Pengembalian Jasad Manusia – Terjemah Tauhid Sabilul Abid KH. Sholeh Darat

TERJEMAH TAUHID

سَبِيْلُ الْعَبِيْدِ عَلَى جَوْهَرَةِ التَّوْحِيْدِ
Oleh: Kiyai Haji Sholeh Darat
Mahaguru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufrohah
Penerbit: Sahifa Publishing

Rangkaian Pos: 004 Persoalan Aqidah yang Bersumber dari Dalil Naqli (Sam'iyyah) - Terjemah Tauhid Sabilul Abid

Pengembalian Jasad Manusia

 

Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:

وَ قُلْ يُعَادُ الْجِسْمُ بِالتَّحْقِيْقِ عَنْ عَدَمٍ وَ قِيْلَ عَنْ تَفْرِيْقِ.

Katakan bahwa berdasarkan dalil, jisim akan dikembalikan setelah ‘adam (ketiadaannya), ada yang berpendapat setelah tafrīq (tercerai-berainya).

Wahai mukallaf, yakinilah dengan keyakinan yang mantap bahwa Allah s.w.t. akan mengembalikan semua jasad beserta nyawanya dengan jasadnya sewaktu di dunia, tidak digantikan dengan jasad yang lain. Ia dikembalikan setelah hancur-lebur dan bersatu dengan tanah, lalu dikembalikan seperti sediakala menjadi manusia seutuhnya. Sebagian ‘ulamā’ berpendapat bahwa jisim dikembalikan setelah tercera-berai lalu dikumpulkan lagi menjadi manusia utuh.

Penjelasan:

Kesimpulannya, seorang mu’min wajib meyakini dengan mantap bahwa Allah s.w.t. akan mengembalikan semua jisim yang sudah tiada dan hancur-lebur atau yang tercerai-berai karena dimakan hewan buas. Jisim itu dikembalikan sesuai bentuk jisimnya ketika di dunia, bukan diganti dengan jisim lainnya. Semua jisim akan hancur kecuali ‘ajb-udz-dzanab (tulang ekor), lalu akan menjadi utuh kembali dari ‘ajb-udz-dzanab, sebagaimana keterangan yang lalu. (1711).

 

Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:

مَحْضَيْنِ لكِنْ ذَا الْخِلَافُ خُصَّا بِالْأَنْبِيَا وَ مَنْ عَلَيْهِمْ نُصَّا.

Keduanya (tafrīq dan ‘adam) dalam keadaan murni. Akan tetapi, khilāf ini khusus bagi (jasad) selain para nabi dan orang-orang yang disebutkan dalam nash.

Sifat tafrīq (tercerai-berai) dan ‘adam (hancur-lebur) itu murni, artinya sama sekali tidak ada bagian yang masih sambung atau jisim tadi sudah tidak ada sama sekali kecuali ‘ajb-udz-dzanab (tulang ekor), kemudian dihidupkan kembali seperti wujudnya semula. Perbedaan pendapat para ‘ulamā’ tentang dikumpulkannya makhlūq dari ‘adam (ketiadaan) ataukah dari tafrīq (cerai-berai) hanya pada mayit selain Nabi, Syuhadā’, dan orang-orang yang sudah disebutkan dalam nash tidak hancur karena ditelan bumi. Sebab, jasad para Nabi, Syuhadā’, para penghafal al-Qur’ān, dan ‘ulamā’ akhirat yang meng‘amalkan ‘ilmunya tidak bisa ‘adam (hancur-lebur) ataupun tafrīq (cerai-berai). (1722).

Catatan:

  1. 171). Tuḥfat-ul-Murīd, hal. 279.
  2. 172). Tuḥfat-ul-Murīd, hal. 280.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *