Surat-Surat Sang Sufi | Pendahuluan (2/5)

Muhammad Ibn Abbad
Penerjemah : M.S. Nasrullah
Penyunting : Ilyas Hasan
Disunting ulang oleh M. Yudhie Haryono
Penerbit : Hikmah

(lanjutan)

Satu hasil penting dari keadaan ini kelihatannya bahwa, sementara di Timur (wilayah Masyriqi) tasawuf berkembang melalui persaingan dengan ilmu-ilmu hadits dan hukum, sedang mazhab fiqih yang agak konservatif memperoleh kemampuan di Barat selama beberapa waktu sebelum tasawuf menjadi kekuatan yang perlu diperhitungkan di sana. Sebagian sufi Timur paling terkemuka tentu saja merupakan penganut mazhab fiqih paling konservatif, mazhab Hambali. Kiranya bukanlah penyederhanaan berlebihan secara kasar kalau mengatakan bahwa institusi-institusi ortodoksi di Barat tak pernah perlu khawatir terhadap tasawuf, seperti kekhawatiran mereka yang di Timur.

I. Goldziher percaya bahwa tasawuf Barat cenderung kurang nihilistis ketimbang tasawuf Timur, karena tasawuf Barat lebih berhubungan langsung dengan faqih sejak awal mulanya.321

Begitu pula, Annemarie Schimmel melihat bahwa “mungkin dunia Muslim Barat pada umumnya lebih cenderung ke interpretasi lebih filosofis atau teosofis atau agama. Berbeda dengan sikap banyak sufi di negeri-negeri Timur yang antusias-kecenderungan-kecenderungan yang dapat dilihat terdapat juga pada beberapa paguyuban sufi.”332

Sebagian ketegori yang digunakan disini untuk melukiskan tasawuf, seperti “shahw” dan “sukr”, dibuat oleh kaum sufi itu sendiri. Sebagian merupakan super-imposition akademis. Yang penting untuk dicamkan adalah bahwa Ibn ‘Abbad, dan banyak sumber sufi lainnya selain dia, mengutip ucapan dan anekdot seseorang yang bernama Junayd (-Syaikh Al Junaid Al Baghdadi-ed.) dan seseorang yang bernama Bisthami (-Syaikh Abu Yazid Al Busthami-ed.) secara berdampingan tanpa pernah menyatakan bahwa nasihat sufi “tak mabuk” itu perlu diperhatikan. Sementara nasihat sufi “mabuk” tidak perlu diindahkan. Dia memakai ilustrasi dari berbagai sufi, dan seakan-akan bobotnya sama.

2. Perkembangan Tasawuf Maghribi

Ibn Masarra dari Cordova (883-931) adalah sufi Barat pertama yang memulai suatu “mazhab” sufi. Namun gaya berpikirnya, yang cenderung ke jenis iluminasionisme (isyraqiyyah), tidak banyak diterima orang. Di Spanyol sekalipun, yang cenderung ke pemikiran spekulatif, hampir seperti kecenderungan Afrika Utara ke fiqih, tidak sampai satu setengah abad setelah Ibn Tufayl (meninggal 1185) dan Ibn Rusyd (meninggal 1198), mulai bersinar di cakrawala intelektual. Hampir semua tokoh Iberia itu akhirnya meninggalkan Spanyol menuju Afrika Utara dan Timur Tengah. Ibn Al-‘Arif (1088-1141) tetap menghidupkan semangat Ibn Masarra dalam apa yang disebut Mazhab Almeria, dan merupakan alim Barat pertama yang menafsirkan tulisan-tulisan Al-Ghazali bagi kaum Muslim Barat. Karena keyakinannya ini, Ibn Al-Arif menderita. Dia pun wafat di Maroko.343 Kalau bukan karena perlindungan sultan-sultan Almurawiyah (Almoravid) dan Almuhadiyah (Almohad) di istana di Marrakesh, sumbangsih banyak tokoh Muslim Iberia tentu saja sudah sirna.

Abu Ya’zza (meninggal 1176) disebut “Bapak Spiritual Tasawuf Barat.” Dia datang ke Marrakesh pada 1146. Beberapa tahun kemudian, dia pindah ke Fez, di sini dia dan seseorang yang bernama Muhammad Al-Daqqaq mentahbiskan seorang muda dari Seville yang kelak dikenal sebagai “Syaikh dari Barat.” Pemuda itu adalah Abu Maydan (1126-1198), yang kelak menjadi kakek spiritual Al-Syadzili. Ironisnya, sultan Almuhadiyah itu sendiri, (yang tidak ragu-ragu mengundang datang ke istananya berbagai alim-alim yang terkenal yang memiliki prestasi intelektual), merasa takut dengan popularitas Abu Maydan (-Syaikh Abu Madyan Al-Ghauts-ed.). Sultan memerintahkan supaya sang sufi pergi ke Marrakesh, tapi dalam perjalanan Abu Madyan meninggal dunia di Tlemcen. Dia menjadi wali pelindung kota itu.354

Selain dia terus popular sebagai wali yang hadir hingga di masa Ibn ‘Abbad, dan ajarannya terus hidup di disekelompok tarikat yang melihat dirinya sebagai pendiri kelompok tarikat itu. Bagi saya, yang terutama menarik pada diri Abu Maydan adalah kelihatannya dia memiliki pengaruh formatif penting pada diri Al-Syadzili -paling tidak secara tak langsung. Ibn Masyisy (meninggal 1228) adalah murid Abu Madyan, sedangkan Al-Syadzili adalah murid paling termahsyur Ibn Masyisy.

Al-Syadzili (1196-1258) lahir di Maroko utara dari sebuah suku besar yang masih memperlihatkan kecenderungan separatis yang dapat dikaitkan dengan zaman Khawarij atau zaman sebelumnya. Abu Madyan berupaya mengislamkan suku itu melalui ajaran tasawufnya. Sedangkan Ibn Masyisy kemudian terbunuh oleh seorang dari suku itu yang merasa tidak terima. Setelah Al-Syadzili menerima jubah bertambal (khirqah) dari murid-murid Abu Madyan, yang bernama Abu ‘Abd Allah ibn Muhammad ibn Harazim dari Fez (meninggal 1236), dia mulai mencari “Kutub Spiritual” (quthb, sebuah gelar yang diberikan kepada orang yang dinilai paling suci di seantero dunia). Seorang Syeikh pernah mengatakan kepada Syadzili bahwa dia akan menemukan Kutub di Barat. Ketika pemuda itu bertemu Ibn Masyisy di Fez, tahulah dia bahwa dia telah menemukan kutub alam semesta itu. Ibn Masyisy kemudian menyerahkan jabatan penuh kebesaran itu kepada Syadzili.

A.M.M. Mackeen menguraikan spiritualitas Ibn Masyisy. Teologinya berkisar pada empat pemikiran pokok: keesaan Allah seperti yang disadari melalui kezuhudan; takut akan hukuman; meyakini bahwa Allah itu Maha Hadir; dan tenggelam dalam kesadaran akan sifat-sifat Allah. Ibn Masyisi menekankan agar orang memenuhi kewajiban agamanya dan menjauhkan diri dari ambisi. Dia mengajarkan bahwa rahasia pengetahuan mendalam ada dalam mengetahui rahasia kosmis Nabi Muhammad sebagai penyebab final segala ciptaan. Dengan begitu dapat dicapai (menyatu) dengan Allah.365

Satu-satunya tulisan Ibn Masyisy yang masih ada berupa meditasi tentang Nabi. Subjek ini amat menarik hati Ibn ‘Abbad. Teks ini cukup langka untuk disebutkan di sini. Terjemahannya adalah dari Titus Burckhardt.

“Ya Tuhan hamba (Allahumma), anugrahkanlah rahmat kepada Dia (-Muhammad saw-ed.), yang darinya mengalir rahasia-rahasia dan cahaya-cahaya, dan yang pada dirinya terbit realitas-realitas, dan yang kepada dirinya turun ilmu-ilmu Adam, sehingga Dia telah menjadikan tak berdaya semua makhluk, dan sehingga dalam hal Dia, berkuranglah segala pemahaman, dan tak satu pun di antara kami, baik pendahulu maupun penerus kami, yang dapat memahaminya.

Taman-taman dunia spiritual (malakut) berhiaskan bunga keindahannya, sedang kolom-kolom dunia mahakuasa (al-jabarut) berlimpah- ruah curahan cahayanya. Di sana tak ada apa pun yang tidak berhubungan dengan cahayanya, bahkan ketika dikatakannya: Andaikata tak ada mediator, akan lenyap segala yang bergantung padanya! (rahmatilah dia, Ya Tuhan hamba) dengan rahmat seperti yang kembali ke dia melalui Dikau dari Dikau, sesuai dengan apa yang layak diterimanya.

Ya Tuhan hamba, tempatkanlah kami bersama keturunannya, dan jadikanlah daku benar, dengan perhitungan Dikau tentang dia. Jadikanlah daku mengenalnya, dengan pengetahuan yang menyelamatkanku dari lubang kejahatan, dan puaskanlah dahagaku dengan sumur kebajikan.

Ya Tuhan hamba, dialah rahasia padu-Mu, yang memperlihatkan Dikau, dan tabir agung-Mu, yang membentang dihadapan-Mu.

Bawalah daku terus dijalannya, yang penuh dengan pertolongan-Mu, menuju hadirat-Mu.

Melaluiku hajarlah kecongkakan, sehingga aku dapat menghancurkannya. Benamkan daku dalam samudera Keesaan (al-ahadiyya). Tariklah daku kembali dari upaya tauhid, dan benamkan daku dalam sumber-murni samudera Kesatuan (al-wahdah), sehingga aku melihat, mendengar, sadar, dan merasakan melaluinya. Jadikan dari Tabir Agung itu kehidupan ruhku, dan dari ruhnya realitasku, dan dari realitasnya semua duniaku, melalui pencapaian kebenaran Pertama.

Duhai Yang Pertama, Yang Terakhir, Yang Lahir, Yang Batin, dengarkan permohonanku, seperti Dikau mendengarkan permohonan hamba-Mu Zakaria; tolonglah Daku melaui Dikau ke Dikau, topanglah daku melalui Dikau ke Dikau, satukan daku dengan Dikau, dan letakkan diantara daku dan selain Dikau: Allah,Allah,Allah!

Sesungguhnya Dia yang telah menjadikan bagimu Al-Quran sebagai hukum, akan membawamu kembali ke akhir yang dijanjikan (QS 28 : 85).

Ya Tuhan kami, anugerahilah hamba rahmat dari kehadiran- Mu, dan bentuklah bagi kami perilaku yang benar dalam keadaan kami (QS 18 : 10).

Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat atas Nabi; Wahai orang-orang yang beriman, shalawatlah atas dia dan berdoalah bagi salam (kedamaian)-Nya (QS 33 : 6).

Semoga shalawat Allah, damai-Nya, salam-Nya,rahmat-Nya dan barakah-Nya dilimpahkan atas Junjungan kami Muhammad, hamba-Mu, nabi-Mu, rasul-Mu, nabi yang ummi, dan atas keluarganya serta sahabat-sahabatnya, (Shalawat) sebanyak kata-kata Junjungan kami yang sempurna dan penuh barakah dan yang genap maupun yang ganjil.

Mahaagung Tuhanmu, Tuhan Mahamulia, di luar apa yang mereka nisbahkan kepada-Nya, dan salam bagi para Rasul. Segala puji Allah, Tuhan semesta alam (QS 37:180-2).” 376

Inilah doa (-yang populer dengan nama Shalawat Masyisy-ed.), yang di yang dimaksud oleh ‘Ibn Abbad ketika dia mengajarkan kepada orang yang dibimbingnya agar dengan ikhlas bershalawat atas Nabi. (bersambung)

Catatan:

  1. 32). MDI 264.
  2. 33). Lihat dua hal mengenai Ibn Al-‘Arif oleh Asian-Palacios dalam Bibliogafi.
  3. 34). Untuk contoh doa Abu Madyan, lihat R.W. Austin, “I Seek God’ sufi Parton. . .” dalam studies in Comparative Religion 7, no. 2 (Musim Semi 1973), 92-94.
  4. 35). “The Rise of Al-Shadhili”, JAOS 91, no.4 (1971): 477-83.
  5. 36). “The Prayer of Ibn Mashish”, The Islamic Quarterly 1 dan 2 (1979) : 68-75.
  6. 37). Macekeen, art. Cit., 484-86; Trimingham, Op.cit., 46-49.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *