Tahun Keenam Hijriah – Nurul Yaqin (1/2)

NŪR-UL-YAQĪN
 
Judul Asli:
Nūr-ul-Yaqīn fī Sīrati Sayyid-il-Mursalīn
Penulis: Muhammad al-Khudhari Bek

 
Alih Bahasa: Muhammad Faisal Fadhil
Penerbit: UMMUL QURA
 
(Diketik oleh: Zulfa)

Rangkaian Pos: Ghazawat & Saraya - Nurul Yaqin

TAHUN KEENAM HIJRIAH

Sariyyah Muḥammad bin Maslamah ke Dhariyyah (961)

Pada Tanggal 10 Muḥarram tahun keenam hijriah, Rasūlullāh s.a.w. mengirim Muḥammad bin Maslamah bersama tiga puluh pasukan berkuda dengan tujuan memerangi Bani Bakr bin Kilāb yang tinggal di Dhariyyah (972). Kemudian Muḥammad bin Maslamah membawa pasukannya menuju tempat mereka. Pada siang hari mereka berhenti untuk istirahat, dan bila malam tiba mereka berjalan sehingga sampai ke tempat mereka. Sesampainya di tempat mereka, Muḥammad bin Maslamah langsung menyerbu hingga ia dapat membunuh sepuluh orang di antara mereka, sedangkan yang lainnya lari tunggang-langgang. Akhirnya, pasukan Muḥammad bin Maslamah mendapat ghanīmah berupa unta dan kambing, kemudian kembali ke Madīnah.

Di tengah perjalanan pulang, mereka bertemu dengan Tsumāmah bin Utsāl al-Ḥanafī, salah seorang tokoh dari Bani Ḥanīfah. Kemudian kaum Muslimīn menawannya, sedangkan mereka belum mengetahui siapa dia. Ketika mereka menghadapkannya kepada Rasūlullāh s.a.w., Beliau mengenalnya dan memperlakukannya dengan akhlāq yang mulia. Ia dibebaskan dari penawanan setelah tiga hari. Selama dalam penawanan itu, ia menolak untuk masuk Islām setelah ditawari oleh Rasūlullāh s.a.w.

Namun, setelah Tsumāmah melihat semua perlakuan baik dan akhlāq mulia dari Rasūlullāh s.a.w., ia berpikiran bahwa tidak ada gunanya ia mengikuti hawa nafsunya dan meninggalkan agama yang pilarnya adalah hal-hal yang terpuji. Lalu ia kembali kepada Rasūlullāh s.a.w. dan masuk Islām tanpa dipaksa. Tsumāmah berkata kepada Rasūlullāh s.a.w.: “Hai Muḥammad, demi Allah, dahulu tiada satu wajah pun di muka bumi ini yang lebih aku benci daripada wajahmu. Namun, sekarang wajahmu adalah wajah yang paling aku cintai. Demi Allah, dahulu tiada sesuatu agama pun di muka bumi yang aku benci daripada agamamu, tetapi sekarang sungguh ia adalah agama yang paling aku cintai. Demi Allah, dahulu tiada suatu negeri pun yang lebih aku benci daripada negerimu, tetapi sekarang sungguh ia adalah negeri yang paling aku cintai.” Mendengar pernyataan itu, Rasūlullāh s.a.w. sangat gembira, sebab di belakangnya terdapat kaum yang taat kepadanya.

Ketika Tsumāmah kembali ke negerinya melewati Makkah sembari ber‘umrah, di Makkah ia menampakkan keislamannya. Orang-orang Quraisy pun bermaksud menyakitinya, tetapi mereka ingat bahwa kebutuhan mereka akan biji-bijian disuplai dari negeri Yamāmah, tempat tinggal Tsumāmah. Akhirnya, mereka membiarkannya. Selain itu, Tsumāmah telah bersumpah bahwa ia tidak akan mengirimkan hasil biji-bijiannya lagi kepada penduduk Makkah sebelum mereka mau beriman kepada Rasūlullāh s.a.w. Hal tersebut membuat penduduk Makkah kelabakan dan sangat menderita. Mereka tidak punya alternatif lain kecuali meminta pertolongan Rasūlullāh s.a.w. dan Beliau pun menerima kedatangan mereka dengan baik serta memperlakukan mereka dengan sikap belas kasih yang telah menjadi tabiat Beliau.

Akhirnya, Rasūlullāh s.a.w. mengirimkan surat kepada Tsumāmah agar ia mengembalikan hasil biji-bijian dari negeri Yamāmah. Tsumāmah pun memenuhi permintaan tersebut dengan baik.

Lelaki yang mulia ini (Tsumāmah), mempunyai peranan penting dalam kaumnya setelah Nabi s.a.w. wafat. Yaitu ketika kebanyakan penduduk negerinya murtad. Ia selalu mencegah kaumnya mengikuti Musailamah al-Kadzdzāb, dan selalu mengatakan: “Hati-hatilah kalian dengan perkara yang gelap lagi tidak ada cahayanya itu (perkara Musailamah al-Kadzdzāb), sesungguhnya siapa yang mengikutinya, berarti telah dipastikan oleh Allah sebagai orang yang celaka.” Banyak di antara kaumnya yang berpendirian teguh bersamanya, tidak tergoda oleh Musailamah dan para pengikutnya.

Perang Bani Liḥyān

Bani Liḥyān adalah orang-orang yang membunuh ‘Āshim bin Tsābit dan kawan-kawannya. Rasūlullāh s.a.w. masih tetap dalam keadaan belasungkawa atas kematian mereka dan sangat ingin membalas musuh hingga bulan Rabī-‘ul-Awwal tahun keenam Hijriah. Maka Beliau s.a.w. memerintahkan para shahabat untuk bersiap-siap dan tidak memberitahukan sasarannya sebagaimana biasa dalam kebanyakan peperangan yang dilakukannya, supaya informasinya tidak diketahui oleh pihak musuh. Sebelum itu, Beliau mengangkat ‘Abdullāh bin Ummi Maktūm untuk memimpin Madīnah.

Rasūlullāh s.a.w. berjalan dengan membawa 200 pasukan berkendaraan, termasuk 20 pasukan berkuda. Rasūlullāh s.a.w. terus berjalan hingga sampai di tempat terbunuhnya para shahabat (‘Āshim dan kawan-kawannya). Di tempat itu, Beliau memohonkan rahmat dan ampunan kepada Allah untuk mereka yang telah gugur sebagai syuhadā’. Tatkala Bani Liḥyān mendengar berita kedatangan Rasūlullāh s.a.w. dan pasukannya, mereka melarikan diri ke daerah pegunungan. Lalu Beliau s.a.w. tinggal di perkampungan mereka selama dua hari seraya mengirimkan beberapa sariyyah untuk mengejar mereka, tetapi tidak menemukan seorang pun dari mereka. Kemudian Rasūlullāh s.a.w. mengirimkan sebagian dari para shahabat untuk pergi ke ‘Usfān (983) supaya mereka tahu ada penduduk Makkah sehingga membuat mereka takut.

Setelah itu, kaum Muslimīn berangkat menuju Kurā‘-ul-Ghamīm (994) dan terus pulang ke Madīnah. Rasūlullāh s.a.w. berdoa:

Kami kembali dalam keadaan bertobat dan memuji Rabb kami. Aku berlindung kepada Allah dari perjalanan yang melelahkan, pulang dalam keadaan kecewa, serta buruknya keadaan keluarga dan harta benda.” (1005)

Perang al-Ghābah

Nabi s.a.w. memiliki 20 ekor unta perah yang digembalakan di daerah al-Ghābah. (1016) Kemudian, ternak milik Nabi itu diserang oleh ‘Uyainah bin Ḥishn bersama empat puluh tentara berkuda. Lalu mereka merampas semua ternak tersebut dari tangan pengembalanya. Berita mengenai peristiwa itu dengan cepat sampai kepada Rasūlullāh s.a.w. dan orang yang menyampaikan berita tersebut adalah Salamah bin Akwā’, salah seorang anggota pemanah Anshār dan pelari ulung.

Rasūlullāh s.a.w. memerintahkan Salamah supaya pergi membuntuti musuh untuk menyibukkan mereka dengan panah-panahnya, sehingga pasukan kaum Muslimīn dapat menyusul mereka. Ia pun berlari kencang hingga dapat menyusul musuh lalu memanahi mereka. Apabila pasukan berkuda musuh mengejarnya ia berlari dengan cepat sehingga tidak terkejar. Apabila pasukan berkuda memasuki daerah yang sempit di antara dua bukit maka Salamah bin Akwā’ menaiki bukit. Lalu melempari mereka dengan batu-batu dari atas bukit. Akhirnya, mereka membuang tombak dan tameng-tameng yang ada di tangan mereka supaya beban mereka menjadi ringan dan dapat berlari kencang supaya tidak terkejar oleh pasukan kaum Muslimīn.

Salamah bin Akwā’ terus melakukan hal ini sampai pasukan kaum Muslimīn dapat bergabung dengannya. Sebelum itu, Rasūlullāh s.a.w. mengajak para shahabat untuk melakukan pengejaran ini dan mereka menyambutnya. Orang pertama yang Beliau seru adalah al-Miqdād bin ‘Amr, Rasūlullāh s.a.w. bersabda kepadanya: “Pergilah untuk mengejar mereka, nanti aku akan menyusulmu.” Kemudian Beliau s.a.w. memberikan panji peperangan kepadanya. Lalu ia berangkat diikuti oleh pasukan berkuda hingga mereka dapat menyusul barisan belakang musuh. Setelah itu terjadi peperangan yang sengit. Seorang dari kaum Muslimīn gugur dan dua orang dari kaum kafir tewas.

Kaum Muslimīn dapat menyelamatkan sebagian besar unta, sedangkan sisanya dibawa lari oleh pasukan musuh yang berada di barisan depan. Kemudian Salamah bin Akwā’ meminta kepada Rasūlullāh s.a.w. supaya mengidzinkannya mengejar pasukan musuh yang tersisa, bersama beberapa pasukan kaum Muslimīn untuk menyerang mereka ketika lengah dan sedang beristirahat di oase mereka. Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sekarang engkau telah berhasil mengalahkan mereka maka maafkanlah mereka.” Kemudian kaum Muslimīn kembali setelah lewat lima hari.

Sariyyah Ukkāsyah bin Miḥshan ke Bani Asad (1027)

Bani Asad, yang kisahnya telah kami sebutkan di awal, sering menyakiti kaum Muslimīn yang melewati daerah mereka. Rasūlullāh s.a.w. mengutus ‘Ukkāsyah bin Miḥshan bersama empat puluh pasukan berkuda, guna menyerang mereka. Namun, ketika pasukan itu mendekati perkampungan, mereka melarikan diri. Di tempat itu, kaum Muslimīn menemukan seorang lelaki yang sedang tidur, lalu mereka menawannya supaya menunjukkan tempat ternak milik Bani Asad. Lelaki tersebut mau menjunjukkan tempatnya, kemudian kaum Muslimīn menggiring semua ternak milik mereka yang berjumlah 100 ekor unta. Setelah itu, mereka kembali ke Madīnah tanpa mendapatkan perlawanan sedikit pun dari pihak musuh.

Catatan:

  1. 96). Lihat, Ath-Thabaqāt, Ibnu Sa‘ad (2/111), dan Fatḥ-ul-Bārī (8/421).
  2. 97). Nama sebuah tempat yang jaraknya sejauh perjalanan tujuh malam dari Madīnah, terletak di tengah jalan yang menuju Bashrah.
  3. 98). Nama sebuah tempat dekat Makkah.
  4. 99). Nama sebuah bukit di sebelah selatan ‘Usfān jaraknya delapan mil.
  5. 100). HR Muslim (1345).
  6. 101). Suatu tempat yang jauhnya satu pos dari kota Madīnah letaknya pada jalan yang menuju ke arah Ghathafān.
  7. 102). Sīrat-un-Nabawiyyah (2/283).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *