Hati Senang

Mu’jizat Rasulullah S.A.W. – Kisah Sang Rasul (2/2)

Cover Buku Kisah Sang Rasul oleh Abdullah ibn Jakfar al-Habsyi
KISAH SANG RASUL: Menyimak dan Meneguhkan Sosok Pembawa Risalah Karya: Abdullah ibn Jakfar al-Habsyi   Diterbitkan oleh: CV. Layar Creative Mediatama

b). Terbelahnya Bulan.

Sesungguhnya mu‘jizat terbelahnya bulan hanya dikhususkan untuk Baginda Rasūlullāh s.a.w. dan merupakan mu‘jizat Rasūlullāh s.a.w. yang paling besar, dikarenakan timbul mu‘jizat tersebut di luar kebiasaan yang ada di alam semesta ini sehingga susah untuk disamai mu’jizat tersebut dengan cara apapun. (21)

Diriwayatkan oleh Imām Bukhārī di dalam kitab “Shaḥīḥ”-nya; dari sahabat ‘Abdullāh ibn Mas‘ūd r.a. berkata:

“Telah terbelahnya bulan di zaman Baginda Rasūlullāh s.a.w. dua bagian; sebagian di atas gunung dan sebagian lagi di bawahnya.”
Maka, Rasūlullāh s.a.w. bersabda kepada kaum Muslimīn yang bersamanya:

Saksikanlah.

Dalam sebagian riwayat (oleh Imām Aḥmad) dari sahabat ‘Abdullāh ibn Mas‘ūd r.a. juga disebutkan:

“Hingga aku melihat gunung di antara belahan bulan.”
Maka orang-orang kafir Quraisy berkata:
“Muḥammad telah menyihir kalian.”
Salah seorang dari mereka menjawab:
“Seandainya Muḥammad telah menyihir kalian, maka sesungguhnya sihirnya tidak akan sampai terhadap seluruh penduduk bumi.”

Maka tanyakanlah kepada orang yang datang dari daerah lain apakah mereka melihat semisal yang kita lihat? Maka mereka bertanya kepada orang yang datang dari daerah lain, orang-orang dari daerah lain menjawab bahwa mereka melihat bulan terbelah sebagaimana mereka (orang-orang Quraisy) melihatnya.

Maka Abū Jahal berkata:
“Ini sihir yang terus-menerus.”

Allah s.w.t. pun ceritakan kejadian tersebut dalam firman-Nya berikut:

اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَ انْشَقَّ الْقَمَرُ. وَ إِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوْا وَ يَقُوْلُوْا سِحْرٌ مُّسْتَمِرٌّ

Saat (hari kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat sesuatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: “(Ini adalah) sihir yang terus menerus”.”. (QS. al-Qamar [54]: 1-2). (32)

Ada seorang syaikh bernama Syaikh Ḥamzah Fatḥ-ullūh rhm. di dalam kitabnya yang berjudul “Bakurat-ul-Kalām”, beliau mengatakan sebagai berikut:

Sebagian media cetak asing mengeluarkan informasinya yang diterjemahkan ke Bahasa ‘Arab oleh media cetak bernama “al-Insān” yang berpusat di Astana, Kazakhstan. Bahwa ditemukan di kerajaan China ada sebuah bangunan kuno bertuliskan: “Dibangun di tahun sekian yang terdapat kejadian langit yang sangat agung yaitu, terbelahnya bulan menjadi dua”, maka ketika dicocokkan perhitungan tanggalnya, tepat dengan tahun terbelahnya bulan di zaman Baginda Nabi s.a.w.

“Sebagian media cetak asing mengeluarkan informasinya yang diterjemahkan ke Bahasa ‘Arab oleh media cetak bernama “al-Insān” yang berpusat di Astana, Kazakhstan. Bahwa ditemukan di kerajaan China ada sebuah bangunan kuno bertuliskan: “Dibangun di tahun sekian yang terdapat kejadian langit yang sangat agung yaitu, terbelahnya bulan menjadi dua”, maka ketika dicocokkan perhitungan tanggalnya, tepat dengan tahun terbelahnya bulan di zaman Baginda Nabi s.a.w.Mā syā’ Allāh tabārakallāh. (43).

*Missing: (54).

*Missing: (65).

c). Memperbanyak Makanan yang Sedikit.

Diriwayatkan oleh sahabat Jābir ibn ‘Abdillāh r.a.: “Ketika Khandaq (parit untuk peperangan Rasūlullāh s.a.w.) sedang digali, aku melihat Rasūlullāh s.a.w. dalam keadaan lapar sekali, maka aku menjumpai istriku dan aku bertanya: “Apakah engkau memiliki sesuatu untuk dimasak? Sesungguhnya aku melihat keadaan Rasūlullāh s.a.w. sangat lapar”, maka istriku mengeluarkan kantong berisikan gandum dan waktu itu kami memiliki seekor kambing kecil, maka aku pun menyembelih kambing tersebut untuk dimasak, seraya istriku mengadon gandum, kemudian aku memasukkan potongan-potongan kambing ke dalam panci masakan, dan ketika aku hendak menemui Rasūlullāh s.a.w. kembali, istriku berpesan: “Tolong jangan kau permalukan aku wahai suamiku di hadapan Rasūlullāh s.a.w. dan rombongan” (dikarenakan makanan yang tidak banyak). Maka aku pun menjumpai Rasūlullāh s.a.w. dan memberi beliau kabar gembira: “Wahai Rasūlullāh, baru saja kami menyembelih kambing kecil kami dan kami menggiling gandum yang kami miliki, maka datanglah ke tempat kami; engkau dan sebagian rombonganmu.”

Maka Rasūlullāh s.a.w. pun berseru kepada seluruh orang yang hadir: “Wahai Ahli Khandaq! Sesungguhnya Jabir telah membuatkan kalian jamuan makan maka cepat datanglah kalian semua.” Dan beliau s.a.w. berpesan kepadaku: “Jangan engkau turunkan pancimu dan jangan engkau masak gandummu sampai aku datang ke tempat kalian.

Maka aku pun tiba di kediamanku dengan Rasūlullāh s.a.w. beserta para rombongannya, ketika ku menemui istriku dia pun menghardikku: “Kamu….. Kamu…..” (dikarenakan makanan yang takutnya tidak cukup untuk jamuan). Aku pun menyampaikan kepada istriku: “Aku sudah melakukan apa yang kau perintahkan (agar mengundang secukupnya rombongan saja).” Maka aku pun mengeluarkan adonan gandum dan beliau s.a.w. mendekati ke arah panci seraya memberkahi masakan yang kami masak, dalam riwayat Rasūlullāh s.a.w. mem-basq (meniup) masakan tersebut.

Adapun diperkirakan mereka sekitar seribu orang dan seluruhnya makan dari masakan kami, dan sahabat Jābir berkata: “Aku bersumpah dengan nama Allah s.w.t. bahwa panci kami masih dimasak seperti sedia kala, dan adonan gandum kami sama seperti sebelumnya.” Subḥānallāh.

Dan banyak sekali hadits-hadits yang meriwayatkan tentang makanan yang diperbanyak dengan mu‘jizat Baginda Nabi Besar Muḥammad s.a.w. tersebut.

d). Keluarnya Air dari Jari-Jemari Rasūlullāh s.a.w.

Telah sering terjadi kejadian mu‘jizat yang agung, yaitu keluarnya air dari jari-jemari Rasūlullāh s.a.w. dalam keadaan safar (bepergian) maupun di Madīnah, diriwayatkan banyak sekali hadits yang berkaitan dengan kejadian ini oleh Imām Bukhārī, Imām Muslim dan Imām Mālik. Jumlah sahabat yang bersama Rasūlullāh s.a.w. sekali waktu berjumlah 60 orang, sesekali 80 orang bahkan pernah sampai 300 orang.

Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imām Bukhārī di dalam “Shaḥīḥ”-nya dari sahabat Jābir ibn ‘Abdillāh r.a. berkata:

“Ketika orang-orang kehausan di hari peperangan Ḥudaibiyyah, dan Rasūlullāh s.a.w. mempunyai wadah yang dipenuhi air, beliau berwudhu’ daripada wadah tersebut, kemudian para sahabat mendatangi beliau. Maka Baginda Rasūlullāh s.a.w. bertanya: “Ada apa dengan kalian?” Maka mereka menjawab: “Ya Rasūlullāh, kami tidak memiliki air untuk berwudhu’ dan untuk minum kecuali yang ada di wadahmu.”

Maka Rasūlullāh s.a.w. meletakkan tangannya di atas wadah tersebut sehingga keluarlah air dari jari-jari beliau layaknya mata air, maka kami pun (para sahabat) berwudhu’ dan meminum air itu, ketika ditanyakan kepada sahabat Jābir: “Berapa jumlah kalian saat itu?” Sahabat Jābir pun menjawab: “Seandainya kami seratus ribu orang, pasti air tersebut cukup untuk kami, waktu itu kami seratus lima puluh orang.” Mā syā’ Allāh.

Diriwayatkan juga oleh Imām Bukhārī dari sahabat ‘Abdullāh ibn Mas‘ūd r.a. berikut:

“Ketika kami bepergian bersama Rasūlullāh s.a.w., tiba-tiba persediaan air kami menipis. Maka Rasūlullāh s.a.w. bersabda: “Carilah air lagi.” Maka para sahabat pun membawa wadah yang berisikan sedikit air maka Baginda Rasūlullāh s.a.w. memasukkan tangannya ke dalam wadah itu seraya berkata: “Mari gunakan air yang suci dan barakah ini, sesungguhnya barakah dari Allah.” Sahabat ‘Abdullāh ibn Mas‘ūd r.a. berkata: “Sungguh aku telah melihat air terpancar dari jari-jari Rasūlullāh s.a.w.

e). Isrā’ dan Mi‘rāj Rasūlullāh s.a.w.

Bahwasanya Allah s.w.t. telah berfirman:

سُبْحَانَ الَّذِيْ أَسْرى بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِيْ بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ

Maha Suci (Allah), yang telah memperjalankan hamba-Nya (Muḥammad) pada malam hari dari Masjid-il-Ḥarām ke Masjid-il-Aqshā yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”. (QS. al-Isrā’ [17]: 1).

Kejadian Isrā’ dan Mi‘rāj Rasūlullāh s.a.w., terjadi setahun atau dua tahun sebelum hijrah, dan peristiwa ini menurut riwayat yang paling masyhūr (diketahui) terjadi di bulan Rajab pada hari Senin sebagaimana kejadian-kejadian istimewa yang terjadi di kehidupan Baginda Rasūlullāh s.a.w.

Isrā’ adalah perjalanan malam menuju Baitullāh Maqdis, dan Mi‘rāj adalah perjalanan menuju langitnya Allah s.w.t., agar Rasūlullāh s.a.w., diperlihatkan keindahan kerajaan Allah s.w.t., dan Allah wahyukan kepada hamba-Nya apa yang Ia wahyukan, dan Allah wajibkan baginya lima shalat waktu, dan Allah kumpulkan para nabi menjadi ma’mumnya untuk shalat berjama‘ah di Bait-ul-Maqdis dan ketika Rasūlullāh s.a.w., kembali ke Makkah, beliau kabarkan dengan apa yang ia lihat, maka Sayyidinā Abū Bakar ash-Shiddīq r.a. dan orang-orang yang beriman teguh mempercayainya, dan orang-orang kafir menyambatkan (menyambungkan, menghubungkan) kebohongan kepadanya, dan mereka meminta disifatkan Bait-ul-Maqdis dan dirincikan gambarannya oleh Baginda Rasūlullāh s.a.w., ketika mereka menanyakan tentang Masjid al-Aqshā maka Rasūlullāh s.a.w., sifatkan dan menggambarkan kepada mereka pintu demi pintu, sangat pas dengan apa yang mereka ketahui tentang Bait-ul-Maqdis, dan semua kisah Isrā’ dan Mi‘rāj Rasūlullāh s.a.w., telah sangat masyhūr (dikenal oleh setiap orang). (76).

Catatan:

  1. 2). Ringkasan dari “Anwār-ul-Muhammadiyyah”, hlm. 270.
  2. 3). Ringkasan dari “Ḥadā’iq-ul-Anwāri wa Mathāli‘-ul-Asrār”, hlm. 139-140.
  3. 4). Ringkasan dari “Qabasat min Nūr-in-Nubuwwah”, hlm. 103.
  4. 5). Ibid, hlm104-105.
  5. 6). Ibid, hlm106-107.
  6. 7). Ringkasan dari “Sirah Nabawiyyah Ibn Dahlan” hlm. 234 dan “Qabasat min Nūr-in-Nubuwwah”, hlm. 110.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.