Mu’jizat Rasulullah S.A.W. – Kisah Sang Rasul (1/2)

KISAH SANG RASUL:
Menyimak dan Meneguhkan Sosok Pembawa Risalah

Karya: Abdullah ibn Jakfar al-Habsyi
 
Diterbitkan oleh:
CV. Layar Creative Mediatama

Rangkaian Pos: Mu'jizat Rasulullah S.A.W. - Kisah Sang Rasul

Bab 11:

MU‘JIZAT RASŪLULLĀH S.A.W.

 

Dan sebelum kami sebutkan beberapa kabar tentang mu‘jizat Baginda Nabi Muḥammad s.a.w., maka kami ingin menjelaskan definis al-Qādhī ‘Iyādh (pengarang kitab “asy-Syifā’”) tentang makna mu‘jizat:

“Ketahuilah, sesungguhnya makna penamaan terhadap apa yang didatangkan oleh para nabi, yaitu mu‘jizat. Yang berma‘na, bahwa para makhluk Allah tidak mampu (عَجز) untuk melakukan hal serupanya. Mu‘jizat terbagi menjadi dua:

1). Bagian yang mirip seperti kemampuan manusia biasa, sehingga jika diminta para manusia untuk melakukannya maka mereka tidak akan mampu, dan ketidakmampuan mereka adalah perbuatannya Allah s.w.t. yang menunjukkan kebenaran akan Nabi-Nya s.a.w., contoh seperti ketidakmampuan mereka sesuai taqdirnya Allah s.w.t. untuk menciptakan semisal al-Qur’ān.

2). Bagian yang di luar batas kemampuan manusia biasa, maka para manusia tidak akan mampu untuk melakukan semisalnya, seperti menghidupkan orang mati, merubah tongkat menjadi ular, mengeluarkan unta seperti Nabi Shāliḥ a.s. dari batu, berbicara dengan pepohonan/tumbuhan, mengeluarkan air dari jari-jemari, dan juga membelah bulan.

Yang kesemua itu tidak mungkin dapat dilakukan kecuali atas idzin Allah s.w.t., maka hal tersebut yang terjadi melalui tangan para Nabi merupakan idzinnya Allah s.w.t., dan penentang yang mendustakan untuk mendatangkan hal seperti itu menjadi tidak mampu (تَعْجِيْزٌ).” (11)

Dan mu‘jizat penutupnya para nabi, yaitu Baginda kita Nabi Muḥammad s.a.w. sangat banyak, tidak sedikit para ‘ulamā’ yang menyusun kitab tersendiri untuk mengumpulkan mu‘jizatnya Nabi s.a.w. di antaranya berikut:

Dalā’il Nubuwwah, disusun oleh al-Imām Baihaqī rhm.

Khashā’ish Nabawiyyah, disusun oleh al-Imām Jalāl-ud-Dīn as-Suyūthī rhm.

Ḥujjatullāhi ‘alal-‘Ālamīn, disusun oleh asy- Syaikh Yūsuf an-Nabhānī rhm.

Kitab suci al-Qur’ān adalah mu‘jizat abadi sepanjang masa, serta ayat (tanda kebesaaran) Allah seiring berjalannya waktu, masa berganti masa, akan tetapi keajaiban al-Qur’ān tak tergantikan, tahun berganti tahun akan tetapi kehebatan al-Qur’ān tak kunjung sirna.

Dan kitab-kitab serta karangan lainnya yang menunjukkan kebenaran dan kebesaran Baginda Nabi s.a.w., maka di sini kami pun akan menyebutkan sebagian di antara mu‘jizat-mu’jizat Baginda Nabi s.a.w. sebagai berikut ini:

a). Kitab Suci “al-Qur’ān al-Karīm”

Kitab suci al-Qur’ān adalah mu‘jizat abadi sepanjang masa, serta ayat (tanda kebesaran) Allah seiring berjalannya waktu, masa berganti masa, akan tetapi keajaiban al-Qur’ān tak tergantikan, tahun berganti tahun akan tetapi kehebatan al-Qur’ān tak kunjung sirna.

Banyak para ‘ulamā’ menyusun kitab tentang mu‘jizat al-Qur’ān dan keajaiban ma‘na-ma‘nanya yang jumlah kitab tersebut tak terhingga dan susah sekali untuk dituliskan satu persatu dikarenakan jumlahnya yang banyak, al-Qur’ān selalu menjadi sesuatu yang baru walaupun digerus waktu, masa dan hari, Allah s.w.t. memberikan petunjuk bagi seluruh alam, dan jalan yang terang bagi orang-orang yang bertaqwa, serta Allah s.w.t. membimbing manusia dengannya dari kegelapan menuju cahaya dan membimbing mereka menuju Shirāth-al-Mustaqīm. Dan Allah s.w.t. kumpulkan dengan perantara al-Qur’ān, hati yang dulunya saling membenci dan merasa asing, serta Allah s.w.t. persatukan beberapa komunitas, suku dan ras manusia yang dulunya saling bermusuhan.

Dan juga Allah s.w.t. menantang dengan al-Qur’ān orang-orang ‘Arab yang mahir di dalam kefasihan dan Ilmu Bayān (Ilmu dalam Bahasa ‘Arab), mereka adalah para orator yang lantang dan para penyair yang handal di masanya, akan tetapi kepala mereka tertunduk karena keindahan retorika al-Qur’ān, dan rasa besar hati (sombong) mereka mencium lemah karena kefasihan al-Qur’ān, maka mereka (orang-orang ‘Arab) yang menentang al-Qur’ān mengakui bahwa mereka atau semisal mereka yang lebih pintar tidak dapat menyaingi satu ayat dari kalām Ilāhī.

Allah s.w.t. berfirman:

قُلْ لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَ الْجِنُّ عَلَى أَنْ يَأْتُوْا بِمِثْلِ هذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهِ وَ لَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا.

Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jinn berkumpul untuk membuat yang serupa (dengan) al-Qur’ān ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka saling membantu satu sama lain”.”. (QS. al-Isrā’ [17]: 88).

Salah seorang penentang yang bernama Walīd ibn al-Mughīrah dengan besar kepalanya dan tentangan yang amat kuat terhadap Rasūlullāh s.a.w. serta kepintarannya dalam pengetahuan mengenai syair-syair ‘Arab dan retorika mereka, seketika menjadi orang yang hancur kesombongannya, lebur kegigihannya, tersipu dalam keadaan yang lemah di saat mendengar ayat al-Qur’ān dari lisan Rasūlullāh s.a.w. berikut:

إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَ الْإِحْسَانِ وَ إِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبى وَ يَنْهى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَ الْمُنْكَرِ وَ الْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Allah melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”. (QS. an-Nahl [16]: 90).

Tidak kuasa dia sambil berkata: “Demi Allah, sesunguhnya padanya (ayat tersebut) merupakan kerinduan, baginya kejayaan, penyegar bagi yang di bawahnya, penyubur bagi atapnya, sesungguhnya Dia di atas dan tidak ada yang di atasnya dan Dia menghancurkan apapun yang ada di bawahnya, sungguh ini bukanlah perkataan manusia.

Jika engkau duhai umat Baginda Rasūlullāh s.a.w. merenungkan apa yang ada di dalam al-Qur’ān, engkau akan menemukan ilmu yang sangat luhur di bidang keyakinan, syarī‘at yang mengatur perkara kehidupan dan keadaan manusia, politik dunia, kisah mengenai perkara akhirat serta para nabi dan umatnya, kabar-kabar perkara ghaib yang lampau maupun yang akan datang dan lain sebagainya dari berbagai macam ilmu yang murni dari keraguan.

Serta mengubur segala macam kekhawatiran bahwa sesungguhnya al-Qur’ān adalah kalam Allah s.w.t. yang tidak ada kebatilan dari depan maupun belakang, yang benar-benar diturunkan oleh Yang Maha Bijaksana dan Terpuji dan yang diturunkan kepada Rasūl s.a.w. yang ummiy (buta huruf), yang tidak pernah membaca buku, atau belajar dengan seseorang. Rasūl s.a.w. tumbuh besar dalam kalangan yang tidak mengetahui baca dan tulis.

Sebagaimana Allah s.w.t. firmankan berikut:

هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّيْنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْ عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَ يُزَكِّيْهِمْ وَ يُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَ الْحِكْمَةَ وَ إِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلَالٍ مُّبِيْنٍ

Dia-lah yang mengutus seorang Rasūl kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayatNya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitāb dan Ḥikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata”. (QS. al-Jumu‘ah [62]: 2).

Catatan:

  1. 1). Ringkasan dari kitab “asy-Syifā’” juz 1, hlm. 313.

Sanggahan (Disclaimer): Artikel ini telah kami muat dengan izin dari penerbit. Terima kasih.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *