Naql atau manqūl dalam kitab lain dimasukkan dalam bagian hakikat, mengapa pengarang memasukkannya dalam bagian majāz?
Jawab:
Karena maksud pengarang di sini adalah pengertian naql secara lughat, ya‘ni penghalihan secara mutlak (muthlaq) dari ma‘na satu ke ma‘na lainnya. Dan beliau tidak menghendaki naql secara istilah, ya‘ni pemindahan dari ma‘na pertama ke ma‘na kedua disertai adanya kesesuaian (munāsabah) dan dengan meninggalkan ma‘na pertama.
Sedangkan naql atau manqūl yang termasuk bagian hakikat adalah naql yang menggunakan definisi secara istilah.
Referensi:
فَإِنْ قُلْتَ أَنَّ كَوْنَهُ مَنْقُوْلًا بُنَافِيْ كَوْنَهُ مَجَازًا لِأَنَّ الْمَنْقُوْلَ مِنْ أَقْسَامِ الْحَقِيْقَةِ كَمَا تَقَرَّرَ فِيْ مَحَلِهِ وَ الْمُصَنِّفُ قَدْ جَعَلَهَا مِنْ أَقْسَامِ الْمَجَازِ أُجِيْبُ بِأَنَّهُ لَا مُنَافَاةَ لِأَنَّهُ أَرَادَ النَّقْلَ بِالْمَعْنَى اللُّغَوِيِّ وَ هُوَ مُطْلَقُ الْمُجَاوَزَةِ بِاللَّفْظِ عَنْ مَعْنًى إِلَى مَعْنًى آخَرَ لَا بِالْمَعْنَى الْاِصْطِلَاحِيِّ وَ هُوَ مَا يَكُوْنُ لِمُنَاسَبَةٍ مَعَ هجْرِ الْمَعْنَى الْأَوَّلِ وَ الْمَنْقُوْلُ الَّذِيْ هُوَ مِنْ أَقْسَامِ الْحَقِيْقَةِ هُوَ الْمَنْقُوْلُ بِالْمَعْنَى الْاِصْطِلَاحِيِّ دُوْنَ مَعْنَى اللُّغَوِيِّ (النَّفَحَاتِ صــــ 45).
“Jika kamu mengatakan bahwa adanya status manqūl menafikan keberadaannya sebagai majāz, karena manqūl termasuk bagian hakikat seperti yang dijelaskan pada pembahasannya, dan pengarang menjadikannya termasuk bagian majāz. Maka aku menjawab, bahwa tidak ada pertentangan, karena maksud pengarang di sini adalah pengertian naql secara lughat, ya‘ni pengalihan secara mutlak dari ma‘na satu ke ma‘na lainnya, tidak menghendaki naql secara istilah, ya‘ni pemindahan dari ma‘na pertama ke ma‘na kedua disertai adanya kesesuaian (munāsabah) dan dengan meninggalkan ma‘na pertama. Sedangkan naql atau manqūl yang termasuk bagian hakikat adalah naql yang menggunakan definisi secara istilah, bukan secara lughat.”
Ada kemiripan istilah di saat sebuah lafazh memiliki beberapa pemahaman ma‘na, ya‘ni musytarak, naql, murtajal dan majāz bin-naql. Apa perbedaan istilah-istilah ini?
Jawab:
Perbedaannya adalah sebagai berikut:
Referensi:
قَالُوْا اللَّفْظُ إِذَا تَعَدَّدَ مَفْهُوْمُهُ فَإِنْ لَمْ يَتَخَلَّلْ بَيْنَهُمَا نَقْلٌ فَهُوَ الْمُشْتَرَكُ وَ إِنْ تَخَلَّلَ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ النَّقْلُ لِمُنَاسَبَةٍ فَمُرْتَجَلٌ وَ إِنْ كَانَ لِمُنَاسِبَةِ فَإِنْ هُجِرَ الْمَعْنَى الْأَوَّلُ فَهُوَ الْمَنْقُوْلُ الَّذِيْ هُوَ مِنْ أَقْسَامِ الْحَقِيْقَةِ وَ إِلَّا فَهُوَ الْمَنْقُوْلُ الَّذِيْ هُوَ مِنْ أَقْسَامِ الْمَجَازِ وَ يُسَمَّى مَجَازًا بِالنَّقْلِ (النَّفَحَاتُ صــــ 45).
“‘Ulamā’ mengatakan: ketika suatu lafazh memiliki beberapa pemahaman ma‘na, maka apabila antara dua pemahaman ma‘na tidak diselingi proses pemindahan (naql), maka disebut musytarak. Dan jika diselingi proses pemindahan (naql), maka apabila pemindahan tersebut bukan karena keserasian ma‘na, maka dinamakan murtajal. Apabila karena keserasian ma‘na, kemudian ma‘na awal ditinggalkan (dilupakan), maka dinamakan manqūl (naql) yang termasuk kategori hakikat. Dan jika sebaliknya (ma‘na awal masih terpakai), maka dinamakan manqūl (naql) yang termasuk kategori majāz dan dinamakan majāz dengan naql.”