Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:
وَ بِاجْتِنَابٍ لِلْكَبَائِرِ تُغْفَرُ | صَغَائِرُ وَ جَا الْوُضُوْ يُكَفِّرُ. |
“Dengan menjauhi dosa-dosa besar maka dosa-dosa kecil akan diampuni. Telah datang riwayat bahwa wudhū’ dapat melebur dosa.”
Karena menjauhi dosa-dosa besar, dosa-dosa kecil akan diampuni. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa wudhū’ bisa menjadi pelebur dosa-dosa kecil.
Dosa-dosa kecil akan diampuni karena meninggalkan dosa-dosa besar, sebagaimana firman Allah di dalam al-Qur’ān:
إِنْ تَجْتَنِبُوْا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ.
“Jika engkau menjauhi dosa-dosa besar yang engkau dilarang melakukannya, niscaya Kami hapuskan darimu dosa-dosa kesalahanmu (ya‘ni dosa-dosa kecil).” (QS. an-Nisā’ [3]: 31).
Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Tidaklah seorang hamba menunaikan shalat lima waktu, berpuasa Ramadhān, serta menjauhi dosa-dosa besar yang ada tujuh, kecuali Allah s.w.t. membukakan baginya delapan pintu surga di hari Kiamat sehingga ia bertepuk tangan karena sangat bahagia belum ada satu orang pun yang masuk surga.”
Tujuh macam dosa besar adalah: (1791)
Kesimpulannya, sudah disepakati di dalam al-Qur’ān dan Hadits bahwa menjauhi dosa-dosa besar bisa menjadikan dosa-dosa kecil diampuni. Namun, dengan syarat menaati dan menjalankan syarī‘at Islam.
Tujuh dosa besar disebutkan dalam hadits tersebut bukanlah patokan, karena dosa besar jumlahnya lebih dari tujuh. (1802).
Dalam hadits riwayat Sayyidinā ‘Utsmān bin ‘Affān disebutkan bahwa suatu ketika Rasūlullāh bersabda:
لَا يَسْبَغُ أَحَدٌ الْوُضُوْءَ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَ مَا تَأَخَّرَ.
“Tidaklah seseorang menyempurnakan wudhū’ kecuali diampunkan dosa-dosanya, baik yang terdahulu maupun yang kemudian (yang tidak jadi dilakukan).”
Masih banyak hadits lainnya yang menjelaskan keutamaan berwudhū’ dan beberapa ibadah yang bisa melebur dosa-dosa kecil, bukan hanya dua perkara ini saja (menjauhi dosa-dosa kecil, bukan hanya dua perkara ini saja (menjauhi dosa-dosa bersar dan berwudhū’).
Dosa-dosa kecil yang dihapus adalah dosa-dosa kecil yang berhubungan dengan hak-hak Allah s.w.t. Adapun dosa yang berkaitan dengan hak manusia, harus meminta kehalalan atau pada hari Kiamat pahala kebaikan orang yang menzhālimi diberikan kepada orang yang dizhālimi. Tidak cukup ditebus dengan melakukan ketaatan saja. (1813).
Dalam hadits marfū‘ riwayat Imām al-Bazzār dari Sayyidinā Anas bin Mālik, Rasūlullāh bersabda:
مَنْ تَلَا قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ مِائَةَ أَلْفِ مَرَّةٍ فَقَدِ اشْتَرَى نَفْسَهُ مِنَ اللهِ تَعَالَى وَ نَادَى مُنَادٍ مِنْ قَبْلِ اللهِ تَعَالَى فِيْ سَمَاوَاتهِ وَ فِيْ أَرْضِهِ أَلَا أَنَّ فُلَانًا عَتِيْقُ اللهِ فَمَنْ لَهُ قَبْلَهُ تَبَاعَةٌ فَلْيَأْخُذْهَا مِنَ اللهِ عَزَّ وَ جَلَّ.
“Barang siapa membaca surah al-Ikhlāsh 100.000 kali maka ia telah memberi dirinya dari Allah. Dan seorang penyeru menyeru di tujuh lapis langit dan bumi-Nya: “Wahai hamba-hambaKu, ketahuilah! Fulan bin Fulan telah dibebaskan oleh Allah s.w.t. Barang siapa memiliki tuntutan lantaran perbuatan jahatnya maka hendaklah dia mengambil (balasan-Nya) dari Allah s.w.t. (karena ia sudah merdeka).”
Zhāhir hadits ini menunjukkan bahwa dosa besar dan dosa yang berkaitan dengan hak manusia bisa dihapus dengan membaca surah al-Ikhlāsh. Inilah yang dinamakan ‘atāqat-ul-kubrā (pembebasan besar).
(1824) Oleh karena itu, seorang mu’min dianjurkan meng‘amalkan hadits tersebut. Jika hendak menolong orang yang sudah meninggal dunia, dianjurkan mengamalkannya dengan cara mengumpulkan sahabat-sahabat mu’min, lalu setiap orang membaca surah al-Ikhlāsh 1.000 kali dengan niat ikhlāsh karena Allah, sekiranya dalam waktu tujuh hari sudah menyelesaikan 100.000 kali. Setelah itu pahalanya dihadiahkan kepada mayit untuk menebus dosa-dosanya.
Ada juga ‘atāqat-ul-sughrā (pembebasan kecil). Yaitu membaca “lā ilāha illlāh” sebanyak 70.000 kali sebagai tebusan dari siksa neraka. Dengan syarat mengetahui ma‘nanya dan kandungan ma‘na akidah di dalamnya. Jika tidak mengerti ma‘nanya, tidak memiliki faidah. Hal ini berbeda dengan surah al-Ikhlāsh yang bisa diamalkan dan dimanfaatkan walaupun tidak mengetahui ma‘nanya, tapi harus benar bacaan hurufnya.
Ketahuilah! Dosa ibarat penyakit dan ketaatan ibarat penawarnya (obat). Sebagaimana setiap jenis penyakit memiliki obat tertentu yang tidak bisa dihapuskan dengan berwudhū’ dan ada yang bisa dengan meninggalkan dosa-dosa besar. Ada dosa yang bisa dihapus dengan mencari nafkah untuk anak-istri, ada yang dengan melakukan ibadah haji dan ‘umrah, ada pula yang bisa dihapus dengan berjihad di jalan Allah, dan lain sebagainya.