(lanjutan)
Manusia yang diciptakan dari segumpal darah ini, Tuhanmu menghendaki baginya sebaik-baik dunia dan akhirat, karena Dia Yang Mahamulia dan Maha Agung adalah Yang Paling Mulia dan bersifat Penyayang. Dia akan mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya:
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمُ
(Bacalah! Tuhanmulah Yang Mahamulia, Yang Mengajar [manusia) dengan pena. Dia mengajari manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS al-‘Alaq [96]: 3-5)
Bagian dari surah ini, wahai Junjunganku, wahai Rasulullah, memulai perjalanan Quranmu yang mulia agar manusia betul-betul mengetahui agama baru ini. Engkaulah yang tahu bahwa yang dimaksud di dalamnya mencakup semua orang yang kepada merekalah engkau akan menyampaikan risalahmu.
Pada zamanmu dan berabad-abad setelah zamanmu, orang-orang tidak terkejut bahwa kata: إقرأ (bacalah!) adalah kata pertama dalam Kitab Tuhanmu yang diwahyukan kepadamu, karena engkau mengajari mereka bahwa membaca adalah jalan menuju ilmu, dan bahwa ilmu pengetahuan adalah salah satu dari dua pilar utama yang mendasari pemakmuran bumi. Sementara itu, pilar kedua adalah amal atau kerja.
Engkau telah memerintahkan kepada kami agar amalan kami menjadi amal saleh yang bermanfaat bagi kami dan semua orang. Lalu, engkau jadikan amal untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain itu sebagai sedekah. Dengan demikian, menolong orang yang membutuhkan adalah sedekah. Dengan demikian, memerintahkan kebaikan adalah sedekah. Dengan demikian, engkau menjadikan menahan diri dari keburukan sebagai sedekah. Bahkan, engkau jadikan kata-kata yang baik sebagai sedekah.
Allah, Tuhan Yang Maha Esa, berkehendak agar nama Kitab yang diturunkan kepadamu itu diambil dari bacaan (al-qira’ah) القراءة maka itulah Al-Quran :
إِنَّا أَنزَلْنَهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَّعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
(Sesungguhnya Kami menurunkannya [Kitab Suci] berupa Al-Quran berbahasa Arab agar kamu mengerti-QS Yûsuf [12]: 2).
Engkau telah mengajarkan kepada manusia bahwa membaca Al-Quran dengan penghayatan, perenungan, dan pemikiran yang cermat terhadap kata-kata dan maknanya adalah satu-satunya cara yang akan membuat mereka memenuhi syarat untuk memahami makna hidup dan keberadaan mereka di permukaan bumi. Membaca, wahai Junjunganku, tidak lain adalah pengamatan dan penyelidikan yang cermat. Di antaranya adalah induksi, saya dikatakan menyimpulkan sesuatu jika saya telah menelusurinya dengan cermat dan teliti.1
Engkau mengajari kami bahwa membaca ini bukan dimaksudkan untuk membaca itu sendiri, melainkan untuk ilmu dan pengetahuan yang dituju. Agar ilmu berada di jalan kebaikan, maka Al-Quran mewajibkan agar membaca itu adalah dengan menyebut nama Tuhan (Tuhanmu dan Tuhan kami), bukan tuhan yang disembah oleh orang-orang musyrik. Dialah Allah Yang Mahakuasa, yang tidak menempatkan perantara antara Dia dan manusia. Dengan demikian, gugurlah misi yang disandarkan oleh orang-orang musyrik kepada tuhan-tuhan mereka dengan anggapan bahwa tuhan-tuhan itu akan lebih mendekatkan mereka kepada Allah, sesuai dengan klaim dan ilusi mereka sendiri :
مَا تَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُوْناَ إلى الله زُلْفَى
(Kami tidak menyembah mereka, kecuali (berharap) agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya-QS az-Zumar [39]: 3).
Kata penciptaan (خلق) muncul lagi seolah-olah yang pertama bersifat umum, yakni bahwa “Tuhanmu” adalah yang menciptakan segala sesuatu. Kemudian yang kedua dikhususkan untuk penciptaan manusia, karena agama itu adalah untuk manusia, dan karena manusia adalah bagian dari ciptaan itu.
Manusia ini diciptakan dari segumpal darah (‘alaq; علق yaitu benda yang sangat kecil, yang diartikan sebagai segumpal kecil darah yang membeku. Namun, mereka lupa bahwa علق diambil dari kata dasar yang menunjukkan melekatnya sesuatu pada sesuatu yang lebih tinggi darinya, artinya menempel” (يتعلّق) padanya. Kemudian ia beralih pada makna melekatnya sesuatu padasesuatu yang lain betapapun tingginya, seperti dikatakan: عَلِقَ الدَّمُ بِشَوْبِهِ )darah menempel pada pakaiannya). Dari sini muncullah pengertian alaqah )العلمة( yaitu sperma yang menempel pada rahim wanita dan dengannya dimulailah pembentukan janin.2 Allah Swt berfirman:
يَأَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي رَيْبٍ مِّنَ الْبَعْثِ فَإِنَّا خَلَقْنَكُمْ مِّنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ مِنْ مُّضْغَةٍ
Wahai manusia, jika kamu meragukan [hari] kebangkitan, sesungguhnya Kami telah menciptakan [orangtua] kamu (Nabi Adam) dari tanah, kemudian [kamu sebagai keturunannya Kami ciptakan] dari setetes mani, lalu segumpal darah, lalu segumpal daging… (QS al-Hajj [22]: 5)
Tidak ada masalah bila sesuatu yang menempel itu adalah kecil dan tidak penting, karena merujuk pada bagian yang sangat kecil dari segala sesuatu, seperti sebutir butiran kecil. Hakikat ‘alaq adalah bahwa sesuatu melekat pada sesuatu yang lain. Benda yang sangat kecil ini muncul di dalam rahim wanita, lalu janin terbentuk pada manusia dan makhluk hidup lainnya yang memiliki janin. Akan tetapi, yang dituliskan dalam sebagian besar kitab tafsir dan bahasa [Arab] adalah bahwa ‘alaq di sini artinya setitik darah yang membeku, dan sebagian mereka mengutipnya dari sebagian yang lain.3 Hal ini berdasarkan pemahaman mereka terhadap ayat:
خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ
Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. (QS al-‘Alaq [96]: 2)
Mereka membayangkan bahwa ‘alaq adalah setitik darah yang menempel pada rahim wanita. Akan tetapi, perkembangan sains pada zaman modern telah memungkinkan kita memahami ‘alaq sebagai hasil pembuahan sperma dan sel telur (ovum) sehingga terbentuklah ‘alaqah, yang dinamai demikian karena menempel pada rahim wanita. Dari situlah terbentuk janin. Al-Quran menjelaskan hal ini dalam ayat 5 surah al-Hajj yang sudah dikutip tadi, dan ayat berikut:
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ مِنْ نُّطْفَةٍ ثُمَّ مِنْ عَلَقَةٍ ثُمَّ يُخْرِجُكُمْ طِفْلًا ثُمَّ لِتَبْلُغُوا أَشُدَّكُمْ ثُمَّ لِتَكُونُوا سُيُوْخاً وَمِنْكُمْ مَنْ يُتَوَفَّى مِنْ قَبْلُ وَلِتَبْلُغُوا أَجَلًا مُّسَمًّى وَلَعَلَّكُمْ تَعْقِلُوْنَ
Dialah yang menciptakanmu dari tanah, kemudian dari setetes mani, lalu dari darah yang menggumpal,
(bersambung)