Rasulullah s.a.w. Hijrah ke Madinah – Nurul Yaqin (1/2)

NŪR-UL-YAQĪN
 
Judul Asli:
Nūr-ul-Yaqīn fī Sīrati Sayyid-il-Mursalīn
Penulis: Muhammad al-Khudhari Bek

 
Alih Bahasa: Muhammad Faisal Fadhil
Penerbit: UMMUL QURA
 
(Diketik oleh: Zulfa)

Rangkaian Pos: Hijrah-hijrah - Nurul Yaqin

Rasūlullāh s.a.w. Hijrah ke Madīnah

Setelah mendapat idzin hijrah, saat itu juga Rasūlullāh s.a.w. menemui Abū Bakar r.a. dan memberitahukan kepadanya bahwa Allah telah mengidzinkannya untuk hijrah. Abū Bakar r.a. meminta kepada Beliau agar diperbolehkan menemani Beliau, dan Beliau menjawab: “Ya.” Kemudian Abū Bakar menawarkan kepada Rasūlullāh s.a.w. salah satu dari dua unta yang telah dipersiapkan untuk keperluan (hijrah) tersebut. Lalu mereka mempersiapkan perlengkapan safar dengan cekatan. Semua makanan untuk di perjalanan dimasukkan ke dalam kantung besar. Asmā’ binti Abī Bakar membelah ikat pinggangnya kemudian mengikatkannya pada mulut kantung perbekalan tersebut.

Rasūlullāh s.a.w. dan Abū Bakar r.a. menyewa ‘Abdullāh bin Uraiqith dari Bani Dail bin Bakr. Dia seorang penunjuk jalan yang mahir. Sekalipun ia masih musyrik seperti orang-orang Quraisy lainnya, ia dapat dipercaya. Nabi s.a.w. dan Abū Bakar menyerahkan kendaraannya kepadanya seraya berpesan agar ia menemui mereka berdua di Gua Tsūr setelah tiga malam. Setelah itu, Rasūlullāh s.a.w. berpisah dengan Abū Bakar dan berjanji untuk bertemu pada malam hari di luar kota Makkah.

Malam tersebut adalah malam yang bertepatan dengan persiapan kaum Quraisy untuk melaksanakan apa yang telah mereka sepakati sebelumnya. Lalu mereka (para pemuda dari berbagai kabilah) mengepung rumah Rasūlullāh s.a.w., sementara beliau berada di dalam. Ketika waktu untuk keluar tiba, Rasūlullāh s.a.w. memerintahkan keponakannya, ‘Alī bin Abī Thālib untuk tidur di tempat tidur Beliau supaya tidak timbul kecurigaan akan keberadaan Beliau pada tengah malam karena mereka berulang-ulang mengawasi dari celah-celah pintu untuk melihat keberadaan Beliau. Kemudian Rasūlullāh s.a.w. menyelimuti ‘Alī dengan kain burdahnya, lalu keluar melewati para pemuda Quraisy yang berada di luar pintu rumahnya seraya membacakan firman Allah:

وَ جَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ أَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَ مِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ

Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat.” (QS. Yāsīn [36]: 9)

Allah s.w.t. membuat mereka tertidur sehingga tidak ada seorang pun dari mereka yang melihat Rasūlullāh s.a.w. Beliau s.a.w. terus berjalan sampai bertemu dengan Abū Bakar r.a., lalu keduanya melanjutkan perjalanan hingga sampai di Gua Tsūr dan bersembunyi di dalamnya. Saat orang-orang musyrik mengetahui bahwa rencana mereka gagal, dan mereka semalamam hanya mengawasi ‘Alī bin Abī Thālib, bukan Muḥammad bin ‘Abdillāh, kemarahan mereka pun memuncak lalu menyebarkan orang-orangnya untuk mencari ke berbagai penjuru. Mereka menyediakan hadiah yang besar bagi siapa pun yang dapat menangkap Muḥammad atau menunjukkan tempat persembunyiannya.

Pencarian mereka sampai juga di Gua Tsūr yang di dalamnya terdapat orang yang sedang mereka cari. Seandainya seseorang dari mereka mau melihat ke arah telapak kaki mereka, niscaya ia melihat orang yang mereka cari. Hingga hal itu membuat Abū Bakar r.a. menangis. Lalu Rasūlullāh s.a.w. bersabda kepadanya, membacakan firman-Nya:

لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا

Janganlah engkau bersedih hati karena sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS. at-Taubah [9]: 40)

Allah membutakan pandangan mata mereka sehingga tak seorang pun dari mereka yang melihat ke dalam goa, bahkan musuh besar Rasūlullāh s.a.w., yaitu Umayyah bin Khalaf, memustahilkan orang yang dicarinya itu bersembunyi di goa seperti itu.

Rasūlullāh s.a.w. dan Abū Bakar r.a. tinggal selama tiga malam di dalam Gua Tsūr hingga pencarian dihentikan. Sementara itu, ‘Abdullāh bin Abī Bakar turut bermalam bersama mereka. ‘Abdullāh adalah seorang pemuda yang terdidik dan berpengalaman. Apabila malam hampir habis, yaitu pada waktu sahur, ia meninggalkan Rasūlullāh s.a.w. dan Abū Bakar dan pada pagi harinya ia bersama orang-orang Quraisy di Makkah seperti orang yang bermalam bersama mereka. Ia mendengarkan semua hal yang direncanakan orang-orang Quraisy untuk ia sampaikan kepada Rasūlullāh s.a.w. dan Abū Bakar jika hari sudah gelap.

Selain itu, ‘Āmir bin Fuhairah pergi ke tempat Rasūlullāh s.a.w. dan Abū Bakar dengan membawa domba-domba gembalaannya pada sore hari. Apabila ‘Abdullāh bin Abī Bakar berangkat meninggalkan Rasūlullāh s.a.w. dan Abū Bakar, maka ‘Āmir mengikuti ‘Abdullāh dari belakang bersama domba-dombanya agar telapak kakinya tidak meninggalkan jejak. Setelah pencarian orang-orang Quraisy berhenti, Rasūlullāh s.a.w. dan Abū Bakar r.a. keluar dari gua setelah si penunjuk jalan tiba dengan membawa dua ekor unta pada hari ke tiga. Lalu keduanya menyusuri jalan pinggir pantai.

Di tengah jalan mereka disusul si pemburu, Surāqah bin Mālik al-Mudlajī. Sebelumnya ia mengetahui para utusan dari orang-orang musyrik Quraisy menyediakan hadiah sebesar seratus unta untuk masing-masing jiwa Rasūlullāh s.a.w. dan Abū Bakar bagi siapa saja yang bisa membunuh atau menangkap mereka berdua. Ketika itu Surāqah sedang duduk-duduk di majelis kaumnya, yaitu Bani Mudlaj. Tiba-tiba datanglah seseorang dari Bani Mudlaj yang langsung berdiri di hadapan mereka yang sedang duduk-duduk, ia berkata: “Hai Surāqah, sesungguhnya aku tadi melihat titik hitam di daerah pantai, aku yakin bahwa titik hitam itu adalah Muḥammad dan shahabatnya, tetapi ia ingin agar pemberi informasi itu jangan sampai mencari mereka. Lalu ia berkata: “Sesungguhnya apa yang engkau lihat itu adalah si fulan dan si fulan. Sepengetahuanku mereka berdua pergi untuk mencari barang mereka yang hilang di kawasan tersebut.”

Setelah berdiam sesaat di antara kaumnya, Surāqah bangkit lalu menaiki kudanya dan langsung memacu kudanya ke arah pantai sampai mendekati Rasūlullāh s.a.w. dan shahabatnya, Abū Bakar. Namun, ketika mendekat, ternyata kaki depan kudanyanya terperosok sehingga ia terjatuh. Ia menaikinya kembali dan mengejar Rasūlullāh s.a.w. hingga ia sempat mendengarkan bacaan al-Qur’ān Rasūlullāh s.a.w. Rasūlullāh s.a.w. tidak pernah menengok ke belakang, tetapi Abū Bakar r.a. sering menengok ke belakang. Tiba-tiba kaki depan kuda Surāqah terperosok ke dalam pasir hingga lututnya, Surāqah pun terjungkal jatuh. Lalu ia kembali menghardik kudanya supaya bangkit, tetapi belum lagi kaki depan kudanya dicabut, tiba-tiba dari bekas kedua kaki itu keluar debu yang membumbung ke langit seperti asap. Maka mengertilah Surāqah bahwa pekerjaannya itu akan sia-sia belaka, bahkan kini ia dicekam perasaan takut. Lalu ia berteriak kepada Rasūlullāh s.a.w. dan Abū Bakar dan menyatakan bahwa mereka aman. Maka Rasūl dan shahabatnya pun berhenti sampai ia (Surāqah) datang. Surāqah menceritakan: “Aku merasakan ketika mengalami apa yang kualami bahwa perkara Rasūlullāh s.a.w. ini akan menang. Lalu kukatakan: ‘Sesungguhnya kaummu telah menyediakan hadiah sebesar diyat (seratus unta)’. “Kemudian Surāqah memberitahukan tentang apa yang dikendaki oleh orang-orang terhadap diri Rasūlullāh dan Abū Bakar. Lalu Surāqah menawarkan perbekalan dan harta kepada Rasūl dan Abū Bakar, tetapi keduanya tidak mau mengambil sedikit pun, bahkan berkata: “Pergilah engkau dari kami.” Sebelum pergi, Surāqah meminta surat jaminan keamanan bagi dirinya maka Rasūlullāh s.a.w. memerintahkan Abū Bakar menuliskannya. (61) Dengan demikian selesailah peristiwa tersebut yang menunjukkan besarnya perhatian Allah s.w.t. terhadap Rasūl-Nya s.a.w.

Sementara itu, penduduk Madīnah ketika mendengar berita tentang keluarnya Rasūlullāh s.a.w. dari Makkah untuk bergabung dengan mereka, mereka selalu pergi ke Ḥarrah, (72) untuk menyambut kedatangan beliau. Jika hari sudah panas mereka pulang. Pada suatu hari mereka kembali ke rumah setelah menunggu sangat lama. Tatkala mereka sampai ke rumah masing-masing, ada seorang Yahūdī menaiki atap rumahnya untuk mengetahui urusan yang mereka tunggu-tunggu. Maka ia melihat Rasūlullāh s.a.w. dan shahabatnya dari kejauhan, terkadang tampak dan terkadang tidak karena tertutup oleh fatamorgana. Kemudian orang Yahūdī itu berseru sekuat tenaganya: “Hai orang ‘Arab semuanya, ini keberuntungan kalian, yang sedang kalian tunggu-tunggu telah datang.” Mereka pun bergegas mengambil senjata masing-masing, lalu berangkat ke daerah Ḥarrah menyambut kedatangan Rasūlullāh s.a.w.

Catatan:

  1. 6). HR al-Bukhārī (3906), lihat pula As-Sirah An-Nabawiyyah, Abī Syuhbah (1/495).
  2. 7). Sebuah tanah yang ada bebatuan hitam di atasnya, dan Madīnah al-Munawwarah itu dikelilingi oleh dua Ḥarrah.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *