Risalah al-Bajuriyah – Tijan ad-Durori (Bagian 2)

RISĀLAH AL-BĀJŪRIYYAH
(TĪJĀN AD-DURARĪ)
Oleh: Syaikh Ibrohim al-Bajuriy

Alih Bahasa: M. Munawwir Ridwan
Penerbit: ZAMZAM (Surmber Mata Air Ilmu)

Rangkaian Pos: Risalah al-Bajuriyah - Tijan ad-Durori | Syekh Ibrahim al-Bajuriy

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى السَّمْعُ وَ الْبَصَرُ وَ هُمَا صِفَتَانِ قَدِيْمَتَانِ قَائِمَتَانِ بِذَاتِهِ تَعَالَى يَنْكَشِفُ بِهِمَا الْمَوْجُوْدُ.

وَ ضِدُّهُمَا الصَّمَمُ وَ الْعَمَى.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى: (وَ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ) – (الشورى: 11)

Wajib pada ḥaqqnya Allah s.w.t., sifat as-Sama‘ (Maha Mendengar) dan al-Bashar (Maha Melihat). Keduanya adalah sifat terdahulu yang menetap pada Dzatnya Allah s.w.t. yang dengan keduanya menjadi terbukalah hal yang wujud.

Kebalikannya adalah sifat as-Shamam (Tuli) dan al-‘Amā (Buta).

Dalil bahwa Allah s.w.t. memiliki sifat Maha Mendengar dan Maha Melihat adalah firman Allah s.w.t.:

(وَ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ)

Dialah Allah Dzat yang Maha Mendengar dan Maha Melihat (asy-Syūrā, ayat 11).

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى الْكَلَامُ وَ هُوَ صِفَةٌ قَدِيْمَةٌ قَائِمَةٌ بِذَاتِهِ تَعَالَى لَيْسَتْ بِحَرْفٍ وَ لَا صَوْتٍ.

وَ ضِدُّهَا الْبُكْمُ وَ هُوَ الْخَرَسُ.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ قَوْلُهُ تَعَالَى: (وَ كَلَّمَ اللهُ مُوْسَى تَكْلِيْمًا) – (النساء: 164).

Wajib pada ḥaqqnya Allah s.w.t., sifat al-Kalām (Maha Berfirman). Sifat Kalām adalah sifat terdahulu yang menetap pada Dzatnya Allah s.w.t. dan tidak berwujud huruf dan tidak berwujud suara.

Kebalikannya adalah sifat al-Bukmu yaitu al-Kharas (Bisu).

Dalil bahwa Allah s.w.t. memiliki sifat Maha Mengetahui adalah firman Allah s.w.t.:

(وَ كَلَّمَ اللهُ مُوْسَى تَكْلِيْمًا)

Dan Allah telah berfirman kepada Mūsā dengan Firman yang Nyata (an-Nisā’, ayat 164).

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى كَوْنُهُ قَادِرًا.

وَ ضِدُّهُ كَوْنُهُ عَاجِزًا.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ دَلِيْلُ الْقُدْرَةِ.

Wajib pada ḥaqqnya Allah s.w.t., sifat Kaunuhu Qādiran (adanya Allah Dzat yang Maha Kuasa).

Kebalikannya adalah sifat Kaunuhu ‘Ājizan (adanya Allah Dzat yang lemah).

Dalil bahwa Allah s.w.t. memiliki sifat adanya Allah Dzat yang Maha Kuasa adalah sebagaimana dalilnya sifat al-Qudrah (Maha Berkuasa).

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى كَوْنُهُ مُرِيْدًا.

وَ ضِدُّهُ كَوْنُهُ كَارِهًا.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ دَلِيْلُ الْإِرَادَةِ.

Wajib pada ḥaqqnya Allah s.w.t., sifat Kaunuhu Murīdan (adanya Allah Dzat yang Maha Berkehendak).

Kebalikannya adalah sifat Kaunuhu Kārihan (adanya Allah Dzat yang terpaksa).

Dalil bahwa Allah s.w.t. memiliki sifat adanya Allah Dzat yang Maha Berkehendak adalah dalil sifat al-Irādah (Maha Berkehendak).

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى كَوْنُهُ عَالِمًا.

وَ ضِدُّهُ كَوْنُهُ جَاهِلًا.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ دَلِيْلُ الْعِلْمِ.

Wajib pada ḥaqqnya Allah s.w.t., sifat Kaunuhu ‘Āliman (adanya Allah Dzat yang Maha Mengetahui).

Kebalikannya adalah sifat Kaunuhu Jāhilan (adanya Allah Dzat yang Bodoh).

Dalil bahwa Allah s.w.t. memiliki sifat adanya Allah Dzat yang Maha Mengetahui adalah dalil sifat al-‘Ilmu (Maha Mengetahui).

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى كَوْنُهُ حَيًّا.

وَ ضِدُّهُ كَوْنُهُ مَيْتًا.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ دَلِيْلُ الْحَيَاةِ.

Wajib pada ḥaqqnya Allah s.w.t., sifat Kaunuhu Ḥayyan (adanya Allah Dzat yang Maha Hidup).

Kebalikannya adalah sifat Kaunuhu Mayyitan (adanya Allah Dzat yang Mati).

Dalil bahwa Allah s.w.t. memiliki sifat yang Maha Hidup adalah dalil sifat al-Ḥayyāh (Maha Hidup).

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى كَوْنُهُ سَمِيْعًا بَصِيْرًا.

وَ ضِدُّهُ كَوْنُهُ أَصَمَّ وَ كَوُنُهُ أَعْمَى.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ دَلِيْلُ السَّمْعِ وَ دَلِيْلُ الْبَصَرِ.

Wajib pada ḥaqqnya Allah s.w.t., sifat Kaunuhu Samī‘an (adanya Allah Dzat yang Maha Mendengar) dan Kaunuhu Bashīran (adanya Allah Dzat yang Maha Melihat).

Kebalikannya adalah sifat Kaunuhu ‘Ashamma (adanya Allah Dzat yang Tuli) adan Kaunuhu A‘mā (adanya Allah Dzat yang Maha Buta).

Dalil bahwa Allah s.w.t. memiliki sifat adanya Allah Dzat yang Maha Mendengar dan adanya Allah Dzat yang Maha Melihat adalah dalil sifat as-Sama‘ dan dalil sifat al-Bashar (Maha Mendengar dan Maha Melihat).

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى كَوْنُهُ مُتَكَلِّمًا.

وَ ضِدُّهُ كَوْنُهُ أَبْكَمَ.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ دَلِيْلُ الْكَلَامِ.

Wajib pada ḥaqqnya Allah s.w.t., sifat Kaunuhu Mutakalliman (adanya Allah Dzat yang Maha Berfirman).

Kebalikannya adalah sifat Kaunuhu Abkama (adanya Allah Dzat yang Bisu).

Dalil bahwa Allah memiliki sifat adanya Allah s.w.t. Dzat yang Maha Berfirman adalah dalil sifat al-Kalām (Maha Berfirman).

 

وَ الْجَائِزُ فِيْ حَقِّهِ تَعَالَى فِعْلُ كُلِّ مُمْكِنٍ أَوْ تَرْكُهُ.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ أَنَّهُ لَوْ وَجَبَ عَلَيْهِ سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى فِعْلُ شَيْءٍ أَوْ تَرْكُهُ لَصَارَ الْجَائِزُ وَاجِبًا أَوْ مُسْتَحِيْلًا وَ هُوَ مُحَالٌ.

Boleh bagi ḥaqqnya Allah s.w.t. bersifat mengerjakan setiap perkara yang mungkin atau meninggalkannya.

Dalil bahwa Allah s.w.t. bersifat mengerjakan setiap perkara yang mungkin atau meninggalkannya adalah seandainya Allah berkewajiban untuk mengerjakan sesuatu atau berkewajiban untuk meninggalkannya niscaya sifat Jā’iz tersebut menjadi Wājib atau Mustaḥīl. Dan hal itu adalah hal yang tidak dapat diterima oleh akal (mustaḥīl).

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّ الرُّسُلِ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ الصِّدْقُ.

وَ ضِدُّهُ الْكِذْبُ.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ أَنَّهُمْ لَوْ كَذَبُوْا لَكَانَ خَبَرُ اللهِ سُبْحَانَهُ وَ تَعَالَى كَاذِبًا وَ هُوَ مُحَالٌ.

Dan wajib bagi ḥaqqnya para rasūl ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām sifat ash-Shiddīq (Benar atau Jujur).

Kebalikannya adalah sifat al-Kidzbu (Berbohong).

Dalil bahwa para rasul memiliki sifat ash-Shidqu adalah seandainya para rasul berbohong niscaya berita/khabar dari Allah s.w.t. adalah suatu hal yang tidak benar/bohong. Dan hal itu tidak dapat diterima oleh akal (mustaḥīl).

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِمْ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ الْأَمَانَةُ.

وَ ضِدُّهَا الْخِيَانَةُ.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ أَنَّهُمْ لَوْ خَانُوْا بِفِعْلٍ مُحَرَّمٍ أَوْ مَكْرُوْهٍ لَكُنَّا مَأْمُوْرِيْنَ بِمِثْلِ ذلِكَ وَ لَا يَصِحُّ أَنْ نُؤْمَرَ بِمُحَرَّمٍ أَوْ مَكْرُوْهٍ.

Dan wajib bagi ḥaqqnya para rasūl ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām sifat al-Amānah (dapat dipercaya/terpercaya).

Kebalikannya adalah sifat al-Khiayānat (Berkhianat/tidak dapat dipercaya).

Dalil bahwa para rasul memiliki sifat al-Amānah adalah seandainya pula rasul berkhianat dengan berbuat hal yang diharamkan atau yang dimakruhkan niscaya kita semua diperintahkan dengan hal yang serupa. Dan tidak benar jika kita diperintah untuk melakukan hal yang diharamkan atau yang dimakruhkan.

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِمْ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ تَبْلِيْغُ مَا أُمِرُوْا بِتَبْلِيْغِهِ لِلْخَلْقِ.

وَ ضِدُّهُ كِتْمَانُ ذلِكَ.

الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ أَنَّهُمْ لَوْ كَتَمُوْا شَيْئًا مِمَّا أُمِرُوْا بِتَبْلِيْغِهِ لَكُنَّا مَأْمُوْرِيْنَ بِكِتْمَانِ الْعِلْمِ وَ لَا يَصِحُّ أَنْ نُؤْمَرَ بِهِ، لِأَنَّ كَاتِمَ الْعِلْمِ مَلْعُوْنٌ.

Dan wajib bagi ḥaqqnya para rasūl ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām sifat Tablīghu Mā Umirū bi Tablīghihi (Menyampaikan hal yang diperintahkan untuk disampaikan).

Kebalikannya adalah sifat Kitmān (Menyembunyikan hal yang diperintahkan untuk disampaikan)

Dalil bahwa para rasul memiliki sifat Tablīghu Mā Umiru bi Tablīghihi adalah seandainya para rasul menyembunyikan suatu hal yang diperintahkan untuk disampaikan, niscaya kita diperintahkan untuk menyembunyikan ilmu. Dan tidak benar jika kita diperintah untuk itu. Karena sesungguhnya orang yang menyembunyikan ilmu itu dilaknat.

 

وَ يَجِبُ فِيْ حَقِّهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ الْفَطَانَةُ.

وَ ضِدُّهَا الْبَلَادَةُ.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ أَنَّهُ لَوِ انْتَفَتْ عَنْهُمُ الْفَطَانَةُ لَمَّا قَدَرُوْا أَنْ يُقِيْمُوْا حُجَّةً عَلَى الْخَصْمِ وَ هُوَ مُحَالٌ َلِأَنَّ الْقُرْآنَ دَلَّ فِيْ مَوَاضِعَ كَثِيْرَةٍ عَلَى إِقَامَتِهِمُ الْحُجَّةَ عَلَى الْخَصْمِ.

Dan wajib bagi ḥaqqnya para rasūl ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām sifat al-Fathanah (Cerdas/Pandai).

Dalil bahwa para rasul memiliki kecerdasan niscaya mereka tidak akan mampu untuk berhujjah mengalahkan para lawan/musuhnya. Dan hal itu tidak dapat diterima akal. Karena al-Qur’ān telah menunjukkan dalam banyak tempat atas kemampuan para rasul berhujjah mengalahkan para lawan/musuhnya.

 

وَ الْجَائِزُ فِيْ حَقِّهِمْ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ الْأَعْرَاضُ الْبَشَرِيَّةُ الَّتِيْ لَا تُؤَدِّيْ إِلَى نَقْصٍ فِيْ مَرَاتِبِهِمُ الْعَلِيَّةِ كَالْمَرَضِ وَ نَحْوِهِ.

وَ الدَّلِيْلُ عَلَى ذلِكَ مُشَاهَدَتُهَا بِهِمْ عَلَيْهِمُ الصَّلَاةُ وَ السَّلَامُ.

Boleh bagi ḥaqqnya para rasūl ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām sifat al-A‘rādh-ul-Basyariyyah (sifat Manusiawi) yang tidak sampai mendatangkan pada rendahnya martabat mereka yang luhur, seperti sakit dan semisalnya.

Dalil bahwa para rasul memiliki sifat Manusiawi (al-A‘rādh-ul-Basyariyyah) adalah kenyataan yang dapat disaksikan pada diri para rasul ‘Alaihim-ush-Shalātu was-Salām.

3 Komentar

  1. Maman maulana berkata:

    Cuma mau minta keridloan kepada penerjemah karena sy sudah copypaste tulisannya.(terjemah tijan adoruri) Semoga Allah memberikan kemuliaan kepadanya di dunia maupun akhirat. Aamiin

    1. Aamiiinx3 ya Allah. Bismillah. Penerjemah buku ini adalah M. Munawwir Ridwan dan kami hanya memasangnya di situs ini untuk membantu mereka yang ingin belajar. Silakan diamalkan dan disebarkan sehingga In sya Allah akan menjadi pahala jariyah.

  2. Maman maulana berkata:

    Terimakasih admin. Moga admin pun dapat pahala kebaikan dari Allah swt. Aamiin

Tinggalkan Balasan ke Maman maulana Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *