Shirath – Terjemah Tauhid Sabilul Abid KH. Sholeh Darat

TERJEMAH TAUHID

سَبِيْلُ الْعَبِيْدِ عَلَى جَوْهَرَةِ التَّوْحِيْدِ
Oleh: Kiyai Haji Sholeh Darat
Mahaguru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufrohah
Penerbit: Sahifa Publishing

Rangkaian Pos: 004 Persoalan Aqidah yang Bersumber dari Dalil Naqli (Sam'iyyah) - Terjemah Tauhid Sabilul Abid

Shirāth

 

Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:

كَذَا الصِّرَاطُ فَالْعِبَادُ مُخْتَلِفْ مُرُوْرُهُمْ فَسَالِمٌ وَ مُنْتَلِفْ.

Begitu juga halnya shirāth (titian). Para hamba akan melewatinya dengan cara yang berbeda-beda, ada yang selamat, ada pula yang tergelincir.”

Wajib mengimani adanya shirāth-ul-mustaqīm. Semua orang akan berjalan melewatinya dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang bisa selamat dan ada pula yang tergelincir ke dalam neraka Jahannam.

Penjelasan:

Seorang mu’min wajib mengimani adanya shirāth-ul-mustaqīm, ya‘ni jembatan panjang yang berada di atas neraka Jahannam. Semua umat manusia akan melewatinya, baik manusia yang awal maupun yang akhir, baik orang mu’min maupun orang kafir. (1921) Ketika melintasinya, para Nabi dan Rasūl mengucapkan doa:

اللهُمَّ سَلِّمْ سَلِّمْ

Ya Allah, selamatkan kami, selamatkan kami”.

Orang-orang shāliḥ, orang-orang yang mati syahīd, dan orang yang ditetapkan menjadi ahli surga tanpa dihisab akan melewatinya dengan penuh keberanian tanpa ada rasa takut, mereka akan melewatinya dengan selamat sesuai kadar iman dan cahaya ‘amalnya.

Jarak tempuhnya 3.000 tahun: 1.000 tahun jalanan menanjak, 1.000 tahun jalanan menurun, dan 1.000 tahun jalanan mendatar. (1932).

Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Aku dan umatku kelak adalah yang pertama kali melintasi shirāth-ul-mustaqīm. Malaikat Jibrīl berada di permulaan shirāth dan Malaikat Mīkā’īl berada di tengah-tengahnya, keduanya bertugas untuk menanyai manusia: “Engkau gunakan untuk apa usiamu, masa mudamu, kau pergunakan untuk apa ‘ilmumu, dan seperti apa ‘amalmu semasa di dunia.”

Satu pendapat mengatakan bahwa shirāth lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Riwayat lain mengatakan ini hanyalah perumpamaan dari kesulitan saat melewatinya. (1943).

Pendapat yang shaḥīḥ adalah shirāth itu lebar dan ada dua jalan, kanan dan kiri. Jalan yang di sebelah kanan menuju ke pertamanan surga dan yang di sebelah kiri menuju ke arah neraka Jahannam. Di sebelah kanan dan kiri shirāth ada jendela yang menuju ke arah tingkatan-tingkatan neraka Jahannam.

Sebagian ‘ulamā’ mengatakan bahwa sempit atau lebarnya shirāth sesuai dengan kadar cahaya yang dimiliki masing-masing manusia. Cahaya yang dimiliki seseorang tidak bisa menyinari orang lain, sehingga sebagian lainnya akan melewati shirāth yang sempit, tajam, dan gelap, sebagian lainnya melewati shirāth yang lebar dan terang sesuai dengan kadar cahaya iman dan ‘amal yang dimiliki. (1954).

Keadaan orang-orang yang melintas di atas shirāth bermacam-macam, ada yang berjalan bagaikan kilat, ada yang bagaikan angin, ada yang bagaikan pengendara kuda, dan ada yang yang tidak selamat, tergelincir dan terjatuh ke dalam neraka Jahannam. Semuanya sesuai dengan kadar ‘amal perbuatan dan keimanan semasa hidupnya. Wallāhu a‘lam.

Catatan:

  1. 192). Tuḥfat-ul-Murīd, hal. 294.
  2. 193). Tuḥfat-ul-Murīd, hal. 294-295.
  3. 194). Ibid. hal. 294.
  4. 195). Ibid.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *