Pertanyaan Tentang Pembagian Hukum – Terjemah Syarah al-Waraqat

Ushul Fiqh
Terjemah Syarah al-Waraqat
 
Judul (Asli): Syarh al-Waraqat
(Penjelasan dan Tanya Jawab Ushul Fiqh)
 
 
Penyusun: Darul Azka, Nailul Huda, Munawwir Ridlwan
 
Penerbit: Santri salaf press.

Pertanyaan (1):

Ada berapa macam hubungan (ta‘alluq) khithab dengan perbuatan mukallaf?

Jawab:

Ada dua:

  1. Ma‘nawī yang disebut juga shulūḥī qadīm, yakni hubungan sebelum wujudnya mukallaf, dengan arti sewaktu-waktu seseorang ditemukan telah memenuhi persyaratan taklīf, maka sebuah khithab akan terhubung dengannya.
  2. Tanjīzī, yakni setelah wujudnya mukallaf dan setelah bi‘tsah (diutusnya seorang utusan). Ini merupakan hubungan dengan ciptaan yang baru (ḥādits) setelah wujud.

Referensi:

وَ التَّعَلُّقُ إِمَّا مَعْنَوِيٌّ وَ هُوَ الصُّلُوْحِيُّ الْقَدِيْمُ قَبْلَ وُجُوْدِ الْمُكَلِّفِ عَلَى مَعْنَى أَنَّهُ إِذَا وُجِدَ مُسْتَجْمِعًا لِشُرُوْطِ التَّكْلِيْفِ كَانَ مُتَعَلِّقًا بِهِ. وَ إِمَّا تَنْجِيْزِيٌّ وَ هُوَ بَعْدَ وُجُوْدِ الْمُكَلَّفِ بَعْدَ الْبِعْثَةِ إِذْ لَا حُكْمَ قَبْلَهَا وَ هُوَ تَعَلُّقٌ حَادِثٌ. (الْوَجِيْزُ صــــ 39).

Ta‘lluq ada maknawi yang disebut juga shulūḥī qadīm, yakni hubungan sebelum wujudnya mukallaf, dengan arti sewaktu-waktu seseorang ditemukan telah memenuhi persyaratan taklif, maka sebuah khithab akan terhubung dengannya. Dan ada tanjīzī, yakni setelah wujudnya mukallaf dan setelah bi‘tsah (diutusnya seorang utusan), karena sebelum bi‘tsah tidak ada hukum. Ini merupakan hubungan yang ḥādits (baru).

Pertanyaan (2):

Sabab, syarat dan māni‘ tergolong khithab apa? dan kenapa ketiganya tidak disebutkan?

Jawab:

Tergolong khithab wadh‘ī. Dan tidak disebutkan karena bermaksud meringkas.

Referensi:

(وَ الصَّحِيْحُ) وَ الْفَسَادُ وَ هذَا مِنْ أَثَارِ خِطَابِ الْوَضْعِ كَمَا عَرَفْتَ أَنِفًا وَ لَمْ يَذْكُرْ بَقِيَتَهُ وَ هَوَ السَّبَبُ وَ الشَّرْطُ وَ الْمَانِعَ لَعَلَّهُ لِقَصْدِ الْاِخْتِصَارِ. (النَّفَحَاتُ صـــ 17).

(Hukum sah) dan fasād (rusak), tergolong khithab wadh‘ī dan sebentar lagi engkau akan mengetahuinya. Pengarang tidak menyebutkan khithab wadh‘ī yang lain, yakni sabab, syarat, dan māni‘, barang kali karena tujuan meringkas.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *