Sifat Kelima Yang Wajib Bagi Allah – Al-Qiyamu Bin-Nafsi – Terjemah Kifayat-ul-‘Awam

KIFĀYAT-UL-‘AWĀM
Pembahasan Ajaran Tauhid Ahl-us-Sunnah

Karya: Syaikh Muḥammad al-Fudhalī
 
Penerjemah: H. Mujiburrahman
Diterbitkan Oleh: MUTIARA ILMU Surabaya

23. SIFAT KELIMA YANG WĀJIB BAGI ALLAH

 

الصِّفَةُ الْخَامِسَةُ الْوَاجِبَةُ لَهُ تَعَالَى الْقِيَامُ بِالنَّفْسِ أَيْ بِالذَّاتِ وَ مَعْنَاهُ الْاِسْتِغْنَاءُ عَنِ الْمَحَلِّ وَ الْمُخَصِّصِ وَ الْمَحَلُّ الذَّاتُ وَ الْمُخَصِّصُ الْمُوْجِدُ.

Sifat kelima yang wājib bagi Allah s.w.t. adalah: Berdiri sendiri ya‘ni dengan dzāt-Nya sendiri. Dan ma‘nanya adalah Kaya daripada Maḥall dan Mukhashshish. Maḥall adalah dzāt dan mukhashshish adalah Mūjid (yang menjadikan)

Dapat difahami dari ibarat Mushannif ini bahwa an-Nafsu dipergunakan juga untuk ma‘na dzāt. Dan ada lagi penggunaan an-Nafsu untuk ma‘na-ma‘na lain sebagaimana terdapat dalam kamus. Di antaranya:

  1. (الرُّوْحُ) seperti: (خَرَجَتْ نَفْسُهُ أَيْ رُوْحُهُ) = “telah keluar rūḥnya”.
  2. (الدَّمُ) “darah” seperti: (مَا لَا نَفْسَ لَهُ سَائِلَةٌ لَا يُنَجِّسُ الْمَاءَ) “binatang yang tidak mempunyai darah mengalir tidak menajiskan air.”
  3. (الْعُقُوْبَةُ) “siksa” seperti firman Allah:

وَ يُحَذِّرُكُمُ اللهُ نَفْسَهُ أَيْ عُقُوْبَتَهُ

Dan Allah mengingatkan kamu akan siksa-Nya.”

Para ‘ulamā’ Mutakallimin menafsirkan (الْمَحَلُّ) dengan dzāt saja. Mereka tidak menafsirkannya dengan sesuatu yang mencakup bagi dzāt dan tempat, padahal Allah s.w.t. sebagaimana Dia kaya dzāt juga kaya tempat. Sebab yang demikian itu adalah karena kayanya Allah terhadap tempat dapat diketahui dari kayanya Allah terhadap Mukhashshish karena kalau Allah tidak kaya terhadap tempat niscaya Allah itu baru, maka dia membutuhkan pada mukhashshish. Demikian dikatakan oleh Saktānī. Dan yang dikutip dari pembicaraan Sanūsī pada masalah mustaḥīlāt bahwa kayanya Allah terhadap tempat sudah masuk pada sifat Mukhālafatuhu lil-ḥawādits.

PENGERTIAN AL-QIYĀMU BIN-NAFSI

فَمَعْنَى كَوْنِ اللهِ تَعَالَى قَائِمًا بِنَفْسِهِ أَنَّهُ غَنِيٌّ عَنْ ذَاتٍ يَقُوْمُ بِهَا وَ غَنِيٌّ عَنْ مُوْجِدٍ لِأَنَّهُ تَعَالَى هُوَ الْمُوْجِدُ لِلْأَشْيَاءِ.

Maka ma‘na keadaan Allah s.w.t. itu berdiri dengan diri-Nya sendiri adalah bahwa Allah kaya terhadap dzāt yang Dia berdiri dengannya (selain Dzāt-Nya sendiri) dan kaya terhadap Mūjid karena Allah s.w.t. Dialah yang menjadikan sesuatu.”

DALĪL BAHWA ALLAH QĀ’IMUN BINAFSIHI

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى أَنَّهُ تَعَالَى قَائِمٌ بِنَفْسِهِ أَنْ تَقُوْلَ لَوْ كَانَ اللهُ تَعَالَى مُحْتَاجًا إِلَى الْمَحَلِّ أَيْ ذَاتٍ يَقُوْمُ بِهَا كَمَا الفْتَقَرَ الْبَيَاضُ إِلَى الذَّاتِ الَّتِيْ يَقُوْمُ بِهَا لَكَانَ صِفَةً كَمَا أَنَّ الْبَيَاضَ مَثَلًا صِفَةٌ.

Dan dalīl bahwa Allah s.w.t. itu berdiri sendiri adalah bahwa anda berkata: “Kalau Allah s.w.t. itu membutuhkan kepada maḥall ya‘ni dzāt yang Dia berdiri dengannya sebagaimana warna putih membutuhkan kepada dzāt yang dia berdiri dengannya niscaya Allah itu sifat sebagaimana warna putih itu umpamanya adalah sifat.”

وَ اللهُ تَعَالَى لَا يَصِحُّ أَنْ يَكُوْنَ صِفَةً لَأَنَّهُ تَعَالَى مُتَّصِفٌ بِالصِّفَاتِ وَ الصِّفَةُ لَا تَتَّصِفُ بالصِّفَةِ فَلَيْسَ اللهُ تَعَالَى بِصِفَةٍ.

Dan Allah s.w.t. itu tidak sah (shaḥḥ) untuk menjadi sifat karena Dia Allah s.w.t. bersifat dengan beberapa sifat sedangkan sifat itu tidaklah bersifat dengan beberapa sifat. Maka Allah s.w.t. itu bukan sifat.

وَ لَوِ افْتَقَرَ إِلَى مُوْجِدٍ يُوْجِدُهُ لَكَانَ حَادِثًا وَ مُحْدِثُهُ يَكُوْنُ حَادِثًا أَيْضًا وَ يَلْزَمُ الدَّوْرُ أَوِ التَّسَلْسُلُ فَثَبَتَ أَنَّهُ تَعَالَى هُوَ الْغَنِيُّ الْغِنَى الْمُطْلَقَ أَيْ غَنِيٌّ عَنْ كُلِّ شَيْءٍ.

Dan kalau Allah s.w.t. itu membutuhkan kepada Mūjid yang akan menjadikan-Nya niscaya Dia itu baru dan muḥditsnya pun adalah baru juga dan lazimlah daur dan tasalsul. Maka tetaplah bahwa Allah s.w.t. itu adalah kaya dengan kekayaan mutlak ya‘ni kaya dari segala sesuatu.”

وَ أَمَّا غِنَى الْخَلْقِ فَهُوَ غِنًى مُقَيِّدٌ أَيْ عَنْ شَيْءٍ دُوْنَ شَيْءٍ وَ اللهُ بَتَوَلَّى هُدَاكَ.

Adapun kekayaan makhlūq itu maka dia adalah kekayaan muqayyad (terikat) ya‘ni (kaya) dari sesuatu tanpa (kaya) dari sesuatu (yang lainnya). Dan semoga Allah menguasai hidāyahmu.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *