Tahun Ketujuh Hijriah – Nurul Yaqin (1/3)

NŪR-UL-YAQĪN
 
Judul Asli:
Nūr-ul-Yaqīn fī Sīrati Sayyid-il-Mursalīn
Penulis: Muhammad al-Khudhari Bek

 
Alih Bahasa: Muhammad Faisal Fadhil
Penerbit: UMMUL QURA
 
(Diketik oleh: Zulfa)

TAHUN KETUJUH HIJRIAH

Perang Khaibar

Pada Bulan Muḥarram tahun ketujuh hijriah, Rasūlullāh s.a.w. memerintahkan kaum Muslimīn supaya bersiap-siap untuk menyerang kaum Yahudi Khaibar. Pasalnya, mereka pihak yang paling besar dalam menggerakkan Pasukan Aḥzāb untuk melawan Rasūlullāh s.a.w. dalam Perang Khandaq yang telah lalu. Mereka masih terus bekerja keras menggalang sekutu dengan bangsa ‘Arab untuk melawan Rasūlullāh s.a.w., sebagaimana yang telah kami kemukakan dalam kisah Ka‘ab bin al-Asyraf.

Pada saat itu, Rasūlullāh s.a.w. berhasil menggerakkan bangsa ‘Arab yang berada di sekitarnya, yaitu mereka yang ikut andil dalam Perang Ḥudaibiyah, dan datanglah orang-orang yang tidak ikut berperang sebelumnya. Mereka meminta diidzinkan untuk ikut kali ini, maka Rasūlullāh s.a.w. berkata kepada mereka: “Jangan kalian keluar bersamaku selain untuk berjihad. Adapun mengenai ghanīmah, aku tidak akan memberikannya sedikitpun kepada kalian.” Lalu Rasūlullāh s.a.w. memerintahkan seseorang untuk mengumumkan seruan tersebut.

Kemudian Rasūlullāh s.a.w. berangkat setelah mengangkat shahabat Sibā‘ bin ‘Urfuthah al-Ghifārī (سِبَاعَ بن عُرْفُطَةَ الغفاري.) untuk memimpin di Madīnah. Di antara istri-istri Rasūlullāh s.a.w. yang ikut kali ini adalah Ummu Salamah r.a.

Ketika pasukan kaum Muslimīn memasuki tanah Khaibar yang jauhnya hanya seratus mil dari kota Madīnah, yaitu ke arah barat daya, mereka mengangkat suara seraya mengumandangkan takbīr dan doa. Rasūlullāh s.a.w. berkata kepada mereka:

Perlahan-lahanlah karena sesungguhnya kalian bukan berdoa (meminta) kepada (Dzāt) yang tuli dan bukan pula kepada yang tidak hadir, sesungguhnya kalian berdoa kepada Yang Maha Mendengar lagi Mahadekat. Dia selalu bersama kalian.” (1241)

Perlu diketahui, benteng Khaibar itu terdiri atas tiga bagian. Antara satu dengan yang lain terpisah-pisah, yaitu benteng Nathāh (النَّطَاة), benteng Katsaibah/Kutaibah (الكَثيبة/الكتيبة), dan benteng Syiq (الشِّق). Benteng yang pertama (Nathāh) terdiri dari tiga bagian lagi, yaitu benteng Nā‘im (ناعم), benteng Sha‘b (الصَّعْب), dan benteng Qullah (قُلَّةٍ). Benteng yang kedua (Katsaibah/Kutaibah) terdiri dari dua bagian, yaitu benteng Ubai (أُبيّ) dan benteng Barī’ (البريء). Sementara benteng yang ketiga (Syiq) terdiri dari tiga bagian, yaitu benteng Qamūsh (القَمُوص), benteng Wathīḥ (الوَطِيْح), dan benteng Sulālim (السُّلالم).

Rasūlullāh s.a.w. memulai serangannya pada benteng Nathāh, sedangkan pasukan kaum Muslimīn berada di sebelah timurnya, jauh dari jangkauan anak panah. Namun, sebelum itu, Rasūlullāh s.a.w. memerintahkan bala tentaranya supaya menebangi pohon-pohon kurma milik musuh dengan maksud menakut-nakuti mereka supaya mau menyerah. Kemudian kaum Muslimīn menebangi pohon-pohon kurma itu. Diperkirakan jumlah yang ditebang pada waktu itu sebanyak empat ratus batang pohon. Ketika Rasūlullāh s.a.w. melihat kaum Yahudi masih juga tidak mau menyerah dan bertekad untuk melakukan peperangan, Rasūlullāh s.a.w. mulai melancarkan serangan ke benteng Nā’im. Peperangan berlangsung dengan saling memanah di antara kedua belah pihak. Panji peperangan kaum Muslimīn pada saat itu dipegang oleh shahabat dari kalangan Muhājirīn.

Peperangan pada hari itu tidak membawa hasil apa-apa. Pada hari itu, Maḥmūd bin Maslamah, saudara Muḥammad bin Maslamah, gugur. Setiap hari, Rasūlullāh s.a.w. berangkat ke medan perang bersama sebagian pasukannya untuk menyerang musuh, sebagian pasukan lainnya ditinggalkan untuk menjaga perkemahan. Pada malam keenam, penjaga perkemahan, yaitu ‘Umar bin Khaththāb, berhasil menangkap seorang Yahudi yang mencoba keluar dari benteng pada tengah malam. Lalu orang Yahudi itu dihadapkan kepada Rasūlullāh s.a.w. Ketika merasa ketakutan, ia berkata: “Apabila kalian menjamin keselamatanku, akan kutunjukkan kepada kalian sesuatu yang dapat mengantarkan kalian kepada kemenangan.” Para shahabat menjawab: “Tunjukkan itu pada kami, kami telah menjamin keselamatanmu.”

Lelaki Yahudi itu berkata: “Sesungguhnya penduduk benteng ini telah tertimpa rasa jenuh dan letih. Ketika aku keluar, mereka sedang mengungsikan anak-anak mereka ke benteng Syiq. Besok mereka akan keluar untuk bertempur melawan kalian. Apabila kalian besok dapat menaklukkan benteng ini maka akan kutunjukkan kepada kalian gudang tempat menyimpan manjanīk (alat pelontar batu), dabābāt (alat pendobrak benteng), baju-baju besi, dan banyak pedang. Apabila kalian berhasil menguasai semua senjata itu, niscaya mudah bagi kalian untuk menaklukkan benteng-benteng yang lain. Sebab, pada hari itu juga kalian dapat menggunakan manjanīk, dan beberapa orang dari kalian dapat masuk ke dalam dabābāt dan mereka pasti akan bisa mendobrak benteng, maka pada hari itu juga kalian membuka benteng mereka.

Rasūlullāh s.a.w. berkata kepada Muḥammad bin Maslamah: “Besok aku akan memberikan panji peperangan kepada seorang lelaki yang mencintai Allah dan Rasūl-Nya serta keduanya mencintainya.” Semua kaum Muhājirīn dan Anshār pada malam itu berharap diserahi panji perang, sampai ‘Umar bin Khaththāb r.a. pun berkata: “Aku belum pernah mengharapkan menjadi pemimpin selain pada malam ini.

Pada keesokan harinya, Rasūlullāh s.a.w. menanyakan keberadaan ‘Alī bin Abī Thālib r.a. Lalu beliau diberitahu bahwa matanya sedang sakit. Rasūlullāh s.a.w. mengutus seseorang untuk menjemputnya. Ketika ‘Alī sampai di hadapan beliau, maka beliau meludahi kedua matanya. Seketika itu juga, shahabat ‘Alī sembuh, seolah-olah matanya tidak pernah kena apa-apa. Selanjutnya, Rasūlullāh s.a.w. memberikan panji peperangan kepadanya, lalu ‘Alī berangkat bersama kaum Muslimīn ke medan perang. (1252)

Di medan perang, kaum Muslimīn menjumpai kaum Yahudi telah bersiap-siap untuk menyambut mereka. Lalu keluarlah seorang Yahudi menantang perang tanding. Shahabat ‘Alī maju meladeninya dan berhasil membunuhnya. Kemudian muncullah Marḥab. Ia adalah orang Yahudi yang paling pemberani, tetapi shahabat ‘Alī berhasil membunuhnya. Lalu muncullah saudaranya yang bernama Yāsir, tetapi ia berhasil dibunuh oleh Zubair bin al-‘Awwām.

Setelah perang tanding usai, kaum Muslimīn menyerang pasukan Yahudi sehingga dapat memukul mereka. Mereka melarikan diri menuju ke benteng, dan kaum Muslimīn terus mengejarnya. Kaum Muslimīn memasuki benteng mereka didahului oleh peperangan yang sengit. Akhirnya, musuh melarikan diri ke benteng yang berada di sebelah benteng pertama, yaitu benteng Sha‘b. Kaum Muslimīn memperoleh banyak Ghanīmah dari benteng Nā‘im berupa roti dan kurma.

Setelah itu, kaum Muslimīn mengejar orang-orang Yahudi yang kini berlindung di dalam benteng Sha‘b. Kaum Yahudi dengan gigih mempertahankan benteng ini sehingga mereka dapat menahan laju pasukan kaum Muslimīn dan dapat mengusir mereka dari benteng tersebut. Namun, al-Ḥubāb bin al-Mundzir bersama kawan-kawannya tetap bertahan. Mereka bertempur dengan gigih, dan akhirnya mereka berhasil memukul mundur pasukan Yahudi. Kemudian al-Ḥubāb bersama kawan-kawannya berhasil menaklukkan benteng tersebut. Di dalam benteng itu mereka menemukan banyak ghanīmah berupa makanan. Rasūlullāh s.a.w. memerintahkan penyeru supaya menyatakan: “Makanlah dan beri makan hewan kendaraan kalian, tetapi jangan mengambil sesuatu pun darinya.

Selanjutnya, orang-orang Yahudi yang kalah meninggalkan benteng tersebut pindah ke benteng Qullah, tetapi mereka dikejar oleh kaum Muslimīn dan kaum Muslimīn mengepung mereka selama tiga hari. Namun, benteng tersebut kuat sekali dan sulit didobrak. Pada hari keempat, orang Yahudi yang tertangkap sebelumnya menunjukkan kepada kaum Muslimīn sumber-sumber air minum mereka. Kemudian sumber-sumber air itu dikuasai kaum Muslimīn sehingga orang Yahudi tidak memperoleh suplai air minum. Akhirnya, mereka keluar dari benteng dan bertempur melawan kaum Muslimīn. Kedua pasukan terlibat dalam pertempuran yang sengit sekali. Akhirnya, pasukan Yahudi kalah, lalu mereka pindah ke benteng Syiq.

Kemudian pasukan kaum Muslimīn mengejar mereka, dan memulai serangan yang ditujukan ke benteng Ubai. Maka keluarlah penghuninya dan bertempur melawan kaum Muslimīn. Mereka terlibat dalam pertempuran yang sengit.

Dalam pertempuran ini, Abū Dujānah al-Anshārī memperoleh kemenangan yang gemilang sehingga ia bersama teman-temannya dapat memasuki benteng tersebut secara paksa. Di dalam benteng itu, kaum Muslimīn menemukan banyak ghanīmah berupa perabot rumah tangga, harta benda, dan makanan. Sementara Yahudi yang kalah, pindah ke benteng Barī’ yang berada di sebelahnya. Mereka mempertahankan benteng ini dengan kuat sekali. Para penduduknya terkenal sebagai orang-orang Yahudi yang paling ahli dalam melempar tombak dan batu, sehingga Rasūlullāh s.a.w. sempat terkena sebagian lemparannya.

Kemudian kaum Muslimīn memasang manjanik dan melempari mereka dengan batu. Batu-batu yang dilemparkan dengan manjanik kaum Muslimīn jauh di tengah-tengah benteng sehingga membuat panik penduduknya, lalu mereka lari dan meninggalkannya. Dengan demikian, kali ini kaum Muslimīn dapat menaklukkan benteng tersebut tanpa jerih-payah yang berat. Di dalam benteng itu, kaum Muslimīn menemukan banyak ghanīmah berupa perabotan yang terbuat dari tembaga dan keramik. Rasūlullāh s.a.w. berkata kepada pasukan kaum Muslimīn. “Cucilah semuanya, lalu kalian boleh memakainya untuk memasak.”

Selanjutnya, kaum Muslimin mengejar sisa-sisa pasukan Yahudi yang berlindung di benteng Kutaibah, lalu mereka memulai serangan terhadap benteng Qamūsh. Kaum Muslimīn mengepung benteng ini selama dua puluh hari. Akhirnya, benteng ini berhasil ditaklukkan oleh ‘Alī bin Abī Thālib r.a. dan dari dalam benteng ini ditawanlah Shafiyyah binti Ḥuyay bin Akhthab.

Catatan:

  1. 124). HR al-Bukhārī (2992, 4205, 6384).
  2. 125). HR. Muslim (2405, 2406).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *