Mukadimah – Al-Hilm – Ibnu Abid-Dunya

MENJINAKKAN MARAH DAN BENCI
NASIHAT-NASIHAT TENTANG KESABARAN DAN MURAH HATI

 
Diterjemahkan dari al-Hilm
Karya Ibnu Abid-Dunya
 
Penerjemah: Nani Ratnasari
Penyunting: Toto Edidarmo
 
Penerbit: AL-BAYAN MIZAN

Mukadimah

 

الْحِلْمُ

Al-Hilm (Kehaliman – murah hati, sopan, santun, sabar, suka memaafkan, lemah-lembut dsb.)

1 – حدثنا أبو عبد الله الحسين بن محمد بن مسكاف النشوي رحمه الله قال: حدثنا القاضي أبو عبد الله حمكان بن محمد في الجامع بنشوى يوم الجمعة سنة تسع وعشرين وأربعمائة، وحدثنا أبو عبد الله محمد بن موسى بن علي بن عبد الجبار، ويوسف بن أحمد، وأبو زرعة جعفر بن أحمد بن علي قالوا كلهم: حدثنا الشيخ الإمام أبو بكر عمر بن نمر بن عيسى قال: حدثنا أبو عبد الله الحسين بن هلال قال: حدثنا أبو الحسن علي بن مهران، نا أبو بكر بن أبي الدنيا، نا هارون بن معروف، نا عبد الله بن وهب عن عمر بن نمر، عن عمرو بن الحارث، عن دراج أبي السمح، عن أبي الهيثم، عن أبي سعيد الخدري ، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «لا حليم إلا ذو عثرة (1)، ولا حكيم إلا ذو تجربة»
__________
(1) العثرة : الزلة والسقطة

Abu ‘Abdillah al-Husain ibn Muhammad ibn Maskaf an-Nasywi, ketika berada di Masjid Jami‘ Bansyawi pada hari Jumat tahun 429 H, menceritakan dari Al-Qadhi Abu ‘Abdillah Hamkan ibn Muhammad, (tidak diterjemahkan semua perawinya) melalui jalur Abu Sa‘id al-Khudri, bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Tidak ada sifat murah hati (hilm) kecuali pada orang yang memiliki pengetahuan, dan tidak ada kebijaksanaan kecuali pada orang yang memiliki banyak pengalaman.” (1)

Penjelasan:

(1). Hadits ini diriwayatkan oleh Ibn Hibban dalam Mawarid-uzh-Zham‘an h. 2078; al-Hakim dalam Mustadrak, juz 4, h. 493; Misykat al-Mashabih, no. 5056; Abu Na‘im dalam al-Hilyah, juz 8, h. 324; dan at-Tirmidzi, h. 2033. At-Tirmidzi mengatakan status hadis ini adalah Hasan Gharib. Juga dapat ditemukan dalam Fath-ul-Bari, juz 10, h. 529. al-Khathib dalam Tarikh Baghdad, juz 2, h. 301, menyandarkan hadis ini kepada Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibn Hibban, dan al-Hakim dari Abu Sa‘id al-Khudri. Ia menunjukkan kesahihannya.

Begitu juga dalam Jam‘-ul-Jawami‘, juz 1, h. 909, yang disandarkan kepada Ahmad dan At-Tirmidzi dengan status hadis Hasan Gharib; Ibn Hibban, al-Hakim, dalam al-Hilyah; al-Baihaqi dalam Syu‘ab-ul-Iman, dan al-‘Askari dalam al-Amtsal; serta ad-Dhiya’-ul-Maqdisi dari Abu Sa‘id al-Khudri. Sementara itu, Syaikh al-Albani menyebutkannya Dha‘if, lihat Takhrij al-Misykat, h. 5056, dan Dha‘if-ul-Jami‘, juz 6, h. 79, no. 6279.

Abu Hatim al-Basti berkata: “Hadis ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam kitab Fushul-us-Sunan bahwa orang Arab suka menyebutkan sesuatu jika keadaannya mendekati sempurna, dan tidak menyebutkannya jika keadaannya kurang sempurna. Kebiasaan ini ditunjukkan pada hadis ini, yaitu bahwa sifat murah hati (hilm) tidak dapat ditemukan kecuali dalam pribadi yang memiliki pengetahuan. Oleh karena itu, Nabi s.a.w. meniadakan sebutan hilm (murah hati) bagi orang yang tidak memiliki pengetahuan karena keadaannya kurang sempurna.

“Orang yang memiliki sifat murah hati (hilm) memiliki kedudukan yang agung, tempat yang tinggi, sifat terpuji, dan sikap yang diridai Allah. Murah hati adalah nama yang berhubungan dengan ikatan nafsu yang senantiasa mendorong manusia untuk melakukan kebalikannya, dari hal yang disukai hingga hal yang dibenci. Murah hati mencakup pengetahuan, kesabaran, kehati-hatian dalam bertindak, dan keteguhan hati. Tidak ada hubungan yang lebih baik melebihi baiknya hubungan memaafkan dan kemampuan untuk membalas. Artinya, sifat murah hati atau sikap memaafkan lebih baik daripada membalas perbuatan buruk dengan keburukan lagi, sekali pun ada kemampuan untuk melakukannya.” (Raudhat-ul-‘Uqala’, h. 208)

Saudaraku, setiap Mukmin yang berakal layak untuk bersikap tenang dalam menghadapi setiap persoalan, tidak tergesa-gesa dan terburu-buru. Sebab, Allah s.w.t. menyukai sikap tenang ketika menghadapi persoalan. Siapa yang gegabah dalam menghadapi persoalan, ia akan mendapatkan keburukan.

Allah s.w.t. menyeru kita untuk menghiasi diri dengan sifat murah hati (hilm) agar kita memperoleh derajat orang-orang yang pemurah dan penyabar (hulama’). Keagungan derajat pemurah hati (halim) terbukti dengan penyebutan nama Allah sebagai al-Halim.

Dalam al-Qur’an, Allah s.w.t. tidak pernah menyebut seseorang dengan sifat ini, kecuali Nabi Ibrahim dan Nabi Isma‘il. Allah berfirman: Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang pengiba (awwahun) lagi penyabar (halimun). (at-Taubah 9: 114). Maka, Kami beri ia [Ibrahim] kabar gembira dengan seorang anak [Isma‘il] yang penyabar (halimun) (ash-Shaffat [37]: 101). Oleh karena itu, wahai saudaraku, milikilah akhlak ini, agar engkau memperoleh keridaan Allah yang akan membawamu masuk ke surga.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *