Pengobatan Terbaik : Puasa (1/4)

Syakh Ghulam Moinuddin

Judul Asli : The Book of Sufi Healing
Penerjemah : Arif Rakhmat
Penyunting : Ahmad Norma Permata
Penerbit : Yayasan Bentang Budaya, Yogyakarta

Setiap ibadah yang dikerjakan anak Adam adalah untuknya, kecuali puasa. Puasa ini dikerjakan untuk-Ku, dan Aku akan memberikan ganjaran untuknya sebanyak yang Aku suka (Hadits Qudsi).

Puasa merupakan bentuk penyembuhan alamiah yang paling lama dikenal manusia. Metode yang dilaksanakan berkisar dari tidak memakan suatu jenis makanan tertentu selama periode waktu tertentu yang tidak begitu lama, sampai dengan pantangan secara total terhadap semua jenis makanan dan minuman selama periode waktu yang lama.

Bagi orang-orang yang tidak pernah melaksanakan puasa, pemikiran ini kelihatannya sangat asing dan bahkan beberapa di antara mereka menganggapnya agak berbahaya. Konsep-konsep ini sama sekali tak beralasan, karena puasa yang dikerjakan secara tidak tepat akan menimbulkan kerusakan yang cukup berbahaya pada tubuh, atau bahkan dapat menimbulkan kematian.

Sebelum mengemukakan beberapa jenis puasa, adalah penting untuk memahami alasan-alasan yang melatarbelakangi orang mengerjakan puasa. Sebagian besar orang Barat juga mengerjakan puasa untuk membersihkan tubuh dan meningkatkan kesehatan. Namun demikian, puasa-puasa tersebut tidak dengan tujuan (niat) yang tepat, yang kita memulai puasa dengan niat tersebut.

Para Sufi barangkali paling banyak memiliki pengalaman daripada kelompok lain dalam hal mengerjakan puasa. Keadaan ini terlihat pada para Syeikh Sufi dan para pengikutnya yang mengerjakan puasa dengan durasi yang berbeda-beda, seringkali disertai dengan akibat akibat yang menakjubkan. Seperti telah disebutkan, para Sufi tidak sekadar mengerjakan prosedur fisik yang berhubungan dengan kesehatan sebagai alasan utamanya, melainkan untuk mendapatkan keridhaan Allah Yang Mahatinggi.

Allah telah menerangkan kepada kita dalam Al-Qur’an, “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” (2: 183).

Seluruh makhluk hidup, kecuali manusia, mengikuti perintah Allah yang berasal dari hukum-hukum alam. Hewan tidak diwajibkan untuk membatasi diri dari makan yang berlebihan dan penyalahgunaan pengaturan makan. Tetapi bagi manusia, kecintaan akan kehidupan materi dan godaan-godaan keinginan fisiknya sangat berperan dalam berjangkitnya sebagian besar penyakit. Oleh karena itu, Allah Yang Maha Pemurah telah memberikan petunjuk untuk mengendalikan dan menghilangkan keinginan-keinginan ini dengan mekanisme puasa.

Al-Qur’an telah menyatakan bahwa seorang manusia tidak akan dapat mencapai keselamatan kecuali jika keinginan-keinginan rendahnya dapat dikendalikan, “Dan adapun orang- orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan-keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya” (79: 40-41).

Latihan menahan diri dari hal-hal yang sebenarnya tidak bertentangan dengan hukum syari’at dan dihalalkan dalam kehidupan, semata-mata hanya untuk Allah, akan memperkuat moralitas, pengendalian diri, serta keyakinan yang lebih mendalam terhadap Allah. Inilah yang membedakan pelaksanaan puasa dalam agama Islam dan Sufisme, dengan pelaksanaan puasa yang hanya bertujuan untuk kesehatan.

Puasa wajib yang biasa dikerjakan adalah yang disebut dengan puasa Ramadhan dalam agama Islam. Ramadhan merupakan salah satu bulan dalam kalender Islam, bulan yang di dalamnya Al-Qur’an, Taurat untuk Nabi Musa as., Kitab Suci Zabur untuk Nabi Daud as. serta Perjanjian Baru, diturunkan untuk pertama kalinya oleh Allah swt.

Keutamaan puasa dapat diketahui dari dua sabda Rasulullah saw.:

Demi Allah yang hidupku berada dalam pegangan-Nya, sesungguhnya bau harum mulut orang yang berpuasa lebih disenangi Allah daripada bau harum wangi-wangian.

Surga memiliki sebuah pintu yang disebut Rayyan. Tidak ada seorang pun yang dapat masuk melalui pintu itu kecuali  orang-orang yang berpuasa.”

Allah telah menjanjikan suatu keindahan dari-Nya sebagai balasan atas orang yang berpuasa.

Kata Ramadhan tidaklah berarti “puasa.” Istilah teknis dari berpuasa adalah shiyâm, yang kata akarnya berarti “beristirahat.” Dengan menahan diri dari makanan, minuman serta hubungan seksual, fungsi-fungsi tubuh akan mengalami fase istirahat dan pada suatu kesempatan akan giat kembali.

(bersambung)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *