Pertanyaan Tentang Definisi Fiqh – Terjemah Syarah al-Waraqat

Ushul Fiqh
Terjemah Syarah al-Waraqat
 
Judul (Asli): Syarh al-Waraqat
(Penjelasan dan Tanya Jawab Ushul Fiqh)
 
 
Penyusun: Darul Azka, Nailul Huda, Munawwir Ridlwan
 
Penerbit: Santri salaf press.

Pertanyaan (1):

Apa yang dimaksud ma‘rifat (dalam lafazh ma‘rifat-ul-aḥkām)?

Jawab:

Potensi pada seseorang yang dihasilkan dari penelitian kaidah hingga melahirkan kemampuan menghasilkan sebuah hukum yang dikehendakinya, walaupun hasil hukumnya belum terwujud secara nyata.

Referensi:

(قَوْلُهُ مَعْرِفَةٌ)…..أَعْنِي الْمَلَكَةُ الْحَاصِلَةُ مِنْ تَتَبُّعِ الْقُوَاعِدِ بَحَيْثُ يَقْتَدِرُ بِهَا عَلَى تَحْصِيْلِ التَّصْدِيْقِ بِأَيِّ حُكْمٍ أَرَادَ وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ حَاصِلًا بِالْفِعْلِ كَمَا وَقَعَ ذلِكَ لِمَنْ هُوَ فَقِيْهٌ بِالْاِجْمَاعِ فِيْ بَعْضِ الْأَحْكَامِ كَمَالِكٍ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى حِيْنَ سُئِلَ عَنْ أَرْبَعِيْنَ مَسْأَلَةً فَقَالَ فِيْ سِتٍّ وَ ثَلَاثِيْنَ لَا أَدْرِيْ لِجَوَازِ أَنْ يَكُوْنَ ذلِكَ لِعَدَمِ التَّمَكُّنِ مِنَ الْاِجْتِهَادِ فِي الْحَالِ (النَّفَحَاتُ صــــ 14).

(Ucapan pengarang: pengetahuan)… yang dimaksud ialah sebuah potensi (kemampuan) pada seseorang dari penelitian terhadap kaidah, yang dengan penelitian tersebut mampu menghasilkan sebuah hukum (tashdīq) yang ia kehendaki, walaupun hasil hukumnya belum terwujud secara nyata. Seperti yang terjadi pada seseorang yang memahami ijma‘ dalam sebagian hukum. Seperti imam Mālik r.a. tatkala beliau ditanya tentang 40 permasalahan, (4 masalah beliau jawab) dan beliau berkata dalam 36 masalah; “saya tidak tahu jawabannya”. Demikian itu dikarenakan mungkin tidak ada kesempatan untuk berijtihad seketika itu.”

Pertanyaan (2):

Apa yang dimaksud masā’il-ul-khilāfiyyah (مَسَائِلُ الْخِلَافِ) dan masā’il-ul-qath‘iyyah (مَسَائِلُ الْقَطْعِيَّةِ)?

Jawab:

Masā’il-ul-khilāfiyyah yaitu hukum yang proses penggaliannya melalui ijtihad. Sedangkan yang dimaksud masalah qath‘iyyah adalah hukum yang proses penggaliannya tanpa melalui ijtihad.

Referensi:

(وَ الْفِقْهُ عِلْمُ كُلِّ حُكْمٍ شَرْعِيٍّ جَاءَ اجْتِهَادًا دُوْنَ حُكْمٍ قُطْعيٍّ)

وَ إِنَّمَ احْتَاجَ إِلَى التَّقْيِيْدِ بِقَوْلِهِ جَاءَ اجْتِهَادًا دُوْنَ حُكْمٍ قَطْعِيٍّ الَّذِيْ هُوَ بِمَعْنَى قُوْلِ الْأَصْلِ الَّتِيْ طَرِيْقِهَا الْاِجْتِهَادُ أَيْ جَاءَ ثُبُوْتُهُ وَ ظُهُوْرُهُ بِالْاِجْتِهَادِ وَ هُوَ بَذْلُ الْوَسْعِ فِيْ بُلُوْغِ الْغَرَضَ لِأَنَّ الْحُكْمَ ثَابِتَةٌ فِيْ نَفْسِهَا بِدُوْنِ الْاِجْتِهَادُ هُوَ الْمُظْهِرُ الْمُثْبِتُ لَهَا عِنْدَ الْمُجْتَهِدِ فَالْحُكْمُ الشَّرْعِيُّ يَنْقَسِمُ إِلَى مَا طَرِيْقُهُ الْقَطْعُ لَا الْاِجْتِهَادُ مِنْ قَوْلِهِ دُوْنَ حُكْمٍ قَطْعِيٍّ كَالْعِلْمِ بِأَنَّ اللهَ تَعَالَى وَاحِدٌ مَوْجُوْدٌ وَ أَنَّ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ وَاجِبَةٌ وَ أَنَّ الزِّنَا مُحَرَّمٌ وَ غَيْرَ ذلِكَ مِنَ الْمَسَائِلِ الْقَطْعِيَّةِ مِمَّا يَشْتَرِكُ فِيْ مَعْرِفَتِهَا الْخَاصُّ وَ الْعَامُ فَلَا يُسَمَّى فِقْهًا فَلِذلِكَ قُيِّدَ الْحُكْمُ بِالْاِجْتِهَادِ (لَطَائِفُ الْإِشَارَاتِ صــــ 9).

(Fiqh yaitu pengetahuan tentang hukum berbentuk syar‘ī yang datang melalui ijtihad, bukan hukum qath‘ī). Dibutuhkannya batasan “melalui ijtihad, bukan hukum qath‘ī” di mana artinya sama dengan kitab asal (waraqāt) yang redaksinya “melalui proses ijtihad”, artinya tetap dan munculnya melalui ijtihad. Ijtihad ialah pengerahan kemampuan untuk mencapai tujuan. Karena sebenarnya hukum itu terlebih dahulu telah wujud tanpa ijtihad, sedangkan keberadaan ijtihad hanya untuk menampakkan dan menetapkannya di tangan mujtahid. Dengan demikian hukum itu syar‘ī terbagi menjadi dua. 1). Adakalanya proses penggaliannya melalui ijtihad, dan ini yang dikehendaki redaksi “datang melalui ijtihad”, seperti niat di dalam wudhu’ adalah wajib…. 2). Adakalanya proses penggaliannya tidak menggunakan ijtihad seperti pengetahuan kita bahwa Allah s.w.t. itu satu dan wujud, adanya shalat lima waktu hukumnya wajib, perbuatan zina hukumnya haram dan contoh-contoh lain yang tergolong qath‘iyyah. Yakni dari beberapa masalah, yang orang pintar maupun orang awam dapat mengetahuinya. Pengetahuan terhadap hukum tersebut tidak dinamakan fiqh. Sehingga hukum dalam hal ini perlu dibatasi dengan yang proses penggaliannya melalui ijtihad.”

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *