Pembagian Hukum – Terjemah Syarah al-Waraqat

Ushul Fiqh
Terjemah Syarah al-Waraqat
 
Judul (Asli): Syarh al-Waraqat
(Penjelasan dan Tanya Jawab Ushul Fiqh)
 
 
Penyusun: Darul Azka, Nailul Huda, Munawwir Ridlwan
 
Penerbit: Santri salaf press.

Pembagian Hukum:

(وَ الْأَحْكَامُ) الْمُرَادَةُ فِيْمَا ذُكِرَ (سَبْعَةٌ: الْوَاجِبُ وَ الْمَنْدُوْبُ وَ الْمُبَاحُ وَ الْمَحْظُوْرُ وَ الْمَكْرُوْهُ وَ الصَّحِيْحُ وَ الْبَاطِلُ).

فَالْفِقْهُ الْعِلْمُ بِالْوَاجِبِ وَ الْمَنْدُوْبِ إِلَى أَخِرِ السَّبْعَةِ أَيْ بِأَنَّ هذَا الْفِعْلَ وَاجِبٌ وَ هذَا مَنْدُوْبٌ وَ هذَا مُبَاحٌ وَ هكَذَا إِلَى أَخِرِ السَّبْعَةِ.

Dan hukum yang dimaksud pada keterangan yang telah lewat ada tujuh macam, wājib, mandūb (sunnah), mubāḥ, maḥzhūr (ḥarām), makrūh, sah, dan batal.

Maka yang dinamakan fiqh ialah pengetahuan tentang hukum wājib, sunnah, sampai ketujuh hukum di atas. Artinya bahwa pekerjaan ini hukumnya wājib, mandūb (sunnah), dan pekerjaan ini mubāḥ sampai akhir ke tujuh hukum di atas.

Penjelasan:

Hukum ialah khithab Allah s.w.t. yang bersangkutan dengan perbuatan orang-orang mukallaf. Terbagi menjadi dua:

  1. Hukum Taklīfī.
  2. Hukum Wadh‘ī.

Hukum taklīfī ialah hukum yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf, baik bersifat tuntutan, atau bersifat memilih (mengerjakan atau meninggalkan). Kemudian diperinci sebagai berikut:

  1. Khithab yang menuntut sebuah perbuatan dengan tuntutan yang bersifat mengharuskan, maka dinamakan wājib.
  2. Khithab yang menuntut sebuah perbuatan dengan tuntutan yang bersifat tidak mengharuskan, maka dinamakan sunnah (nadbu).
  3. Khithab yang menuntut ditinggalkannya sebuah perbuatan dengan tuntutan yang bersifat mengharuskan disebut ḥarām.
  4. Khithab yang menuntut ditinggalkannya sebuah perbuatan dengan tuntutan yang bersifat tidak mengharuskan, disertai larangan yang khusus disebut makrūh.
  5. Khithab yang menuntut ditinggalkannya sebuah perbuatan dengan tuntutan yang bersifat tidak mengharuskan, disertai larangan yang tidak khusus disebut khilāf-ul-‘aulā.
  6. Khithab yang berbentuk pilihan (mengerjakan atau meinggalkan) namanya mubāḥ. (51).

Hukum Wadh‘ī ialah khithab Allah s.w.t. yang menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat, māni‘ (pencegah), shaḥīḥ (sah) atau fāsid (rusak).

Catatan:

  1. 5). An-Nafaḥāt hal. 16.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *