Thariqah Alawiyah (I) | Bab 1 : Dorongan Bertanya dan Terus Menambah Ilmu (2/2)

Thariqah 'Alawiyah Jalan Lurus Menuju Allah
Terjemah : al-Manhaj al-Sawi Syarh Ushul Thariqah al-Saadah Aali Ba’Alawi
Pengarang : Al Habib Zain bin Smith
Penerjemah : Ust. Husin Nabil Assegaf
Penerbit : Nafas

(lanjutan)

Janganlah engkau pastikan bahwa ia akan binasa karena melihatnya kurang memiliki rasa takut. Karena sesungguhnya Allah tidak memberinya ilmu dengan maksud menghina dan membahayakannya dengan ilmunya. Selain itu, tak ada yang dapat mengetahui seorang alim tidak mengamalkan ilmunya kecuali ia juga seorang alim.

Karena orang yang terbatas ilmunya, tidak mengetahui hakikat ilmu sehingga bisa memutuskan ada atau tidaknya pengamalan ilmu. Maka tidak sah dan tidak dapat diterima pengingkaran orang yang terbatas itu tentang suatu keadaan. Juga penilaian seorang alim terhadap orang alim lainnya tak dapat dibenarkan, kecuali bila ia seorang alim yang wara’ dan bertakwa. Ketika itu barulah dapat dibenarkan penilaiannya terhadap orang alim yang lain.” Demikianlah keterangan dari kitab Qurrah al-‘Ain karya al-‘Allamah Muhammad bin Zain bin Sumaith.1

Allah Swt. berkata kepada Nabi-Nya, Dan katakanlah, “Tuhanku tambahkanlah aku ilmu.”(QS. Thaha: 114)

Allah memerintahkan beliau untuk meminta tambahan ilmu karena ilmu merupakan perangai yang paling mulia dan ciri yang paling tinggi. Tidak ada yang menyukainya kecuali orang-orang yang memiliki reputasi baik dan tidak ada yang membencinya kecuali orang-orang yang bodoh dan rendah. Itulah kesempurnaan yang diharapkan oleh orang-orang yang mencari tambahan dan merupakan simpanan yang Di antara doa Nabi Saw. adalah: dibutuhkan.

اللهُمَّ انْفَعْنِي بِمَا عَلَّمْتَنِي وعَلِّمْنِي مَا يَنْفَعُنِي وَ زِدْنِي عِلْمًا

“Ya Allah, berilah aku manfaat dengan apa yang Engkau telah ajarkan kepadaku, ajarkanlah aku apa yang bermanfaat bagi diriku, dan tambahkanlah aku ilmu. “2

Nabi Saw. juga mengatakan, “Jika datang kepadaku suatu hari yang pada hari itu aku tidak mendapat tambahan ilmu yang dapat mendekatkan diriku kepada Allah, berarti tidak ada keberkahan bagiku terbitnya matahari pada hari itu.3 Maka seorang mukmin yang berakal, cerdas, dan memiliki keutamaan, setiap kali bertambah ilmunya, semakin mencari dan semakin haus terhadap ilmu. Di dalam hadits dikatakan, “Seorang mukmin tidak akan kenyang dari kebaikan yang didengarnya hingga penghujungnya adalah surga.4 Dalam hadits lain dikatakan, “Ada dua orang tamak yang tidak akan kenyang. Orang yang tamak dalam hal ilmu tidak akan kenyang dan orang yang tamak dalam hal keduniaan juga tidak akan kenyang.5

Sayyidina al-Imam Idrus bin Umar al-Habsyi mengatakan, “Sesungguhnya para arifbillah senantiasa merindukan dan mencari tambahannya, sekalipun mereka telah mencapai apa yang mereka capai dan telah diberikan apa yang telah diberikan. Pandangan mereka menginginkan sesuatu yang tak akan berakhir dan tak akan terbatasi selama dunia masih ada. Bahkan, perjalanan mereka dan kesungguhan mereka adalah dalam mencari rujuan dan tidak akan berakhir sampai berada di akhirat, negeri pembalasan. Di dalam Al-Qur’an dikatakan,

Katakanlah, “Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk [menulis] kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis [ditulis] kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu [pula].(QS.al-Kahfi: 109)

Sehingga seorang besar ketika dikatakan kepadanya bahwa fulan mengatakan, aku minum sampai hilang dahagaku.’ la mengatakan, ‘Katakanlah kepadanya orang selain kamu telah minum air laut dan ia haus sampai sekarang. Mulutnya selalu menganga menginginkan dan mencari tambahan.” Demikian keterangan dari kitab an-Nahr al-Mauruud.

Di dalam Shahih al-Bukhari6 disebutkan bahwa Rasulullah Saw mempersaudarakan antara Abu Darda dan Salman al-Farisi.. Imam an-Nawawi mengatakan dalam Tahdzib al-Asma: “Abu Darda’ tinggal di Syam, lalu ia menulis surat kepada Salman. Amma Ba’du, sesungguhnya Allah telah memberikan rezeki kepadaku berupa harta dan anak, dan aku tinggal di bumi yang suci.

Maka Salman pun membalas suratnya. Kesejahteraan atasmu. Amma Ba’du. Sesungguhnya engkau telah menulis surat kepadaku bahwa Allah telah memberimu rezeki harta dan anak. Ketahuilah bahwa kebaikan itu bukanlah dengan banyaknya harta dan anak, melainkan bila engkau banyak berbuat bijak dan ilmumu bermanfaat untuk dirimu. Engkau juga menulis bahwa engkau berada di bumi yang suci padahal bumi tidak menyucikan seorang pun.7 Sesungguhnya yang menyucikan seseorang adalah amalnya.”

Salman benar, karena sesungguhnya ilmu itu warisan Nabi yang diwarisi oleh para wali, ulama, dan orang-orang yang baik. Sedangkan harta, sesuatu yang akan pergi dan hilang, bayangan yang akan lenyap. Orang-orang yang memiliki harga diri dan kehormatan tidak akan bangga dengannya.

Dalam hadits disebutkan bahwa dunia itu diberikan oleh Allah kepada orang yang Dia sukai dan yang tidak Dia sukai. 8Sedangkan ilmu hanya diberikan kepada orang-orang baik yang disukai-Nya.

Dalam Al-Qur’an disebutkan:

“Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat pelajaran yang besar bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan.”(QS. an-Nur: 44)

 

Catatan:

  1. Qurrah al-Ain wa Jala’ ar-Rayn fi Tarjamah al-Habib Ahmad bin Zain, masih berupa tulisan tangan. Kemungkinan dalam waktu dekat akan diterbitkan oleh Dar al-‘Ilm wa ad-Da’wah, Tarim.
  2. Di-takhrij-kan oleh at-Tirmidzi (3599) dan Ibnu Majah (251) dari hadits Abu Hurairah.
  3. Di-takhrij-kan oleh ath-Thabrani dalam al-Awsath (6: 367) dan Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (8: 188) dari hadits Sayyidah ‘Aisyah dengan sanad dha’if sebagaimana yang dikatakan oleh al-‘Iraqi dalam Takhrij al- Ihya (1:6).
  4. Di-takhrij-kan oleh at-Tirmidzi (2686) dari hadits Abu Sa’id al-Khudri, yang mengatakan, “Hadits ini hasan gharib.”
  5. Di-takhrij-kan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak (1: 92) dari hadits Anas dan ia mengatakan, “Hadits ini shahih berdasarkan syarat al-Bukhari dan Muslim.” Ath-Thabrani juga menyebutkannya dalam al- Kabir (10: 223) dari hadits Ibnu Mas’ud.
  6. Shahih al-Bukhari (1968) dari hadits Abu Juhaifah
  7. Tahdzib al-Asma’ wa al-Lughat karya al-Imam an-Nawawi (1: 227).
  8. Dalam hadits yang di-takhrij-kan oleh al-Imam Ahmad dalam Musnad- nya (1: 387) dan yang lainnya dari Ibnu Mas’ud disebutkan demikian, “Sesungguhnya Allah membagi di antara kalian akhlak kalian sebagaimana Dia membagi di antara kalian rezeki kalian, dan sesungguhnya Allah memberikan dunia kepada orang yang Dia cintai dan orang yang tidak Dia cintai, dan tidak memberikan agama kecuali kepada orang yang Dia cintai. Maka barangsiapa yang Allah berikan agama, berarti Dia mencintainya.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *