Tanwir-al-Qulub | Bagian Kedua-Bab 8 : Takhliyah Dan Tahliyah (1/5)

Menerangi Qalbu
Manusia Bumi, Manusia Langit
Pengarang : Syaikh Muhammad Amin Al Kurdi An Naqsyabandiy
Penerbit : Pustaka Hidayah , Bandung

TAKHLIYAH DAN TAHLIYAH

Takhliyah adalah mengosongkan diri dari akhlak dan sifat-sifat yang buruk. Sedangkan tahliyah adalah menghiasi diri dengan perilaku yang terpuji.

Wahai para murid, setelah engkau bertobat engkau harus mengosongkan diri dari sifat-sifat yang tercela. Sebab, sifat tercela adalah najis maknawi. Seorang hamba tidak akan bisa mendekat ke hadirat Allah Yang Mahasuci dengan jiwa yang masih dilekati sifat-sifat tercela, sebagaimana dia tidak akan bisa mendekati (melaksanakan) ritual ibadah kepada Allah dengan badan yang bernajis. Oleh karena itu, seorang penempuh jalan spiritual harus membersihkan dirinya secara total dari sifat-sifat tercela dan menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji.

Sifat-sifat tercela itu diantaranya adalah dengki, dendam, sombong, bangga diri, bakhil, riya, cinta pangkat dan jabatan, bermegah-megahan, marah, menggunjing, mengadu domba, dusta, banyak bicara dan lain lain.

1. Dengki (al-hasad)

Hasad atau dengki adalah perasaan tidak senang terhadap nikmat Allah Ta’ala yang didapat orang lain dan merasa senang jika nikmati lenyap darinya. Dengki merupakan salah satu sifat tercela yang paling buruk. Sifat ini hanya bisa diputus dari batin secara total dengan menempuh jalan tasawuf. Rasulullah saw bersabda, “Hasad akan melalap kebaikan laksana api membakar kayu bakar.” (HR. Ibnu Majah)

Tidak ada kejahatan yang lebih berbahaya daripada dengki. Sebab kedengkian akan menjerumuskan pelakunya ke dalam lima siksaan sebelum kesengsaraan menimpa orang yang didengkinya. Pertama, dia akan mengalami kegelisahan yang tidak berkesudahan. Kedua, mengalami musibah (kesengsaraan) yang tidak berpahala. Ketiga, tercela karena dengki sama sekali tidak terpuji. Keempat, dibenci Allah. Kelima, pintu hidayah tertutup untuknya.

Al-Hasan al-Bashri ra. berkata, “Wahai anak Adam, mengapa engkau mendengki saudaramu. Jika yang diberikan Allah Ta’ala kepadanya itu merupakan pemuliaan dari-Nya, mengapa engkau mendengki orang yang telah dimuliakan Allah Ta’ala. Dan kalaupun yang diberikan Allah kepadanya itu bukan merupakan pemuliaan dari-Nya, mengapa pula engkau mesti mendengki orang yang nantinya akan kembali ke neraka.”

Salah seorang ‘arif berkata, “Ada tiga orang yang doanya tidak akan dikabulkan, yakni orang yang makan makanan haram, orang yang banyak menggunjing dan orang yang di dalam hatinya penuh dengan kedengkian terhadap saudaranya sesama muslim.

At-Tirmidzi meriwayatkan dari Anas r.a., bahwa Rasulullah saw bersabda, “Wahai anakku, jika engkau mampu menjalani pagi dan sore hari tanpa sedikit pun ghisysy1 di dalam hatimu terhadap seorang pun maka lakukan.” Hadits serupa diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad yang shahih2, juga oleh al-Baihaqi dan perawi lainnya.

‘Abdullah ibn ‘Umar berkata, “Rasulullah saw. ditanya, “Ya Rasulullah, siapa manusia yang paling utama? Rasulullah saw. menjawab, “Setiap orang yang hatinya makhmum dan lisannya jujur.” Para sahabat bertanya, “Kalau lisan yang jujur kami paham. Tetapi apa yang di maksud makhmum al-qalb, ya Rasulullah?” Rasulullah saw. menjawab, “Dia yang bertakwa dan bersih, tidak jahat, tidak zalim dan tidak dengki.

Ketahuilah bahwa hasad yang tercela menurut syara’ adalah berharap lenyapnya nikmat Allah Ta’ala dari orang lain. Selaras dengan firman Allah Ta’ala, “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) lantaran karunia yang Allah telah berikan kepadanya?3

Adapun hasad yang hanya berupa keinginan untuk mendapatkan nikmat yang serupa didapat orang lain tanpa dibarengi dengan keinginan agar nikmat tersebut lenyap dari orang lain, itu tentu baik bila nikmat tersebut merupakan kebaikan ukhrawi. Allah Ta’ala berfirman, ” dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.4

Rasulullah saw. bersabda, “Tidak boleh hasad selain dalam dua hal. Iri terhadap lelaki yang telah dikaruniai Alqur’an oleh Allah lalu dia membacanya siang dan malam, dan iri terhadap lelaki yang dikaruniai harta yang banyak oleh Allah Ta’ala lalu dia menafkahkannya di dalam kebaikan sepanjang siang dan malam.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Ketahuilah bahwa mengosongkan diri dari sifat-sifat tercela ini membutuhkan bimbingan seorang guru yang sempurna. Tanpa guru yang sempurna, seseorang tidak akan bisa mengosongkan diri dari sifat-sifat tersebut, meskipun telah demikian maksimal dalam beribadah. Kecuali bila Allah Ta’ala membimbingnya langsung dengan hembusan rahmat dari-Nya.

2. Dendam (al-hiqd)

Al-hiqd atau dendam adalah menyimpan rasa permusuhan, kebencian, atau memutuskan hubungan persaudaraan. Ini sungguh merupakan sifat buruk yang tercela. Karena dendam akan memunculkan kedengkian, sikap menjauhi dan memusuhi serta mencari-cari aib orang lain.

Rasulullah saw bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari. Barangsiapa menjauhi saudaranya lebih dari tiga hari, dia akan mati lalu masuk neraka.5 Tentu selama orang yang dijauhinya itu bukan orang yang berbuat maksiat secara terang-terangan dan tidak mau berhenti setelah mencegahnya.

Ibnu Umar r.a. berkata, “Rasulullah naik mimbar, lalu berucap dengan suara yang keras, ‘Wahai orang-orang yang berislam hanya dengan lisannya tanpa iman menancap di hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum muslim, jangan mengganggu mereka, jangan memata matai aurat mereka. Sesungguhnya orang yang memata-matai aurat saudaranya yang muslim, Allah akan memata-matai auratnya. Kalau Allah memata-matai auratnya, maka orang yang auratnya dimata-matai Allah, tentu Allah akan mencemarkannya, meski dia berada di dalam rumahnya sendiri.'” (HR at-Tirmidzi)

3. Sombong (al-kibr)

Al-kibr atau sombong adalah rasa diri agung yang muncul karena memandang diri berada di atas orang lain. Allah Ta’ala berfirman. “Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. Mereka jika melihat tiap-tiap ayat-(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. Dan ..

(bersambung)

Catatan:

  1. Pengkhianatan, penipuan atau pemalsuan
  2. At-Tirmindzi mengatakan bahwa hadits ini hasan
  3. QS. an-Nisa’ [4]: 54
  4. QS an-Nisa’ [4]: 32
  5. HR. Abu Dawud

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *