Shalat Istisqa’ – Fikih Empat Madzhab

Fikih Empat Madzhab
(Maliki, Hanafi, Hanbali, Syafi‘i)
(Judul: Ijmā‘-ul-A’immat-il-Arba‘ati waikhtilāfihim).
Oleh: Al-Wazir Yahya bin Muhammad bin Hubairah

Penerjemah: Ali Mh.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM

Rangkaian Pos: 002 Bab Shalat - Fikih Empat Madzhab

Bab: Shalat Istisqā’.

 

  1. Keempat Imām madzhab (Mālik, Abū Ḥanīfah, Aḥmad bin Ḥanbal, dan asy-Syāfi‘ī) sepakat bahwa Istisqā’ adalah minta hujan kepada Allah s.w.t. Berdoa, meminta, dan memohon ampun saat itu hukumnya disunnahkan. (6411).

 

  1. Mereka berbeda pendapat, apakah disunnahkan menunaikan shalat untuk meminta hujan atau tidak?

Mālik, asy-Syāfi‘ī, Aḥmad dan dua murid Abū Ḥanīfah, yaitu Abū Yūsuf dan Muḥammad, berkata: “Disunnahkan menunaikan shalat Istisqā’ secara berjamā‘ah.”

Abū Ḥanīfah berkata: “Tidak disunnahkan menunaikan shalat Istisqā’. Yang dianjurkan adalah imam keluar bersama massa untuk berdoa. Bila mereka shalat sendiri-sendiri maka dibolehkan.” (6422).

 

  1. Mereka yang berpendapat bahwa shalat Istisqā’ hukumnya sunnah berbeda pendapat tentang sifatnya (tata caranya).

Asy-Syāfi‘ī dan Aḥmad berkata: “Caranya seperti shalat ‘Īd, yaitu pada rakaat pertama membaca takbir 6 kali selain Takbīrat-ul-Iḥrām, sedangkan pada rakaat kedua membaca takbir 5 kali selain Takbīrat-ul-Iḥrām.” Hanya saja asy-Syāfi‘ī berkata: “Pada rakaat pertama takbir dibaca 7 kali selain Takbīrat-ul-Iḥrām dengan suara keras.”

Mālik berkata: “Sifatnya adalah 2 rakaat seperti shalat-shalat lainnya dengan membaca takbir seperti biasa dengan suara keras.” (6433).

 

  1. Mereka berbeda pendapat, apakah disunnahkan berkhutbah dalam shalat Istisqā’?

Mālik, asy-Syāfi‘ī, Aḥmad dalam riwayat yang dipilih oleh al-Khiraqī (6444), Ibnu Ḥamīd dan ‘Abd-ul-‘Azīz berkata: “Disunnahkan berkhutbah dua kali setelah shalat Istisqā’.”

Abū Ḥanīfah dan Aḥmad dalam riwayat yang sesuai dengan nash perkataannya berkata: “Tidak ada khutbah dalam shalat Istisqā’. Yang ada hanyalah doa dan Istighfār.” (6455).

Aku (Ibnu Hubairah) mengatakan: “Aku menganjurkan agar berdoa dengan doa yang diriwayatkan oleh Anas (6466) r.a. yang telah kami sebutkan dalam buku ini.” (6477).

 

  1. Mereka berbeda pendapat, apakah disunnahkan memindahkan selendang?

Mereka mengatakan: “Disunnahkan memindahkan selendang sebagai sikap optimis agar keadaan berubah.”

Abū Ḥanīfah berkata: “Tidak disunnahkan.” (6488).

 

  1. Mereka sepakat bahwa apabila tidak turun hujan pada hari pertama maka shalat Istisqā’ kembali dilakukan pada hari kedua. Bila hujan tidak juga turun pada hari kedua maka diulang lagi pada hari ketiga.

Asy-Syāfi‘ī berkata dalam salah satu pendapatnya: “Apabila hujan tidak turun pada hari pertama maka orang-orang disuruh berpuasa selama 3 hari lalu shalat Istisqā’ diulang lagi.” (6499).

 

  1. Mereka sepakat bahwa apabila kaum muslimin khawatir bertambahnya hujan akan menambah musibah maka disunnahkan berdoa agar hujan dihentikan, tanpa perlu melakukan shalat. Wallāhu A‘lam. (65010).

Catatan:

  1. 641). Lih. Bidāyat-ul-Mujtahid (1/393), dan al-Istidzkār (2/426).
  2. 642). Lih. al-Isyrāf (2/54).
  3. 643). Lih. al-Hidāyah (1/95), al-Muhadzdzab (1/230), al-Istidzkār (2/426), dan at-Taḥqīq (4/189).
  4. 644). Lih. Mukhtashar-ul-Khiraqī (35).
  5. 645). Dua murid Abū Ḥanīfah berbeda pendapat dengan imam keduanya dan sepakat dengan Jamā‘ah bahwa dalam shalat Istisqā’ ada khutbah-nya.
    Lih. al-Hidāyah (1/95), at-Taḥqīq (4/191), al-Istidzkār (2/427), dan al-Mudawwanah (1/291).
  6. 646). Hadits Anas diriwayatkan dalam ash-Shahihain (al-Bukhari [1013], Muslim [897]). Hadits ini redaksinya panjang. Di dalamnya ada sabda Nabi s.a.w.: “Ya Allah, tolonglah kami, Ya Allah, tolonglah kami, Ya Allah, tolonglah kami.” Inilah yang dimaksud oleh Ibnu Hubairah.
  7. 647). Lih. al-Jam‘u Bain-ash-Shaḥīḥain karya al-Ḥumaidī (2/522, no. 1888).
  8. 648). Lih. at-Taḥqīq (4/194), al-Mudawwanah (1/292), Badā’i‘-ish-Shanā’ī‘ (2/259), dan al-Hidāyah (1/95).
  9. 649). Lih. Badā’i‘-ish-Shanā’ī‘ (2/260), al-Majmū‘ (5/84), dan al-Mughnī (2/294).
  10. 650). Lih. Al-Mughnī (2/296), dan Raḥmat-ul-Ummah (66).

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *