Rukun Shalat #5 – FIQH Populer Terjemah FATHUL MU’IN

FIQH Populer
Terjemah Fath-ul-Mu‘in
Penulis: Syaikh Zainuddin bin ‘Abdul-‘Aziz al-Malibari
(Judul Asli: Fatḥ-ul-Mu’īni Bi Syarḥi Qurrat-il-‘Aini Bi Muhimmāt-id-Dīn)

Penerjemah: M. Fikril Hakim, S.H.I. dan Abu Sholahuddin.
Penerbit: Lirboyo Press.

Rangkaian Pos: Tentang Cara Shalat (Rukun Shalat) - FIQH Populer Terjemah FATHUL MU'IN

(وَ) خَامِسُهَا: (رُكُوْعٌ بِانْحِنَاءٍ بِحَيْثُ تَنَالُ رَاحَتَاهُ) وَ هُمَا مَا عَدَا الْأَصَابِعِ مِنَ الْكَفَّيْنِ، فَلَا يَكْفِيْ وُصُوْلُ الْأَصَابِعِ (رُكْبَتَيْهِ) لَوْ أَرَادَ وَضْعَهُمَا عَلَيْهِمَا عِنْدَ اعْتِدَالِ الْخُلْقَةِ. هذَا أَقَلُّ الرُّكُوْعِ. (وَ سُنَّ) فِي الرُّكُوْعِ (تَسْوِيَةُ ظَهْرٍ وَ عُنُقٍ) بِأَنْ يَمُدَّهُمَا حَتَّى يَصِيْرَا كَالصَّفِيْحَةِ الْوَاحِدَةِ، لِلْاِتِّبَاعِ. (وَ أَخْذُ رُكْبَتَيْهِ) مَعَ نَصْبِهِمَا وَ تَفْرِيْقِهِمَا (بِكَفَّيْهِ) مَعَ كَشْفِهِمَا وَ تَفْرِقَةِ أَصَابِعَهُمَا تَفْرِيْقًا وَسَطً (وَ قَوْلُ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَ بِحَمْدِهِ، ثَلَاثًا) لِلْاِتِّبَاعِ. وَ أَقَلُّ التَّسْبِيْحِ فِيْهِ وَ فِي السُّجُوْدِ مَرَّةً، وَ لَوْ بِنَحْوِ سُبْحَانَ اللهِ، وَ أَكْثَرَهُ إِحْدَى عَشْرَةَ. وَ يَزِيْدُ مِنْ مَرَّ نَدْبًا: اللهُمَّ لَكَ رَكَعْتُ، وَ بِكَ آمَنْتُ، وَ لَكَ أَسْلَمْتُ. خَشَعَ لَكَ سَمْعِيْ وَ بَصَرِيْ وَ مُخِّيْ وَ عَظْمِيْ وَ عَصَبِيْ وَ شَعْرِيْ وَ بَشَرِيْ، وَ مَا اسْتَقَلَّتْ بِهِ قَدَمِيْ أَيْ جَمِيْعُ جَسَدِيْ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ. وَ يُسَنُّ فِيْهِ وَ فِي السُّجُوْدِ: سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَ بِحَمْدِكَ، اللهُمَّ اغْفِرْ لِيْ. وَ لَوِ اقْتَصَرَ عَلَى التَّسْبِيْحِ أَوِ الذِّكْرِ فَالتَّسْبِيْحُ أَفْضَلُ، وَ ثَلَاثُ تَسْبِيْحَاتٍ مَعَ اللهُمَّ لَكَ رَكَعْتُ إِلَى آخِرِهِ أَفْضَلُ مِنْ زِيَادَةِ التَّسْبِيْحِ إِلَى إِحْدَى عَشْرَةَ. وَ يُكْرَهُ الْاِقْتِصَارُ عَلَى أَقَلِّ الرُّكُوْعِ وَ الْمُبَالَغَةُ فِيْ خَفْضِ الرَّأْسِ عَنِ الظَّهْرِ فِيْهِ. وَ يُسَنُّ لِذَكَرٍ أَنْ يُجَافِيَ مِرْفَقَيْهِ عَنْ جَنْبَيْهِ، وَ بَطْنِهِ عَنْ فَخِذَيْهِ، فِي الرُّكُوْعِ وَ السُّجُوْدِ. وَ لِغَيْرِهِ أَنْ يَضُمَّ فِيْهِمَا بَعْضَهُ لِبَعْضٍ.

(Rukun shalat yang kelima) adalah (rukū‘ dengan membungkuk, sekira dua telapak tangannya) – Dua telapak tangan adalah anggota selain jari-jari tangan ya‘ni dari telapak tangan, maka tidaklah cukup sampainya jari-jari tangan saja – (memperoleh dua lututnya). Jika orang yang shalat menghendaki untuk meletakkan dua telapak tangan tersebut di atas kedua lututnya ketika bentuknya standar. (781) Dan ini adalah minimal dari rukū‘. (Disunnahkan) di dalam rukū‘ (untuk meratakan punggung dan leher) dengan cara memanjangkan keduanya sampai menjadi seperti satu papan sebab mengikuti Nabi s.a.w. (Dan memegang dua lututnya besertaan dengan menegakkan dan merenggangkan keduanya (dengan kedua telapak tangannya) beserta membuka dan merenggangkan jari-jari keduanya dengan posisi sedang. (792) (Sunnah mengucapkan lafazh: (سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ وَ بِحَمْدِهِ) – Maha Suci Allah Tuhanku yang Maha Agung dan dengan pujian padanya – sebanyak tiga kali), sebab mengikuti Nabi s.a.w. Minimal dari tasbīḥ di dalam rukū‘ dan sujūd adalah satu kali walaupun dengan hanya sejenis ucapan (سُبْحَانَ اللهِ) – Maha Suci Allah – dan maksimalnya adalah sebelas kali. Sunnah bagi orang yang telah disebutkan untuk menambahi doa: (اللهُمَّ لَكَ رَكَعْتُ ) sampai selesai. Artinya: Ya Allah, karena-Mu, aku rukū‘ dan dengan-Mu aku beriman, dan kepada-Mu aku pasrah, pendengaran, penglihatan, sumsum, tulang, otot, rambut dan kulitku tunduk kepada-Mu, dan seluruh jasadku hanyalah untuk Allah ta‘ālā Tuhan semesta alam. Disunnahkan di dalam rukū‘ dan sujūd untuk berdoa: ( سُبْحَانَكَ اللهُمَّ) sampai selesai. Artinya: Maha Suci Engkau, ya Allah dan dengan pujian kepadamu, ya Allah ampunilah diriku. Jikalau seorang yang shalat menghendaki untuk meringkas tasbīḥ atau dzikir, maka tasbīḥ lebih utama, tiga bacaan tasbīḥ besertaan membaca doa: Ya Allah, karena-Mu, aku sujūd – sampai selesai doa – lebih utama dibanding dengan menambahi tasbīḥ sampai sebelas kali. Dimakruhkan meringkas terhadap minimal rukū‘ dan dimakruhkan pula untuk berlebihan dalam menundukkan kepala dari punggung pada waktu rukū‘. Disunnahkan bagi seorang lelaki untuk merenggangkan dua siku-sikunya dari dua sisi tubuhnya dan menjauhkan perutnya dari dua pahanya saat rukū‘ dan sujūd. (803) Sedangkan bagi selain lelaki (814) disunnahkan untuk mengumpulkan sebagian anggota dengan anggota yang lain di dalam rukū‘ dan sujūd.

 

[تَنْبِيْهٌ]: يَجِبُ أَنْ لَا يَقْصُدَ بِالْهَوِيِّ لِلرُّكُوْعِ غَيْرَهُ، فَلَوْ هَوِيَّ لِسُجُوْدِ تِلَاوَةٍ فَلَمَّا بَلَغَ حَدَّ الرُّكُوْعِ جَعَلَهُ رُكُوْعًا لَمْ يَكْفِ، بَلْ يَلْزَمْهُ أَنْ يَنْتَصِبَ ثُمَّ يَرْكَعُ، كَنَظِيْرِهِ مِنَ الْاِعْتِدَالِ وَ السُّجُوْدِ وَ الْجُلُوْسِ بَيْنَ السَّجْدَتَيْن. وَ لَوْ شَكَّ غَيْرُ مَأْمُوْمٍ وَ هُوَ سَاجِدٌ هَلْ رَكَعَ؟ لَزِمَهُ الْاِنْتِصَابُ فَوْرًا ثُمَّ الرُّكُوْعُ، وَ لَا يَجُوْزُ لَهُ الْقِيَامُ رَاكِعًا.

(Peringatan). Wajib untuk tidak berniat saat turun melakukan rukū‘ selain berniat rukū‘. Jika orang yang shalat turun untuk sujūd tilāwah kemudian saat sampai batasan rukū‘ ia jadikan sebagai rukū‘, maka hal itu tidak mencukupi, bahkan wajib baginya untuk berdiri tegak lantas rukū‘ kembali, seperti halnya (825) kasus rukū‘ adalah i‘tidāl, sujūd, duduk di antara dua sujūd. Jika selain ma’mūm merasa ragu, sedang ia berada pada posisi sujūd apakah telah rukū‘? Maka wajib baginya segera untuk berdiri tegak kemudian rukū‘, tidak diperbolehkan baginya untuk berdiri langsung dengan posisi rukū‘.

Catatan:

  1. 78). Jika bentuk tangannya tidak standar seperti terlalu pendek atau panjang, maka dikira-kirakan dengan tangan yang standar. I‘ānah Thālibīn Juz 1, Hal. 182 Darul Fikr.
  2. 79). Agar posisi sebagian jari-jarinya tidak keluar dari arah qiblat. I‘ānah Thālibīn Juz 1, Hal. 182 Darul Fikr.
  3. 80). Kecuali bagi seorang yang shalat dengan telanjang, maka yang lebih baik adalah mengumpulkan anggotanya. I‘ānah Thālibīn Juz 1, Hal. 183 Darul Fikr.
  4. 81). Maksudnya adalah wanita dan khuntsā’, sebab hal itu lebih menutupi bagi keduanya. I‘ānah Thālibīn Juz 1, Hal. 183 Darul Fikr.
  5. 82). Maka disyaratkan di dalamnya semua yang telah disyaratkan dalam rukū‘ ya‘ni tidak menyengaja selainnya. I‘ānah Thālibīn Juz 1, Hal. 182 Darul Fikr.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *