Surat-Surat Sang Sufi | Surat Keenam (4/10)

Muhammad Ibn Abbad
Penerjemah : M.S. Nasrullah
Penyunting : Ilyas Hasan
Disunting ulang oleh M. Yudhie Haryono
Penerbit : Hikmah

(lanjutan)

[Jawaban atas pertanyaan ketiga: Tentang segi positif kesulitan-kesulitan yang menimpa jiwa rendah.]

Baiklah kuterangkan. Allah Swt telah mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk beribadah kepada-Nya. Dia telah memberitahu kita, bahwa Dia menciptakan mereka persis untuk tujuan itu. Dia berfirman: Aku ciptakan jin dan manusia hanyalah agar mereka beribadah kepada-Ku, (QS 51:56). Ibadah adalah salah satu karakteristik paling luhur dan agung. Dengan ibadah Dia menggambarkan nabi-nabi dan rasul-rasul-Nya. Ibadah adalah salah satu gelas termulia, yang dengannya Dia menamai mereka, khususnya nabi kita, Muhammad saw. Itulah sebabnya beliau mencapai kedudukan sangat tinggi daan menduduki posisi termulia dan bakal muncul di alam semesta pada hari Kiamat bersama semua Nabi dan Rasul di bawah panji-panji beliau.

Salah satu pertanyaan paling ringkas dan paling fasih tentang topik ini adalah ucapan seseorang, “Ibadah adalah visi spiritual tentang Keilahian.” Ungkapan ini meringkaskan makna penghambaan menurut kaum sufi. Hal itu berhubungan dengan kedudukan mengerjakan amal saleh yang disebutkan dalam hadis Jibril a.s. Dikatakan bahwa, “Ibadah berarti menjadi hamba-Nya dalam setiap keadaan, seolah-olah Dia adalah Tuanmu dalam  setiap keadaan. Juga dikatakan, “Ibadah mempunyai empai karakteristik: memenuhi janji, melaksanakan hukum, merasa senang dengan kondisi aktualnya, dan bersabar di saat kehilangan.” Maksud ungkapan ini dan lainnya yang serupa adalah bahwa ibadah  merupakan sifat yang inheren dalam diri sang hamba, yang mendorongnya untuk mematuhi perintah-perintah Ilahi, menghindari apa yang dilarang, dan pasrah kepada Ketentuan-ketentuan Ilahi. Penghambaan dimulai dari kedudukan kepasrahan, dan diakhiri dengan kedudukan berbuat amal saleh.

Hanya “Jiwa rendah/nafsu-ed. yang menyuruh pada kejahatan, (QS 12:53) sajalah yang bisa menyelewengkan sang hamba dari memenuhi ibadah yang sesuai dengan kedudukannya ini. Karena itu, satu-satunya cara untuk memenuhi ibadah yang sesuai dengan perintah-perintah Ilahi adalah berjuang melawan jiwa rendah di sepanjang jalan sahabat kaum sufi yang terpilih ini. Allah Swt. berfirman, Dan orang-orang yang berjihad demi Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka Jalan-jalan Kami,(QS 29 : 69). Dan juga, Sungguh, surga adalah tempat tinggal bagi orang yang menahan diri dari hawa nafsunya,” (QS 79 : 40 – 41). Dan menurut sabda Nabi, “Musuh terbesarmu adalah jiwa rendah (hawa nafsu) yang ada dikedua sisimu.” Allah Swt. memerintahkan kepada Dawud a.s untuk mengatakan, Jiwa rendahmu adalah musuh; sungguh tak ada lagi diseluruh kerajaan ini yang suka menentangku.

Al-Junayd menuturkan, “Suatu malam aku bangun untuk sholat malam, tapi aku tak merasa terhibur seperti biasanya. Kuputuskan untuk kembali tidur, tapi mata tak bisa juga dipejamkan. Kemudian aku duduk, kubuka pintu lalu pergi keluar. Di sana kulihat seseorang berpakaian wol tengah berbaring di jalan. Ketika dia melihatku, dia mengangkat kepalanya dan berkata, “Wahai Abu Al-Qasim, cepatlah kemari! ‘Baik tuan,’ jawabku. Lalu dia berkata, ‘Aku memohon kepada Sang Pembangkit Qalbu agar membangkitkan qalbumu.’ ‘Dia baru saja melakukannya,’ jawabku. ‘Apa yang engkau perlukan?’ Orang itu lalu bertanya kepadaku, ‘Kapan penyakit jiwa rendah menjadi obat buat dirinya sendiri?’ Aku menjawab, ‘Ketika jiwa rendah bertentangan dengan keinginannya, maka penyakit itu sendiri menjadi obatnya.’ Orang itu termenung sesaat, kemudian berkata, ‘Seandainya aku memberikan jawaban itu tujuh kali kepadamu, engkau akan menolaknya. Tapi kini engkau telah mendengarnya dari Al-Junayd, maka engkau pun mendengarkannya.’ Lalu orang itu berpaling dariku, aku tidak mengenalnya.”

Renungkanlah kisah luar biasa ini. Ada kisah-kisah lain tak terhitung jumlahnya yang memiliki maksud serupa. Dalam kaitan dengan berbagai cobaan yang digunakan Allah Swt. untuk menguji beberapa hamba-Nya.

Inilah, manfaat-manfaat pengingkaran diri dan latihan-latihan (spiritual – penerj.) seperti itu bisa membuahkan hasil, sebab cobaan itu menyebabkan sang hamba menahan keinginan dan membenci hawa nafsunya. Dia beroleh manfaat dari menanggung cobaan dengan penuh kesabaran, serta memperlihatkan sifat-sifat yang diperjuangkan sang hamba: rendah hati, kepasrahan yang bersifat meniadakan diri dan pengakuan akan kefakirannya. Orang yang mengalami berbagai cobaan, menjadi contoh dan teladan. Karena alasan itulah, para Nabi menjadi teladan kita, sesuai dengan firman Allah Swt., “Karena itu bersabarlah, seperti rasul-rasul berhati teguh telah bersabar,”(QS 46 : 35). Sungguh, mereka terbiasa mendapat penderitaan dan kesulitan – Ayyub a.s. misalnya.

Mereka dipotong dengan gunting dan digergaji menjadi dua, dan semua itu ada tujuh puluh Nabi. Lantas, mengatakan bahwa segala sesuatu yang membebani jiwa rendah/nafsu adalah baik, berarti mengatakan bahwa setiap cobaan adalah karunia.

[Jawaban atas pertanyaan keempat: Uraian tentang soal-soal ringan yang terpuji.]

Orang mungkin bertanya, apakah kalau setiap aktifitas yang kurang bertumpu pada jiwa rendah atau yang menyebabkannya bertindak secara tetap melalui rahmat dan harapan, adalah suatu keburukan dan penyebab suatu kesusahan, haruskah orang meminta beban dan kesengsaraan dan mencarinya secara aktif, karena semuanya itu sesungguhnya adalah karunia yang baik, ataukah cara seperti ini dianjurkan?

Untuk pertanyaan pertama, aku menjawab tidak, sebab orang bisa menemukan segala macam amal saleh yang mudah bagi jiwa maupun yang terpuji, dan menemukan berbagai karunia yang menyenangkan, sepenuhnya positif, dan tidak mengandung keburukan.

Aku mengacu kepada jenis keringanan yang dialami sebagian orang dalam berbagai tindakan, seperti memutuskan diri dari kesibukan duniawi, beristirahat menenangkan perhatian qalbu, atau bersyukur atas karunia yang melebihi harapan dan yang menyenangkan. Beberapa sumber keringanan, misalnya adalah membahagiakan orang yang bersedih hati, memberi makan orang-orang lapar, memberi pakaian orang-orang yang telanjang, memberi minum orang-orang yang kehausan, melindungi anak-anak yatim, membantah penyesatan-ed. agama lain, dan sebagainya.

Karena itu, mengalami keringanan  dan kebahagian rahmat berkat amal-amal seperti ini, merupakan sarana untuk mematuhi dan menyembah Allah. Inilah berbagai rahmat yang diberikan kepada orang-orang yang memberi makan, minum, pakaian, perlindungan, memberi tumpangan, atau menikahkan. Akan tetapi, seperti aku jelaskan, adalah patut dipujikan kalau merasa senang dengan amal-amal penuh rahmat ini saja, lantaran semuanya itu merupakan peringatan keras terhadap kecenderungan alami seseorang, dan bukan lantaran semuanya itu berfungsi sebagai sarana untuk mencapai tujuan kotor seseorang.

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *