Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:
وَ وَاجِبٌ تَعْذِيْبُ بَعْضِ نِارْتَكَبْ | كَبِيْرَةً ثُمَّ الْخُلُوْدُ مُجْتَنَبْ. |
“Menyiksa terhadap sebagian pelaku dosa besar adalah perkara yang wajib, tetapi siksaan yang kekal dihindari.”
Lafazh (وَاجِبٌ) menjadi khabar muqaddam sedangkan lafazh (تَعْذِيْبُ) menjadi mubtada’ mu’akhkhar, dan lafazh (كَبِيْرَةً) menjadi maf‘ūl bih (objek) lafazh (ارْتَكَبْ).
Siksaan bagi sebagian orang yang melakukan dosa besar dari umat Nabi Muḥammad wajib hukumnya menurut syarī‘at. Namun, ia tidak akan kekal di neraka.
Sebagian umat Nabi Muḥammad yang melakukan dosa besar pasti akan disiksa menurut syari‘at. Akan tetapi, tidak semua orang yang melakukan dosa akan disiksa, hanya sebagiannya saja. Hal ini sesuai dengan pendapat madzhab al-Māturīdiyyah yang mengtakan bolehnya “mengingkari ancaman”. Sedangkan menurut madzhab al-Asy‘ariyyah siksaan bagi pelaku dosa besar tidaklah wajib karena bolehnya mengampuni dosa selain kufur. Bolehnya “mengingkari ancaman” tidak menjadikan sifat kurang pada Dzāt Allah s.w.t. Pelaku dosa pasti disiksa tapi tidak kekal di neraka.
Kesimpulannya, manusia terbagi menjadi dua: (2171).
Orang mu’min terbagi menjadi dua, yaitu:
Mu’min yang taat akan masuk surga secara ijma‘.
Mu’min yang maksiat terbagi menjadi dua:
1). Ada yang bertaubat.
Mu’min yang melakukan maksiat kemudian bertaubat akan masuk surga secara ijma‘.
2). Ada yang tidak bertaubat.
Mu’min yang melakukan maksiat kemudian tidak bertaubat, hukumnya sesuai dengan kehendak Allah. Bisa saja ia diampuni tanpa disiksa terlebih dahulu, kalaupun disiksa, ia tidak akan kekal di neraka.
Orang kafir akan kekal di dalam neraka secara ijma‘.