal ketaatan dan ibadah, saat engkau merasa kerepotan dan tidak mendapat kenikmatan di dalamnya, lalu sebaliknya engkau memandang ringan maksiat dan bahkan merasa nikmat, sehingga engkau pun melakukan maksiat dengan senang; dalam kondisi seperti itu, ketahuilah bahwa engkau belum jujur dalam bertobat. Dalam qalbumu masih terdapat penyakit. Engkau belum sampai ke tingkat orang yang ikhlas dan bertobat. Sebab, jika dasarnya benar, cabangnya juga pasti benar. Begitu pun sebaliknya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *