Fikih Empat Madzhab
(Maliki, Hanafi, Hanbali, Syafi‘i)
(Judul: Ijmā‘-ul-A’immat-il-Arba‘ati waikhtilāfihim).
Oleh: Al-Wazir Yahya bin Muhammad bin Hubairah
Penerjemah: Ali Mh.
Penerbit: PUSTAKA AZZAM
Abū Ḥanīfah, Mālik, dan asy-Syāfi‘ī dalam Qaul Qadīm-nya berkata: “Penguasa lebih berhak daripada wali, kemudian baru wali.
Abū Ḥanīfah berkata: “Apabila wali (dari pihak keluarga mayat) hadir sementara penguasa tidak hadir, maka dia sebaiknya meminta penghulu kampung yang hadir agar menjadi imām, tapi tidak perlu memaksanya.”
Asy-Syāfi‘ī berkata dalam Qaul Jadīd-nya: “Wali lebih berhak daripada penguasa.”
Aḥmad berkata: “Yang lebih utama adalah orang yang diberi wasiat (pengampu), kemudian penguasa, kemudian wali.” (6751).
Abū Ḥanīfah dan Mālik berkata: “Tidak sah.”
Asy-Syāfi‘ī dan Aḥmad berkata: “Hukumnya sah.” (6773).
Abū Ḥanīfah dan asy-Syāfi‘ī berkata: “Dia boleh menshalati keduanya.”
Mālik berkata: “Orang yang bunuh diri atau dibunuh karena hukuman Ḥadd tidak boleh dishalati oleh imām.”
Aḥmad berkata: “Imām tidak boleh menshalati orang yang melakukan ghulūl dan orang yang bunuh diri.” (6795).