Bab: Ta‘ziyah dan Meratapi Mayat.
- Keempat Imām madzhab (Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī) sepakat bahwa disunnahkan melakukan Ta‘ziyah kepada keluarga mayat. (7031).
- Mereka berbeda pendapat tentang waktunya.
Abū Ḥanīfah berkata: “Waktu Ta‘ziyah adalah sebelum pemakaman dan tidak disunnahkan setelahnya.”
Asy-Syāfi‘ī dan Aḥmad berkata: “Disunnahkan sebelum pemakaman dan setelahnya.”
- Tentang duduk untuk Ta‘ziyah, menurut Mālik dan asy-Syāfi‘ī serta Aḥmad, hukumnya makruh. Dalam hal ini kami tidak menemukan pendapat Abū Ḥanīfah. (7042).
- Mereka berbeda pendapat tentang kemakruhan menangisi mayat, baik sebelum wafat maupun sesudahnya.
Asy-Syāfi‘ī berkata: “Boleh sebelum wafat dan makruh sesudahnya.”
Para Imām lainnya berkata: “Tidak makruh, baik sebelum wafat maupun sesudahnya.” (7053).
- Mereka berbeda pendapat tentang mengumumkan kematian seseorang.
Abū Ḥanīfah berkata: “Tidak apa-apa.”
Mālik berkata: “Hukumnya disunnahkan agar masyarakat muslim mengetahui tentang kematiannya.”
Asy-Syāfi‘ī berkata: “Hukumnya makruh.” (7064).
- Mereka sepakat bahwa memohonkan ampun untuk mayat akan sampai pahalanya kepadanya. Dan bahwa pahala sedekah, memerdekakan budak dan haji akan sampai kepada mayat bila dikirimkan kepadanya. (7075).
- Mereka berbeda pendapat tentang shalat, membaca al-Qur’ān, berpuasa, dan menghadiahkan pahalanya untuk mayat.
Aḥmad berkata: “Pahalanya sampai dan manfaatnya akan sampai kepadanya.”
Sebagian pengikut Imām asy-Syāfi‘ī berkata: “Pahalanya sampai.” (7086).
Abū Ḥanīfah dan Mālik berkata: “Pahalanya untuk orang yang melakukannya.” (7097).
Catatan:
- 703). Ibnu Qudamah berkata: “Sejauh yang kami ketahui tidak ada pereselisihan pendapat dalam masalah ini.”Lih. al-Mughnī (2/408), al-Muhadzdzab (1/257), dan Raḥmat-ul-Ummah (71).
- 704). Lih. al-Muhadzdzab (1/258), al-Mughnī (2/408), dan at-Taḥqīq (4/283).
- 705). Lih. al-Mughnī (2/409), al-Muhadzdzab (1/258), at-Taḥqīq (4/279), dan al-Majmū‘ (5/279).
- 706). Lih. al-Majmū‘ (5/173), dan Raḥmat-ul-Ummah (71).
- 707). Ibnu Qudamah berkata: “Adapun doa, Istighfār dan sedekah, sejauh yang kami ketahui tidak ada perselisihan pendapat dalam masalah ini.”Lih. al-Mughnī (2/427), dan Raḥmat-ul-Ummah (72).
- 708). Dalam manuskrip “J” disebutkan: As-Subkī, salah seorang ‘ulamā’ Syāfi‘iyyah berkata: “Yang sesuai dalil setelah melakukan pengkajian hukum adalah bahwa sebagian bacaan al-Qur’ān apabila diniatkan untuk mayat akan sampai kepadanya.” Secara zhahir ini merupakan tambahan yang diberikan oleh penulis naskah (pencopy), karena as-Subkī hidup sesudah masa Ibnu Hubairah. Jadi ini merupakan tambahan tukang tulisnya (bukan tambahan dari Ibnu Hubairah).
- 709). Lih. al-Mughnī (2/427), at-Taḥqīq (4/285), dan Raḥmat-ul-Ummah (72).
Komentar
Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?