Tahun Kesepuluh Hijriah – Nurul Yaqin

NŪR-UL-YAQĪN
 
Judul Asli:
Nūr-ul-Yaqīn fī Sīrati Sayyid-il-Mursalīn
Penulis: Muhammad al-Khudhari Bek

 
Alih Bahasa: Muhammad Faisal Fadhil
Penerbit: UMMUL QURA
 
(Diketik oleh: Zulfa)

TAHUN KESEPULUH HIJRIAH

Sariyyah Khālid bin al-Walīd ke Najrān untuk Menyerang Bani ‘Abd-il-Madān

Pada bulan Rabī‘-ul-Ākhir, Rasūlullāh s.a.w.mengirimkan shahabat Khālid bin al-Walīd bersama sepasukan kaum Muslimīn untuk mendatangi Bani ‘Abd-il-Madān di Najrān, wilayah Yaman. Sebelum berangkat, Rasūlullāh s.a.w. memerintahkan Khālid bin al-Walīd supaya menyeru mereka untuk masuk Islam sebanyak tiga kali. Apabila mereka menolak maka mereka harus diperangi.

Setelah Khālid dan pasukannya sampai di negeri mereka, ia mengirimkan orang-orangnya ke segala penjuru negeri itu untuk menyeru mereka masuk Islam. Mereka menyerukan: “Masuk Islamlah kalian, niscaya kalian selamat.” Akhirnya, mereka masuk Islam secara berbondong-bondong, dan kini mereka menjadi pemeluk agama Allah.

Khālid bin al-Walīd bermukim di tengah mereka selama beberapa waktu untuk mengajarkan agama Islam dan al-Qur’ān. Kemudian ia mengirimkan surat kepada Rasūlullāh s.a.w.untuk memberitahukan apa yang telah dilakukannya. Rasūlullāh s.a.w. membalas suratnya seraya memerintahkan supaya ia mengirimkan utusan dari kalangan Bani ‘Abd-il-Madān untuk menghadap, dan Khālid pun melaksanakan perintah itu.

Ketika para utusan dari Bani ‘Abd-il-Madān bertemu dengan Rasūlullāh s.a.w., beliau bertanya kepada mereka: “Apakah yang menyebabkan kalian selalu menang terhadap orang-orang yang memerangi kalian pada masa jahiliah dahulu?”

Mereka menjawab: “Kami bersatu dan tidak pernah bercerai-berai, dan kami tidak pernah berbuat zhālim terhadap orang lain.”

Rasūlullāh s.a.w. berkata: “Kalian memang benar.”

Selanjutnya, Rasūlullāh s.a.w. mengangkat Zaid bin Ḥushain sebagai pemimpin mereka.

Sariyyah ‘Alī bin Abī Thālib ke Bani Madzhij

Pada bulan Ramadhān, Rasūlullāh s.a.w. mengirimkan shahabat ‘Alī sebagai pemimpin pasukan untuk menemui Bani Madzhij (salah satu kabilah di Yaman). Rasūlullāh s.a.w. memakaikan serban kepada shahabat ‘Alī dengan tangan beliau sendiri seraya berkata: “Berangkatlah engkau hingga sampai di tempat mereka, lalu ajaklah mereka kepada kalimat lā ilāha illallāh (tiada tuhan yang berhak di‘ibādahi selain Allah). Bilamana mereka mau mengatakannya, perintahkanlah mereka untuk mengerjakan shalat, dan jangan engkau menyuruh mereka selain itu. Sesungguhnya, apabila Allah memberikan petunjuk kepada seorang lelaki melalui dirimu maka itu lebih baik bagimu daripada apa yang matahari terbit padanya—dunia seisinya—. Jangan sekali-kali kamu memerangi mereka sebelum mereka memulai dahulu peperangannya.”

Sesampainya disana, shahabat ‘Alī bersama pasukannya mengajak mereka masuk Islam, tetapi mereka menolak, tidak mau, dan bahkan mereka menembaki kaum Muslimīn dengan anak panah. Shahabat ‘Alī dengan sigap menyusun barisan pasukannya, dan terjadilah pertempuran di antara kedua pasukan. Akhirnya, shahabat ‘Alī dapat mengalahkan mereka dan mereka melarikan diri, tetapi ‘Alī membiarkan mereka lari selama beberapa waktu. Setelah itu, ‘Alī mengejar mereka. Sesudah terkejar, lalu ia mengajak mereka masuk Islam. Akhirnya mereka mau menurut dan para pemimpinya berbaiat masuk Islam. Mereka berkata: “Kami adalah wakil dari orang-orang yang berada di belakang kami, yaitu kaum kami. Ini semua harta milik kami, silahkan ambil sebagian daripadanya sebagai hak Allah (zakat).” Shahabat ‘Alī melakukannya. Setelah itu, ia kembali kepada Rasūlullāh. Ternyata Rasūlullāh s.a.w. berada di Makkah pada saat Haji Wadā‘, dan ia menemuinya di sana.

Mengutus Pegawai untuk Negeri Yaman

Kemudian Rasūlullāh s.a.w. mengutus wakil-wakilnya untuk negeri Yaman. Beliau mengutus shahabat Mu‘ādz bin Jabal ke daerah pegunungan Yaman dari arah Aden (عدن), dan shahabat Abū Mūsā al-Asy‘arī ke daerah dataran rendahnya. Kemudian Rasūlullāh s.a.w. berpesan kepada keduanya:

Permudahlah dan jangan mempersulit; berilah kabar gembira dan jangan membuat orang lari.” (32)

Secara khusus, beliau s.a.w. berpesan kepada shahabat Mu‘ādz bin Jabal sebagai berikut:

Sesungguhnya engkau akan bertemu dengan kaum Ahli-Kitāb, maka apabila engkau telah mendatangi mereka maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa tiada ilāh (yang berhak diibadahi) selain Allah dan bahwa Muḥammad adalah Rasūl Allah. Maka jika mereka mau taat pada ajaranmu itu, beritahukanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya mereka, kemudian diberikan kepada kaum fakir-miskin mereka. Jika mereka mau menaati seruanmu itu maka hati-hatilah terhadap harta mereka yang berharga. Dan takutlah engkau terhadap doa orang yang teraniaya karena sesungguhnya doa orang yang teraniaya itu tidak akan ditolak oleh Allah.” (33)

Shahabat Mu‘ādz bin Jabal bermukim di Yaman hingga Rasūlullāh s.a.w. wafat, sedangkan shahabat Abū Mūsā kembali kepada Rasūlullāh s.a.w. dan bertemu dengan beliau pada Haji Wadā‘.

 

PASAL 2

HAJI WADĀ‘ (34)

Pada tahun kesepuluh hijriah, Rasūlullāh s.a.w. menjalankan ‘ibādah haji bersama kaum Muslimīn. Dalam ‘ibādah haji ini, Rasūlullāh s.a.w. berpamitan kepada kaum Muslimīn semuanya. Beliau s.a.w. belum pernah berhaji selain ketika itu. Tepatnya pada hari Sabtu tanggal 5 Dzul-Qa‘dah, Rasūlullāh s.a.w. berangkat dari Madīnah untuk menunaikan Haji Wadā‘. Beliau s.a.w. mengangkat shahabat Abū Dujānah al-Anshārī r.a. untuk memimpin di Madīnah. Pada saat itu, Rasūlullāh s.a.w. disertai jamā‘ah yang sangat banyak jumlahnya; mencapai sembilan puluh ribu orang. Beliau s.a.w. berihram sejak menaiki kendaraannya, kemudian membaca talbiyah, seperti berikut ini:

Kupenuhi panggilan-Mu, ya Allah, kepenuhi panggilan-Mu. Kupenuhi panggilan-Mu, tiada sekutu bagi-Mu, kupenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji dan nikmat serta kerajaan hanyalah bagi-Mu, tiada sekutu bagi-Mu.”

Rasūlullāh s.a.w. terus berjalan hingga memasuki kota Makkah pada waktu Dhuḥā dari Tsaniyat-ul-‘Ulyā, yaitu Tsaniyat-ul-Kadā’. Ketika melihat Ka‘bah, beliau berdoa:

Ya Allah, tambahkanlah kemuliaan, keagungan, pengaruh, dan kebajikan kepadanya.”

Kemudian Rasūlullāh s.a.w. langsung thawaf di Baitullāh sebanyak tujuh kali lalu mencium Ḥajar Aswad dan shalat dua rakaat di maqām Ibrāhīm. Setelah itu, beliau meminum air zamzam, kemudian sa‘ī antara Shafā dan Marwah (الصفا والمروة) sebanyak tujuh kali seraya menaiki kendaraannya. Bilamana menaiki bukit Shafā, beliau mengucapkan doa berikut ini:

Tiada ilāh (yang berhak di‘ibādahi) selain Allah. Allah Maha Besar, tiada ilāh (yang berhak di‘ibādahi) selain Allah semata. Dia telah menunaikan janji-Nya, menolong hamba-Nya, dan mengalahkan golongan yang bersekutu sendirian.”

Pada tanggal 8 Dzul-Ḥijjah, Rasūlullāh s.a.w. berangkat menuju Minā, lalu menginap di sana. (35)