Penyembuhan Cara Sufi – Shalat : Postur Para Nabi – Nasehat Shalat (2/3)

Syakh Ghulam Moinuddin

Judul Asli : The Book of Sufi Healing
Penerjemah : Arif Rakhmat
Penyunting : Ahmad Norma Permata
Penerbit : Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta

(lanjutan)

Jika engkau berdiri di hadapan-Ku, berdirilah di hadapanku dengan penuh kekhawatiran seperti seorang budak yang paling miskin, dan berkatalah kepada-Ku dengan lidah seorang yang jujur.”

Dan kemudian Allah menjelaskan kepadanya, “Ceritakanlah kepada para pengikutmu yang tidak patuh untuk mengingat Aku. Aku bersumpah atas Diriku sendiri bahwa Aku akan mengingat orang yang mengingat Aku. Sewaktu Ibrahim berdiri mengerjakan shalât, suara hatinya terdengar dari jarak dua mil. Seseorang akan dimaafkan dalam kehidupan selanjutnya berdasarkan pada kualitas jiwanya, dan bukan karena jasadnya.”

Beberapa orang barangkali merasa heran dengan anjuran bahwa kita harus takut kepada Allah, yang menerangkan bahwa kita harus benar-benar memikirkan Allah sebagai Yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih. Sebuah ayat dalam Qur’an yang dapat memperjelas pernyataan ini ditemukan dalam Surat al-Baqarah (2: 112):

Balâ man aslama wajhahû lillâhi

wa huwa muhsinun

fa-lahu ajruhů ‘inda Rabbih

wa là khawfun ‘alayhim

wa là hum yahzanún.

Sesungguhnya barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, dan ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala dari sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati.

Dengan kata lain, jika seseorang dapat menghentikan hawa nafsunya sendiri dan menyerahkan dirinya semata-mata hanya untuk Allah, maka balasannya adalah perlindungan, kemurahan hati dan kecintaan Allah yang menyeluruh dan tidak ter- batas. Apabila seseorang telah merasa memiliki Allah, Sang Pencipta, Penolong dan Pengatur makhluk, sebagai Pelindung- nya, bagaimana mungkin orang itu akan merasa khawatir atau bersedih hati?

Beberapa penyakit yang dialami orang dalam shalât terutama berhubungan dengan adanya gangguan. Baik berupa gang- guan fisik maupun mental. Seseorang seringkali terganggu konsentrasinya sewaktu shalât oleh suara gaduh, percakapan, suara-suara yang teredam dari jalan dan kejadian-kejadian yang lain. Obat untuk menghilangkan penyakit atau gangguan shalât ini adalah menjauh dari sumber gangguan tersebut.

Penyebab gangguan yang kedua adalah pikiran kita sendiri. Sebab begitu suatu pikiran timbul, maka akan timbul pikiran yang lain. Dalam masa-masa awal perkembangan Islam, seorang penunggang unta datang kepada Abu Bakar r.a., yang me rupakan Muslim yang sangat taat, dan berkata, “Saya tidak yakin engkau dapat mengerjakan dua rakaat shalât tanpa memi kirkan sesuatu selain daripada Allah.” Abu Bakar menyatakan bahwa dia yakin bisa melakukannya. Penunggang unta terse but berkata bahwa jika Abu Bakar dapat mengerjakan dua rakaat shalât tanpa satu gangguan pun, maka dia akan membe rikan seekor untanya sebagai hadiah, dan dia kemudian menunjuk pada dua unta di dekatnya, satu ekor hitam dan satu ekor yang lain berwarna coklat.

Abu Bakar mengerjakan shalât-nya. Sewaktu dia selesai, penunggang unta memperhatikannya dengan perasaan khawatir.

Abu Bakar, yang merupakan orang yang sangat jujur, tidak mampu berbohong, berkata, “Engkau benar, aku tidak dapat mengerjakannya. Aku terganggu.” Penunggang unta merasa lega bahwa dia tidak kehilangan seekor untanya. Kemudian dia bertanya dengan serius, “Tetapi apa yang membuat engkau ter ganggu? Apa yang telah engkau pikirkan?” Abu Bakar menjawab, “Aku sedang mencoba untuk menentukan apakah aku akan mengambil unta yang hitam ataukah unta yang coklat.” Memang sangat sulit untuk menghilangkan gangguan mental internal. Metode yang paling baik adalah berkonsentrasi sepenuh mungkin pada pengertian tentang apa yang sedang kita baca dalam shalât. Jika pikiran mulai mengembara, maka kembalilah merenungkan arti ayat-ayat Al-Qur’an yang dibaca.

Rasulullah saw. menganjurkan bahwa sebaiknya orang mengerjakan shalât di sebuah ruangan yang memiliki warna dan gambar yang bermacam-macam, atau pola-pola karpet tempat shalât yang ekstensif dan menghindari pemakaian cincin atau permata lainnya.

Hadits menyatakan bahwa apabila seseorang mengerjakan shalât, Allah akan mengangkat tabir di hadapan-Nya, sehingga hamba-Nya dapat berhadapan dengan-Nya. Para malaikat naik ke atas kedua pundaknya dan berdoa bersamanya dan me ngatakan Amîn pada akhir shalât. Kemudian mereka menyebarkan kebaikan dari atas kepala orang yang shalât tersebut ke ujung horizon. Kemudian malaikat menyatakan, “Jika seorang hamba telah mengetahui kepada siapa dia mengajukan permohonan, maka dia tidak akan memperhatikan sekeliling nya dan tidak akan mengalami gangguan. Pintu surga akan ter- buka bagi seorang yang sedang shalât, dan Allah merasa bangga dengannya di hadapan para malaikat, dan Wajah Allah akan berhadapan dengannya.” Pembukaan pintu menuju yang gaib ini disebut kasyf .

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *