Tanwir-al-Qulub | Bagian Kedua-Bab 8 : Takhliyah Dan Tahliyah (2/5)

Menerangi Qalbu
Manusia Bumi, Manusia Langit
Pengarang : Syaikh Muhammad Amin Al Kurdi An Naqsyabandiy
Penerbit : Pustaka Hidayah , Bandung

(lanjutan)

“Dan jika mereka melihat jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus menempuhnya. Yang demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka selalu lalai daripadanya.1 Yakni, Allah akan mencegah mereka dari kesanggupan untuk merenungi penciptaan langit dan bumi serta tanda-tanda dan yang ada padanya.

Allah Ta’ala berfirman, “(yaitu) orang-orang yang memperdebatkan ayat ayat Allah tanpa alasan yang sampai kepada mereka. Amat besar kemurkaan (bagi mereka) di sisi Allah dan di sisi orang-orang yang beriman. Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.”2

Rasulullah saw bersabda, “Orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan tidak akan masuk surga, meski kesombongannya itu hanya sebesar atom.” (HR. Muslim)

Di dalam satu ungkapan disebutkan, “Tidak akan sombong selain orang yang hina. Dan tidak ada yang tawadhu’ selain orang yang mulia.” Sungguh, sombong merupakan maksiat pertama yang dengannya Allah dimaksiati. Allah Ta’ala berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Kami ber firman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,” maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia enggan dan takabur dan adalah sa termasuk golongan orang-orang yang kafir.3

Barangsiapa bersikap sombong, hampir bisa dipastikan dia akan bersama-sama Iblis dalam menerima hukuman pengusiran dari rahmat Allah dan mengalami siksa yang tidak berkesudahan. Orang yang sombong juga terancam mengalami akhir yang buruk dan mati mengenaskan (su’ al-khatimah).

4. Bangga diri (al-‘ujb)

Al-ujb atau bangga diri adalah merasa diri agung yang muncul di dalam batin karena menghayal tentang kesempurnaan ilmu atau amal dirinya. Al-ujb juga ditafsir dengan makna pengagungan nikmat dan merasa nyaman dengannya sambil melupakan penyandaran nikmat itu kepada Allah Ta’ala.

Rasulullah saw bersabda, “Ada tiga hal yang amat merusak: kikir yang dipelihara, hawa nafsu yang diikuti dan bangga diri.” (HR. ath Thabrani, al Bazzar dan al-Baihaqi)

5. Bakhil (al-bukhl)

Al-bukhl atau bakhil adalah enggan memberi kepada yang lain karena takut hartanya berkurang. Allah Ta’ala berfirman, “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dan karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di Hari Kiamat. Dan kepunyaan Allah lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.4

Rasulullah saw bersabda, “Berhati-hatilah kalian agar jangan sampai bakhil. Sungguh, kebakhilan telah membinasakan orang-orang sebelum kalian, telah menyebabkan mereka mengalirkan darah (berperang membunuh) dan menghalalkan hal-hal yang haram.” (HR. Muslim)

Rasulullah saw juga bersabda, “Orang yang dermawan dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia dan jauh dari neraka. Sedangkan orang yang bakhil jauh dari surga, jauh dari manusia, dekat dengan neraka. Orang bodoh yang dermawan lebih dicintai Allah daripada tukang ibadah yang bakhil.” (HR. Al-Baihaqi, ath-Thab rani dan yang lainnya)

Al-Ashfahani meriwayatkan hadis marfu”, “Ingatlah, sesungguhnya semua orang yang dermawan pasti masuk surga, kepastian dari Allah, aku jamin. Dan ingatlah, sesungguhnya setiap orang yang bakhil akan masuk neraka, kepastian dari Allah, aku jamin.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, siapa orang yang dermawan dan siapa orang yang bakhil?” Beliau menjawab, “Orang yang dermawan adalah orang yang dengan senang hati memenuhi hak-hak Allah di dalam harta bendanya. Orang yang bakhil adalah orang yang menahan hak-hak Allah dan bersikap kikir terhadap Allah. Orang yang dermawan itu bukan orang yang mengambil melalui cara yang haram dan menafkahkan harta secara berlebihan.

Ath-Thabrani meriwayatkan sebuah hadis marfu”, “Sesungguhnya Allah telah memurnikan agama ini untuk diri-Nya, dan tidak ada yang cocok bagi agama kalian ini selain kedermawanan dan kebaikan budi pekerti. Ingatlah, hiasilah agamamu dengan kedermawanan dan ke baikan budi pekerti.

Ath-Thabrani juga meriwayatkan hadis marfu”, “Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala mengutus Jibril kepada Ibrahim a.s.,Wahai Ibrahim, sesungguhnya aku mengangkatmu sebagai khalil (kekasih) bukan karena engkau adalah hamba-Ku yang paling banyak beribadah. Tetapi Aku sudah meneliti hati orang-orang yang beriman, dan Aku tidak mendapati hati yang lebih dermawan dari hatimu.

Asy-Syaikh Muhyiddin ibn al-‘Arabi ditanya tentang hakikat israf (berlebihan/boros), dia menjawab, “Israf adalah kemurahan yang luas melebihi batas dan ukuran. Namun karena biasanya pelaku israf ini tidak bisa konsisten dalam kemurahannya, bahkan dia sering menyesal atas harta yang telah dikeluarkannya ketika dia mengalami kondisi sulit, maka Allah Ta’ala menetapkan bahwa sikap Israf merupakan perbuatan yang tercela. Sikap yang terpuji adalah sikap pertengahan, tidak pelit dan tidak boros.

Barangsiapa ingin berakhlak dengan akhlak ini hendaklah dia menempuh suluk dengan sungguh-sungguh dan ikhlas dalam bimbingan seorang guru yang benar dan sempurna. Sang guru akan mendekatkannya ke hadirat Allah Azza wa Jalla. Dengan demikian keyakinannya kepada Allah akan bertambah kuat, dan dia akan menafkahkan setiap harta yang didapatnya. Berbeda halnya dengan orang yang jauh dari hadirat Allah. Karena lemahnya keyakinan kepada Allah, dia akan sangat sulit memberi sesuatu kepada orang lain. Allah Ta’ala memberikan petunjuk pada hamba yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus.

6. Pamer (ar-riya’)

Ar riya’ atau pamer adalah usaha meraih tempat di hati manusia dengan menampakkan perilaku yang baik. Allah Ta’ala berfirman, “Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya.”5 Maksudnya, jangan ingin dilihat orang dengan amalnya.

Rasulullah Muhamad saw bersabda, “Sesungguhnya hal yang paling aku takutkan akan menimpa diri kalian adalah syirik kecil, yakni riya. Di hari kiamat Allah berfirman kepada orang yang riya ketika Allah membalas amal manusia, ‘Pergilah kalian kepada orang-orang yang untuk mereka kalian pamerkan amal kalian ketika di dunia. Lihatlah apakah kalian akan mendapati balasan kebaikan dari mereka?” Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dengan isnad yang jayyid.

Orang yang ingin mengosongkan diri dari sifat riya yang amat tercela ini membutuhkan guru yang sempurna, untuk menuntunnya berjalan di jalan ghaib lalu mengantarkannya ke hadirat Allah ‘Azza wa Jalla.

Sebab, … (bersambung)

Catatan:

  1. QS al-Araf [7] 146
  2. QS al-Mu’min [40]: 35
  3. QS al Baqarah [2] 34
  4. QS Ali Imran [3] 180
  5. QS Al-Kahfi [18] 110

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *