Orang-Orang Pilihan – Tutur Penerang Hati – Ibn ‘Atha’illah

Terapi Ma‘rifat
 
Tutur Penerang Hati

Oleh: Ibnu ‘Athā’illāh as-Sakandarī
Judul Asli: Bahjat-un-Nufūs
 
 
Penerjemah: Fauzi Faishal Bahreisy
Penerbit: Zaman

13

Orang-Orang Pilihan

 

Bila berteman dengan hamba dunia, engkau akan ditarik kepadanya. Sementara bila berteman dengan hamba akhirat, engkau akan ditarik kepada Allah. Menurut Abū Dzarr r.a., Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Sebaik-baik ‘amal perbuatan adalah cinta di jalan Allah, dan benci di jalan Allah.” (H.R. Abū Dāūd).

Anas r.a. menceritakan bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Rasūlullāh s.a.w.: “Kapan kiamat tiba?” Beliau menjawab: “Apa yang sudah Engkau persiapkan untuknya?” “Tidak ada, kecuali aku mencintai Allah dan Rasūl-Nya.” Mendengar itu, Rasūl pun berkata: “Engkau akan bersama orang yang kau cintai.” Menurut Anas: “Kami tidak pernah sebahagia ketika Rasūl s.a.w. berkata: “Engkau akan bersama orang yang kau cintai.” Aku sangat mencintai Nabi s.a.w., Abū Bakar dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama mereka karena cintaku pada mereka.” (H.R. al-Bukhārī dan Muslim).

Ini adalah hadits yang menerangkan bahwa mencintai orang-orang shāliḥ akan bermanfaat, di dunia maupun di akhirat. Bermanfaat di dunia karena memberikan teladan yang baik, nasihat yang tulus, serta membantu dalam melaksanakan ‘amal kebaikan dan dalam berakhlak dengan sifat-sifat terpuji. Adapun di akhirat kita akan dikumpulkan bersama mereka, digolongkan dalam kelompok mereka, dan mendapat syafaat mereka. Karena itu, hendaknya engkau memilih-milih siapa orang yang layak dijadikan sahabat. Sebagaimana untuk kepentingan tubuh engkau memilih makanan yang baik dan tidak berbahaya, serta memilih istri yang salehah, hendaknya engkau juga berteman dengan orang yang bisa menunjukimu jalan menuju Allah.

Ada yang berkata: “Siapa yang menunjukimu pada ‘amal-‘amal syarī‘at pasti ia melelahkanmu, siapa yang menunjukimu pada dunia berarti ia menipumu, sementara siapa yang menunjukimu pada Allah berarti benar-benar telah memberimu nasihat.” Karena itu, bertemanlah dengan seseorang yang bisa menunjukkan kelalaian dirimu dan mengajarkan makrifat pada Tuhan. Sehingga ketika engkau lalai, engkau akan diingatkan pada Tuhan. Allah berfirman: “Ingatlah Tuhanmu ketika engkau lupa.” (al-Kahf [18]: 24).

Ketahuilah, sesungguhnya engkau memiliki tiga teman. Yang pertama adalah harta. Harta tersebut akan engkau tinggalkan ketika mati dan berpindah pada ahli waris sebelum engkau disemayamkan. Yang kedua adalah keluarga. Merekalah yang akan membawamu ke kubur lalu meninggalkanmu di sana. Selanjutnya, mereka akan menaburimu dengan tanah. Yang ketiga adalah ‘amal perbuatan. Ia akan terus menyertaimu ketika engkau dibawa di atas pundak manusia dan diturunkan di kubur. ‘Amal tersebut akan ditempatkan di timbangan kebaikanmu di hari kiamat.

Jika demikian, maka bertemanlah dengan sesuatu yang bisa masuk bersama ke dalam kubur, yang bisa menghibur kesendirianmu dan menghilangkan kesepian. Kalau di dunia ada orang-orang yang jika dijadikan sandaran bisa mencukupi, akhirat juga mempunyai orang-orang yang bila dijadikan sandaran bisa menolong. Makanya, janganlah berkata: “Kami sudah mencari orang-orang akhirat tapi tidak ditemukan.” Sebab, kalau engkau mencari dengan tulus niscaya akan ditemukan. Kalaupun tidak ditemukan, itu karena engkau kurang memiliki kesiapan. Pengantin wanita saja takkan mau menampakkan diri di hadapan orang jahat. Sebaliknya, ia akan bersembunyi dari orang tersebut. Kalau engkau ingin melihatnya, engkau harus terlebih dahulu meninggalkan perbuatan jahat. Jika sudah dilakukan barulah engkau akan menyaksikan para wali Allah yang – al-ḥamdu lillāh – berjumlah banyak. Jumlah mereka tidak kurang. Apabila engkau mencintai seseorang, impian itu takkan terwujud sampai engkau memang betul-betul layak mendapatkannya. Yaitu, dengan membersihkan kesalahan dan kehinaan yang terdapat pada dirimu.

Ketahuilah bahwa tidak ada seorang teman pun yang bisa memberikan manfaat padamu. Semuanya hanya menjadi teman untuk kepentingannya sendiri. Mereka mencintaimu karena kebutuhan. Seorang istri misalnya, mencintaimu karena berharap bisa mendapat kenikmatan dan pakaian bagus. Anak pun demikian, dalam hatinya ia berkata: “Akulah pewaris ayah”. Apabila sudah tua, lemah, dan tidak bisa memenuhi kebutuhan mereka lagi, mereka pun akan membencimu serta berharap agar engkau cepat pergi dan mati.

Ketahuilah, siapa yang banyak duduk dan berteman dengan manusia zaman sekarang ini, ia sangat berpeluang jatuh ke dalam maksiat. Ia seperti orang yang meletakkan kayu bakar kering di atas api. Maunya tidak terbakar, tetapi tentu saja itu mustahil. Allah berfirman: “Berpalinglah dari orang yang berpaling dari peringatan Kami dan hanya menginginkan kehidupan dunia.” (an-Najm [53]: 29).

 

Siapa yang menunjukimu pada ‘amal-‘amal syarī‘at pasti ia melelahkanmu, siapa yang menunjukimu pada dunia berarti ia menipumu, sementara siapa yang menunjukimu pada Allah berarti benar-benar telah memberimu nasihat.

 

Allah memerintahkan kita untuk tidak duduk bersama orang-orang yang fāsiq. Bahkan, Dia menyuruh kita berpaling dar mereka. Allah berfirman: “Apabila engkau menyaksikan orang-orang yang mengolok-olok ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sampai mereka membicarakan hal lain. Dan jika setan membuatmu lupa dari larangan ini, maka janganlah duduk lagi bersama mereka setelah ingat.” (al-An‘ām [6]: 68).

Bisa jadi ketika duduk bersama orang yang tidak bertaqwā sementara engkau sendiri bertaqwā, ia akan membawamu untuk berghībah, berdusta, membuatmu lupa berdzikir, serta menjauhkanmu dari nikmatnya ibadah.

Ketahuilah, seorang ‘ālim yang meng‘amalkan ‘ilmunya pada saat ini lebih sulit didapat ketimbang yaqut merah (sejenis permata). Bila engkau mencari seorang qāri yang pandai membaca al-Qur’ān jumlahnya tak terhitung. Bila engkau mencari dokter jumlahnya juga sangat banyak. Demikian pula jika engkau mencari seorang fakih. Akan tetapi, apabila mencari orang yang bisa menunjukkanmu pada Allah lewat ucapan dan perbuatannya, serta orang yang bisa memberitahukan aib dirimu secara jujur dan tulus, jumlahnya sangat langka. Bila engkau berhasil menemukan orang tersebut, peganglah ia secara erat dengan kedua tanganmu. Berusahalah untuk selalu bersama dan duduk dengannya. Dialah yang paling berguna bagimu di dunia ini.

Ketahuilah, setiap orang yang bersahabat dengan para ‘ulamā’ besar belum tentu mengikuti petunjuk mereka dan belum tentu bisa mengambil manfaat dari persahabatan mereka. Sebagian orang justru terbuai manakala bersahabat dengan para ‘ulamā’. Mereka cukup puas dengan persahabatan tersebut dan lupa ber‘amal. Bahkan, itu dijadikan sarana bagi mereka untuk menjadi terkenal dan riyā’. Karena itu, jangan sampai ketika bersahabat dan mengenal para ‘ālim engkau merasa selamat dari neraka dan merasa aman dari siksa Allah di hari kiamat. Sebab, siapa yang merasa aman dari Allah berarti telah menentang-Nya. Karena dengan sikap tersebut berarti ia merasa aman dari hukuman-Nya. Seringkali mereka yang bodoh berkata: “Saya bersahabat dengan syekh fulan, saya melihat syaikh fulan, dan saya termasuk pengikutnya.” Mereka membuat berbagai pengakuan yang semuanya dusta.

Seharusnya ketika mereka bersahabat dengan para ‘ulamā’ mereka bertambah kenal, takut, ikhlas, dan taqwā kepada Allah. Selain itu seharusnya mereka berusaha untuk menaati-Nya, bertobat, serta melakukan dan memperbanyak ‘amal kebajikan.

Contoh yang paling nyata dalam hal ini adalah para sahabat Rasūlullāh s.a.w. Mereka adalah orang-orang yang paling takut kepada Allah dan paling maksimal dalam melakukan ‘amal ibadah. Ketahuilah bahwa para ‘ulamā’ dan orang-orang bijak akan mengajarkan kepadamu bagaimana caranya menghadap, berinteraksi, beribadah, dan mendekatkan diri kepada Allah s.w.t. Bukankah seorang budak yang baru dibeli belum mahir dalam mengabdi? Terlebih dulu ia akan diserahkan kepada orang yang bisa mendidik dan mengajarkan adab serta etika. Jika sudah layak dan mengetahui adab barulah ia diserahkan kepada sang majikan. Tentu, orang yang diambil sebagai pekerja oleh sang majikan akan dimuliakan. Namun, yang tak layak untuk mengabdi tetap sebagai orang biasa, serta tak pantas diajak bersama. Begitulah kedudukan para wali Allah. Para murīd menyertai mereka agar bisa ikut naik hingga dekat kepada Tuhan.

Tak ubahnya seperti perenang mahir. Kalau hendak mengajar anak kecil berenang, ia akan menariknya serta membiarkan anak tersebut berada di sampingnya sampai mahir dan bisa berenang sendiri. Jika sudah mahir dan dipercaya, ia bisa dibawa ke laut yang dalam dan dibiarkan berenang sendirian.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *