Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:
بِالْمُعْجِزَاتِ أُيِّدُوْا تَكَرُّمَا | وَ عِصْمَةُ الْبَاريْ لِكُلٍّ حُتِّمَا. |
“Para rasūl telah diperkuat dengan mu‘jizat untuk memuliakan. Dan wajibkanlah pemeliharaan sang Pencipta kepada masing-masing (nabi dan malaikat).”
Dalam pengakuannya sebagai utusan Allah, para nabi dan rasūl diperkuat dengan mu‘jizat, yaitu sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan yang muncul bersamaan dengan pengakuan menjadi nabi atau rasūl. Pemberian mu‘jizat ini karena kebaikan dan anugerah dari Allah, bukan sesuatu yang wajib bagi Allah. Penjagaan Allah pada nabi, rasūl, dan malaikat dari melakukan dosa besar maupun kecil adalah sesuatu yang pasti. Maksudnya, yakinilah bahwa para nabi, rasūl, dan malaikat terjaga dari melakukan dosa besar dan kecil. Oleh karena itu, para nabi dan rasūl wajib memiliki sifat amānah, sebagaimana penjelasan terdahulu.
Mu‘jizat berasal dari kata ‘ajzun yang berarti lemah, kebalikan dari qudrah yang berarti kuasa. Adapun menurut istilah, mu‘jizat adalah sesuatu yang berbeda dari kebiasaan yang muncul bersamaan dengan pengakuan menjadi nabi atau rasūl tanpa ada satu pun makhluk yang bisa menghentikan. Maksudnya, tidak ada seorang pun yang bisa menentang, mengungguli, atau mengalahkan. (1151).
Mu‘jizat Rasūlullāh yang paling agung adalah al-Qur’ān. Selain itu, ada banyak sekali mu‘jizat sampai tak bisa dihitung, seperti keluarnya air dari jari-jari Rasūlullāh; kayu, batu, dan hewan bisa bercakap-cakap. Sedangkan mu’jizat Nabi Mūsā a.s. adalah tongkat yang bisa berubah menjadi ular, tangan yang berubah menjadi seperti rembulan, unta, manna (makanan manis seperti madu), salwa (burung sejenis puyuh) dan lainnya.
Apabila sesuatu yang berbeda dengan kebiasaan tersebut berasal dari diri orang shalih, maka dinamakan karāmah, bila keluar dari orang awam dinamakan ma‘ūnah, dan bila keluar dari orang fasiq dinamakan istidrāj. Tidak diperbolehkan melakukan ibadah karena mencari karāmah dan kemuliaan duniawi, karena itu termasuk syirik khafī (syirik yang samar). (1162).
Seorang mukallaf juga wajib meyakini bahwa para nabi, rasūl, dan malaikat terjaga dari melakukan dosa, mustahil mereka melakukan dosa. Karenanya, selain nabi tidak diperbolehkan berdoa memohon agar terjaga dari melakukan dosa, seperti doanya para nabi dan malaikat yang memohon agar terjaga dari melakukan dosa, begitu juga tidak diperbolehkan berdoa menjadi nabi, memiliki ilmu kenabian, ilmu risālah, atau lainnya.
Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:
وَ خُصَّ خَيْرُ الْخَلْقِ أَنْ قَدْ تَمَّمَ | بِهِ الْجَمِيْعَ رَبُّنَا وَ عَمَّمَا. |
بِعْثَتَهُ فَشَرْعُهُ لَا يَنْسَخُ | بِغَيْرِهِ حَتَّى الزَّمَانُ يُنْسَخُ. |
“Dan dikhususkan makhluk terbaik bahwa Allah menyempurnakan semua nabi dan meratakan kebangkitannya. Maka syariahnya tidak akan terhapus dengan selainnya sampai zaman ini lenyap.”
Telah dipilih dan ditetapkan bahwa makhluk paling mulia adalah Rasūlullāh s.a.w. Beliau ditetapkan oleh Allah sebagai penutup para nabi. Maksudnya, Allah menjadikan Rasūlullāh sebagai penutup para nabi, maka Nabi terakhir adalah Rasūlullāh, tidak ada nabi lagi setelah beliau. Telah ditetapkan oleh Allah bahwa Rasūlullāh diutus untuk semua manusia dan jinn. Maksudnya, Allah telah mengkhususkan Rasūlullāh diutus kepada semua manusia dan jinn dengan taklīf (menetapkan suatu tuntutan), dan kepada para malaikat dengan tasyrīf (memuliakan). Keumuman pengutusan ini khusus bagi Rasūlullāh, tidak ada nabi lain yang diutus secara umum.
Karena Rasūlullāh diutus sebagai penutup para nabi, maka syari‘at beliau tidak mengalami perubahan atau diganti dengan syari‘at yang lain, juga tidak akan rusak karena pergantian zaman, sampai hari Kiamat.
Allah telah memilih Rasūlullāh untuk menjadi penutup para nabi dan rasūl. Oleh karena itu tidak ada nabi lain yang menjadi penutup para nabi, karena penutup para nabi merupakan kekhususan Rasūlullāh, Allah telah berfirman:
مَّا كَانَ مُحَمَّدٌ أَبَا أَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ وَ لكِنْ رَّسُوْلَ اللهِ وَ خَاتَمَ النَّبِيِّيْنَ
“Muḥammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasūlullāh dan penutup nabi-nabi.” (QS. al-Aḥzāb [33]: 40).
Ketika Rasūlullāh ditetapkan sebagai penutup para Nabi, secara otomatis beliau adalah penutup seluruh utusan Allah.
Turunnya Nabi ‘Īsā a.s. ke dunia ini tidak bisa dinamakan penutup para Nabi, karena Nabi ‘Īsā a.s. diturunkan untuk menetapkan dan melanjutkan syari‘at Rasūlullāh, bukan syariat lain. Selain itu, Allah telah memilihi dan menetapkan Rasūlullāh sebagai utusan untuk seluruh alam raya ini. Rasūlullāh diutus kepada manusia, jinn, dan ya’jūj ma’jūj untuk menjelaskan perintah Allah, diutus kepada para malaikat untuk menghormati dan memuliakan, dan diutus kepada hewan, semua benda, tumbuh-tumbuhan, batu, pepohonan, untuk mengajari. Keumuman ini merupakan kekhususan Rasūlullāh, tidak ada nabi lain yang diutus kepada semua jinn, manusia, dan seisi bumi.
Menurut ‘ulamā’ Muḥaqqiqīn, Rasūlullāh diutus kepada para nabi terdahulu dan para umatnya. Semua nabi diutus untuk menjalankan syari‘at Rasūlullāh, tapi hal ini berlaku di alam arwah saja. Rūḥ Rasūlullāh diciptakan sebelum penciptaan semua rūḥ, kemudian rūḥ beliau diutus ke rūḥ para nabi. Rūḥ Rasūlullāh mendatangi rūḥ para nabi, maka wujudnya para nabi dalam alam ajsām sebagai pengganti Rūḥ Rasūlullāh. Oleh karena itu, pada hakikatnya Rasūlullāh diutus kepada semua manusia, mulai zaman Nabi Ādam a.s. hingga zaman Rasūlullāh sendiri sampai hari Kiamat. (1173). Hal ini sesuai sabda Rasūlullāh:
بُعِثْتُ إِلَى النَّاسِ كَافَّةً.
“Aku diutus kepada semua manusia.”
Allah juga berfirman:
وَ مَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ.
“Dan Kami tidak mengutus engkau, melainkan kepada umat manusia seluruhnya.” (QS. Saba’ [34]: 28).
Seseorang yang mengingkari keumuman diutusnya Rasūlullāh, maka dia benar-benar kufur.
Hal ini berbeda dengan keyakinan kaum ‘Īsawiyyah dari golongan kafir Yahudi, mereka meyakini bahwa Rasūlullāh hanya diutus kepada orang-orang ‘Arab. (1184).
Setelah ditetapkan bahwa Rasūlullāh adalah penutup para Nabi dan diutus secara umum kepada semua manusia, jinn, sampai malaikat, hewan, semua benda dan tumbuhan sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, maka syari‘at Rasūlullāh tidak mengalami perubahan sampai hari Kiamat. Hal ini sesuai sabda Rasūlullāh:
لَنْ تَزَالَ هذِهِ الْأُمَّةِ قَائِمَةً عَلَى أَمْرِ اللهِ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى يَأْتِيَ أَمْرُ اللهِ.
“Umat ini akan selalu menjalankan perintah Allah (agama yang benar), tidak membahayakan mereka orang-orang yang berbeda, sampai datang hari Kiamat.”