Penganiayaan Terhadap Nabi s.a.w. – Dakwah Menuju Petunjuk – Nurul Yaqin (2/2)

NŪR-UL-YAQĪN
 
Judul Asli:
Nūr-ul-Yaqīn fī Sīrati Sayyid-il-Mursalīn
Penulis: Muhammad al-Khudhari Bek

 
Alih Bahasa: Muhammad Faisal Fadhil
Penerbit: UMMUL QURA
 
(Diketik oleh: Zulfa)

Rangkaian Pos: Dakwah Menuju Petunjuk - Nurul Yaqin
  1. Al-Aswad bin ‘Abdi Yaghūts az-Zuhrī al-Qurasyī

Di antara orang-orang yang menghina Rasūlullāh s.a.w. adalah al-Aswad bin ‘Abdi Yaghūts az-Zuhrī al-Qurasyī. Ia berasal dari kalangan Bani Zahrah, paman dari pihak ibu Rasūlullāh s.a.w. Apabila melihat para shahabat Nabi s.a.w. datang, ia berkata: “Telah datang kepada kalian raja-raja dunia,” dengan maksud mengejek mereka. Karena mereka tampak sederhana sekali dan pakaian mereka penuh dengan tambalan dan kehidupan mereka miskin. Ia juga sering mengatakan kepada Rasūlullāh s.a.w. dengan nada sinis: “Apakah hari ini engkau sudah diajak bicara dari langit?”.

  1. Al-Aswad bin ‘Abd-il-Muththalib al-Asadī

Di antara orang yang menghina Rasūlullāh s.a.w. ialah al-Aswad bin ‘Abd-il-Muththalib al-Asadī, putra paman Khadījah. Ia dan golongannya apabila ada kaum Muslimīn yang sedang melewati mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan mata di antara mereka dengan maksud mengejek kaum Muslimīn. Di dalam Sūrat-ul-Muthaffifīn terdapat ayat-ayat yang diturunkan berkenaan dengan sikap mereka itu.

Allah swt berfirman:

إِنَّ الَّذِيْنَ أَجْرَمُوْا كَانُوْا مِنَ الَّذِيْنَ آمَنُوْا يَضْحَكُوْنَ. وَ إِذَا مَرُّوْا بِهِمْ يَتَغَامَزُوْنَ. وَ إِذَا انْقَلَبُوْا إِلى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوْا فَكِهِيْنَ. وَ إِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوْا إِنَّ هؤُلآءِ لَضَالُّوْنَ

Sesungguhnya orang-orang yang berdosa adalah mereka yang menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman berlalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang yang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mu’min, mereka mengatakan, ‘Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat’.” (QS. al-Muthaffifīn [83]: 29-32)

  1. Al-Walīd bin al-Mughīrah

Orang lainnya lagi yang menghina Rasūlullāh s.a.w. ialah al-Walīd bin al-Mughīrah, paman Abū Jahal. Dia termasuk pembesar Kabilah Quraisy dan kehidupannya mewah. Pada suatu ketika ia mendengar al-Qur’ān yang dibacakan oleh Rasūlullāh s.a.w., ia berkata kepada kaumnya, yaitu Bani Makhzūm: “Demi Allah, tadi aku baru saja mendengar dari Muḥammad suatu kalām yang bukan kalām manusia dan bukan pula kalām jinn. Sesungguhnya kalām itu mempunyai keindahan dan kecemerlangan. Sesungguhnya ibarat pohon, puncaknya penuh dengan buah dan di bawahnya akarnya sangat subur sekali; dan sesungguhnya ia sangat tinggi dan tidak ada yang menandinginya.”

Maka orang-orang Quraisy berkata: “Demi Allah, sungguh al-Walīd telah masuk agama baru, dan niscaya orang-orang Quraisy semua akan masuk agama baru itu.”

Lalu Abū Jahal berkata kepada mereka: “Tenanglah, cukup aku sebagai wakil kalian yang akan menyadarkannya.”

Kemudian Abū Jahal pergi ke rumahnya. Sesampainya di rumah al-Walīd, ia duduk di hadapannya seraya bersedih dan berbicara kepadanya dengan kata-kata yang membakar semangat kejahiliahannya.

Setelah al-Walīd mendengar hasutan Abū Jahal yang membakar itu, ia segera bangkit dan mendatangi orang-orang Quraisy dan berkata kepada mereka: “Kalian menuduh Muḥammad gila? Apakah kalian pernah melihat dia ngelantur? Kalian telah mengatakan bahwa dia peramal, apakah kalian pernah melihatnya meramal? Kalian telah menuduhnya sebagai seorang penyair, apakah kalian pernah melihat dia mengucapkan syair? Kalian telah menuduhnya sebagai pendusta, apakah kalian pernah melihat dia berdusta dalam suatu hal?”

Semua pertanyaan tersebut mereka jawab: “Tidak.”

Kemudian mereka bertanya: “Lalu apa dia?”

Lalu al-Walīd berpikir sejenak, kemudian berkata: “Dia tidak lain adalah seorang ahli sihir (مَا هُوَ إلَّا سَاحِرٌ). Bukankah kalian telah melihat dia sering memisahkan seorang laki-laki dengan istri, anak, dan hamba-hamba sahayanya?”

Setelah mendengar jawaban dari al-Walīd tersebut, orang-orang bersorak karena gembira sehingga aula tempat pertemuan mereka seolah-olah bergetar karena suara luapan kegembiraan mereka. Tak lama kemudian Allah menurunkan firman-Nya sehubungan dengan sikap al-Walīd ini, termaktub di dalam surah al-Muddatstsir, yang pembicaraannya ditujukan kepada Rasūlullāh s.a.w., yaitu:

ذَرْنِيْ وَ مَنْ خَلَقْتُ وَحِيْدًا. وَ جَعَلْتُ لَهُ مَالًا مَّمْدُوْدًا. وَ بَنِيْنَ شُهُوْدًا. وَ مَهَّدْتُّ لَهُ تَمْهِيْدًا. ثُمَّ يَطْمَعُ أَنْ أَزِيْدَ. كَلَّا إِنَّهُ كَانَ لِآيَاتِنَا عَنِيْدًا. سَأُرْهِقُهُ صَعُوْدًا. إِنَّهُ فَكَّرَ وَ قَدَّرَ. فَقُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ قُتِلَ كَيْفَ قَدَّرَ. ثُمَّ نَظَرَ. ثُمَّ عَبَسَ وَ بَسَرَ. ثُمَّ أَدْبَرَ وَ اسْتَكْبَرَ. فَقَالَ إِنْ هذَا إِلَّا سِحْرٌ يُؤْثَرُ. إِنْ هذَا إِلَّا قَوْلُ الْبَشَرِ. سَأُصْلِيْهِ سَقَرَ

Biarkanlah Aku bertindak terhadap orang yang Aku telah menciptakannya sendirian. Dan Aku jadikan baginya harta benda yang banyak. Dan anak-anak yang selalu bersama dia. Dan Kulapangkan baginya (rezeki dan kekuasaan) dengan selapang-lapangnya. Kemudian dia ingin sekali supaya Aku menambahnya. Sekali-kali tidak (akan Aku tambah) karena sesungguhnya dia menentang ayat-ayat Kami (al-Qur’ān). Aku akan membebaninya mendaki pendakian yang memayahkan. Sesungguhnya dia telah memikirkan dan menetapkan (apa yang ditetapkannya). Maka celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan? Kemudian celakalah dia! Bagaimana dia menetapkan? Kemudian dia memikirkan. Sesudah itu dia bermasam muka dan merengut. Kemudian dia berpaling (dari kebenaran) dan menyombongkan diri. Lalu dia berkata: “(al-Qur’ān) ini tidak lain hanyalah sihir yang dipelajari (dari orang-orang dahulu). Ini tidak lain hanyalah perkataan manusia”. Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) Saqar.” (QS. al-Muddatstsir [74]: 11-26)

Firman-Nya yang lain yang diturunkan sehubungan dengan al-Walīd ini, yaitu:

وَ لَا تُطِعْ كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِيْنٍ. هَمَّازٍ مَّشَّاءٍ بِنَمِيْمٍ. مَنَّاعٍ لِّلْخَيْرِ مُعْتَدٍ أَثِيْمٍ. عُتُلٍّ بَعْدَ ذلِكَ زَنِيْمٍ. أَنْ كَانَ ذَا مَالٍ وَ بَنِيْنَ. إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا قَالَ أَسَاطِيْرُ الْأَوَّلِيْنَ. سَنَسِمُهُ عَلَى الْخُرْطُوْمِ

Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina. Yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah. Yang banyak menghalangi perbuatan baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa. Yang kaku kasar, selain dari itu, yang terkenal kejahatannya. Karena dia mempunyai (banyak) harta dan anak. Apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, ia berkata: ‘(Ini adalah) dongeng-dongengan orang-orang dahulu kala.’ Kelak akan Kami beri tanda dia di belalai(nya).” (QS. al-Qalam [68]: 10-16)

  • Ḥallāf artinya banyak bersumpah atau mudah mengeluarkan sumpah. Kami kira ayat ini cukup menjadi peringatan bagi orang yang sering mengucapkannya.
  • Mahīn artinya hina, dan ma‘na yang dimaksud dalam ayat ini ialah orang yang suka berdusta. Karena orang yang sering berdusta itu berarti menghina dirinya sendiri.
  • Hammāzin artinya banyak mencela lagi jahat.
  • Masysyā’im binamīm artinya mempunyai kebiasaan memindah-mindahkan perkataan di antara manusia dengan tujuan menghasut (mengadu domba).
  • ‘Utullin artinya kaku lagi kasar.
  • Zanīm artinya sangat tercela lagi terkenal kejahatannya.
  • Al-Khurthūm merupakan ungkapan kināyah (kata kiasan) tentang menghina dan merendahkan karena wajah atau muka merupakan anggota tubuh manusia yang paling terhormat, sedangkan bagian muka yang paling mulia adalah hidung maka orang ‘Arab selalu memakainya untuk menunjukkan ungkapan yang mengandung arti kebesaran, seperti al-anafah yang berarti kebesaran jiwa. Memberi tanda (tato) pada anggota yang paling terhormat menunjuk kepada pengertian menghina dan merendahkan.
  1. An-Nadhr bin al-Ḥārits al-‘Abdarī

Orang lainnya lagi yang menghina Rasūlullāh s.a.w. ialah an-Nadhr bin al-Ḥārits al-‘Abdarī dari kalangan Bani ‘Abd-id-Dār adalah anak Qushay. Apabila Rasūlullāh s.a.w. berada di dalam suatu majelis dalam rangka berdakwah dan memberikan peringatan kepada mereka, kemudian apa yang Beliau kemukakan itu kelihatan mengena di hati mereka maka an-Nadhr bangkit dan berkata: “Hai orang Quraisy kemarilah! Sesungguhnya aku lebih baik daripada dia dalam berbicara. “Kemudian an-Nadhr mulai bercerita kepada mereka tentang kisah raja-raja Persia, sedangkan an-Nadhr sebelumnya telah mengetahui apa yang dibicarakan oleh Rasūlullāh s.a.w. kepada mereka. Lalu ia berkata menegaskan: “Tiada lain pembicaraan Muḥammad itu hanyalah dongeng orang-orang zaman dahulu.” Maka dari itu, Allah s.w.t. menurunkan firman-Nya sehubungan dengan sikap an-Nadhr ini, yaitu:

وَ مِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِيْ لَهْوَ الْحَدِيْثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَ يَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِيْنٌ. وَ إِذَا تُتْلَى عَلَيْهِ آيَاتُنَا وَلَّى مُسْتَكْبِرًا كَأَنْ لَّمْ يَسْمَعْهَا كَأَنَّ فِيْ أُذُنَيْهِ وَقْرًا فَبَشِّرْهُ بِعَذَابٍ أَلِيْمٍ.

Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh ‘adzāb yang menghinakan. Dan apabila dibacakan kepadanya ayat-ayat Kami, dia berpaling dengan menyombongkan diri seolah-olah dia belum mendengarnya, seakan-akan ada sumbatan di kedua telinganya; maka beri kabar gembiralah dia dengan ‘adzāb yang pedih.” (QS. Luqmān [31]: 6-7)

Mereka semua yang telah kami sebutkan adalah orang-orang yang kelak pasti akan mendapatkan balasan ‘adzāb dari Allah s.w.t. sebagaimana yang telah disebutkan oleh firman-Nya.

إِنَّا كَفَيْنَاكَ الْمُسْتَهْزِئِيْنَ. الَّذِيْنَ يَجْعَلُوْنَ مَعَ اللهِ إِلهًا آخَرَ فَسَوْفَ يَعْلَمُوْنَ

Sesungguhnya Kami menjaga kamu daripada (kejahatan) orang-orang yang memperolok-olokkan (kamu). (Yaitu) orang-orang yang menganggap adanya tuhan yang lain di samping Allah; maka mereka kelak akan mengetahui (akibat-akibatnya).” (QS. al-Ḥijr [15]: 95-96)

Allah telah menetapkan ancaman-ancaman-Nya melalui firman-Nya yang tadi (al-Ḥijr) bahwa ancaman-Nya itu benar-benar akan terjadi karena ayat tersebut adalah Makkiyah, sedangkan kebinasaan mereka, terjadi sesudah Hijrah. Di antara mereka ada yang mati terbunuh, yaitu seperti Abū Jahal, an-Nadhr bin al-Ḥārits, dan ‘Uqbah bin Abū Mu‘aith. Ada yang mati karena musibah yang Allah timpakan kepada mereka berupa penyakit yang berat sehingga mereka mati sesudah mengalami penderitaan yang hebat. Mereka yang mati karena penyakit adalah seperti Abū Lahab, al-‘Āsh bin Wā’il, dan al-Walīd bin Mughīrah.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *