Thariqah Alawiyah (I) | Bab 1 : Pujian Terhadap Ilmu dan Celaan Terhadap Kejahilan (1/2)

Thariqah 'Alawiyah Jalan Lurus Menuju Allah
Terjemah : al-Manhaj al-Sawi Syarh Ushul Thariqah al-Saadah Aali Ba’Alawi
Pengarang : Al Habib Zain bin Smith
Penerjemah : Ust. Husin Nabil Assegaf
Penerbit : Nafas

Ketahuilah, sesungguhnya ilmu, yakni mempelajari dan mengajarkannya, adalah lebih tinggi dan lebih utama dibanding semua perbuatan yang dilakukan untuk mendekatkan diri kepada Allah, berdasarkan dalil-dalil yang sangat banyak untuk dibatasi dan sangat dikenal untuk disebutkan Allah Swt. berfirman,

Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menegakkan kebenaran. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia Yang Mahaperkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Ali Imran: 18).

Allah Swt. memulai dengan diri-Nya sendiri, kemudian dengan para malaikat-Nya, dan selanjutnya para ahli ilmu. Cukuplah itu sebagai kemuliaan dan kebanggaan bagi mereka. Dalam ayat lain Allah berfirman,

Katakanlah, “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran.”(QS. az-Zumar: 9).

Artinya, mereka tidak sama selamanya, tidak di dunia dan tidak pula di akhirat. Allah memberi kelebihan derajat yang banyak bagi orang berilmu dibanding yang tidak berilmu. Maka, tidak mungkin ada kesamaan antara para ulama yang mengamalkan ilmunya dengan orang-orang jahil. Allah Swt. juga berfirman,

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.(QS.al-Mujadilah: 11).

Sebuah keterangan dari Ibnu Abbas r.a. menyebutkan, “Allah mengangkat derajat para ulama di hari Kiamat dengan tujuh ratus derajat dibanding kaum mukmin yang lain. Sedangkan jarak antara derajat yang saru dengan derajat yang lain adalah sejauh perjalanan lima ratus tahun.

Saya (penulis) katakan bahwa keutamaan itu adalah karena ilmu merupakan dasar ibadah dan sumber kebaikan. Sebagaimana kejahilan merupakan pangkal setiap keburukan dan asal semua bencana.

Sayyidina al-Habib Abdullah bin Alwi al-Haddad mengatakan, “Kejahilan adalah asal setiap keburukan dan sumber setiap bahaya.” Kejahilan dan orang yang memilikinya termasuk dalam sabda Nabi Saw, “Dunia itu terlaknat. Terlaknat segala yang berada di dalamnya, kecuali berzikir kepada Allah dan yang terkait dengannya, orang alim, serta orang yang mempelajari ilmu.1

Sayyidina Ali ra. mengatakan, “Tidak ada musuh yang lebih membahayakan dibandingkan kebodohan, dan seseorang adalah musuh dari ketidaktahuannya.

Al-Imam Abdullah al-Haddad dalam kitab Risalah al Muzakarah mengatakan bahwa, orang yang tak berilmu terjebak dalam meninggalkan ketaatan dan melakukan perbuatan-perbuatan maksiat, baik dikehendaki atau tidak. Sebab ia tidak mengetahui tentang ketaatan yang diperintahkan Allah untuk dilakukan, dan tidak tahu pula tentang maksiat yang dilarang Allah untuk dikerjakan. la tidak dapat keluar dari gelapnya kejahilan kecuali dengan cahaya ilmu. Sungguh bagus ucapan Syaikh Ali bin Abu Bakar2:

Kejahilan adalah api yang membakar agama seseorang

dan ilmu adalah air yang memadamkan api itu

Sayyidina al-Arif billah Umar bin Saqqaf as-Saqqaf3 mengatakan, “Ketahuilah bahwa ilmu mengangkat yang rendah, sedangkan kejahilan menurunkan yang tinggi. Barangsiapa yang nasabnya mulia tetapi kejahilan menggelapkan kemuliaannya, maka keadaannya menjadi rendah dan kedudukannya akan ditempatkan bersama orang-orang jahil.”

Maka tidak ada kehidupan melainkan untuk orang-orang berilmu dan tidak ada kematian melainkan untuk orang-orang jahil, sebagaimana dikatakan,

Dalam kejahilan kematian sebelum pemiliknya mati

Jasad mereka kuburan sebelum masuk ke dalam kubur

Sesungguhnya yang tak hidup dengan ilmu bagaikan mayat

Tak ada kebangkitan baginya hingga dibangkitkan

(bersambung)

Catatan:

  1. Di-takhrij-kan oleh at-Tirmidzi (2322) dan Ibnu Majah (4112) dari hadits Abu Hurairah ra. At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini hasan gharib
  2. Asy-Syaikh al-Imam al-Arif billah Ali bin Abu Bakar as-Sakran bin Abdurrahman as-Saqqaf Ba ‘Alawi al-Husaini at Tarimi. Lahir di Tarim tahun 818 H dan wafat di sana pula tahun 895 H. Beliau termasuk pemuka ulama pada masanya, hafal kitab al-Hawi ash-Shaghir dan lain lainnya. Beliau juga seorang yang wara (berhati-hati dari hal-hal yang syubhat). Karena rasa wara yang dimilikinya, beliau tidak minum kopi karena kopi adalah sesuatu yang baru (tidak ada di zaman Rasulullah). Beliau telah membaca kitab al-Ihya sebanyak 25 kali. Kitab itu juga dibaca murid-muridnya di hadapannya sebanyak itu pula
  3. Habib Umar bin Saqqaf bin Muhammad bin Umar bin Thaha ash-Shafi as-Saqqaf. Beliau seorang imam ‘Arif billah. Keilmuan dan keulamaan di Sewun, bahkan di Hadramaut secara keseluruhan, berpuncak pada dirinya. Beliau juga seorang yang saleh dan zuhud. Kelebihannya sangat banyak. Lahir di Sewun, dan wafat di kota ini juga pada tahun 1216 H. Beliau memiliki beberapa karangan, di antaranya Tafrih al-Quluub wa Tafrij al-Kuruub, salah satu karangannya yang telah dicetak. Muridnya, Syaikh Abdullah bin Sumair secara khusus menulis riwayat hidupnya dalam kitab yang dinamakan al-Manhal al-Adzb ash-Shafi

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *