Bab: Ta‘ziyah dan Meratapi Mayat.
- Keempat Imām madzhab (Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī) sepakat bahwa disunnahkan melakukan Ta‘ziyah kepada keluarga mayat. (703).
- Mereka berbeda pendapat tentang waktunya.
Abū Ḥanīfah berkata: “Waktu Ta‘ziyah adalah sebelum pemakaman dan tidak disunnahkan setelahnya.”
Asy-Syāfi‘ī dan Aḥmad berkata: “Disunnahkan sebelum pemakaman dan setelahnya.”
- Tentang duduk untuk Ta‘ziyah, menurut Mālik dan asy-Syāfi‘ī serta Aḥmad, hukumnya makruh. Dalam hal ini kami tidak menemukan pendapat Abū Ḥanīfah. (704).
- Mereka berbeda pendapat tentang kemakruhan menangisi mayat, baik sebelum wafat maupun sesudahnya.
Asy-Syāfi‘ī berkata: “Boleh sebelum wafat dan makruh sesudahnya.”
Para Imām lainnya berkata: “Tidak makruh, baik sebelum wafat maupun sesudahnya.” (705).
- Mereka berbeda pendapat tentang mengumumkan kematian seseorang.
Abū Ḥanīfah berkata: “Tidak apa-apa.”
Mālik berkata: “Hukumnya disunnahkan agar masyarakat muslim mengetahui tentang kematiannya.”
Asy-Syāfi‘ī berkata: “Hukumnya makruh.” (706).
- Mereka sepakat bahwa memohonkan ampun untuk mayat akan sampai pahalanya kepadanya. Dan bahwa pahala sedekah, memerdekakan budak dan haji akan sampai kepada mayat bila dikirimkan kepadanya. (707).
- Mereka berbeda pendapat tentang shalat, membaca al-Qur’ān, berpuasa, dan menghadiahkan pahalanya untuk mayat.
Aḥmad berkata: “Pahalanya sampai dan manfaatnya akan sampai kepadanya.”
Sebagian pengikut Imām asy-Syāfi‘ī berkata: “Pahalanya sampai.” (708).
Abū Ḥanīfah dan Mālik berkata: “Pahalanya untuk orang yang melakukannya.” (709).