Hati Senang

Mu’jizat-Mu’jizat Rasulullah S.A.W. – Nurul Yaqin 2

NŪR-UL-YAQĪN   Judul Asli: Nūr-ul-Yaqīn fī Sīrati Sayyid-il-Mursalīn Penulis: Muhammad al-Khudhari Bek   Alih Bahasa: Muhammad Faisal Fadhil Penerbit: UMMUL QURA   (Diketik oleh: Zulfa)

Ketiga: Di antara mu‘jizat al-Qur’ān ialah karena ditinjau dari segi bahwa dalam al-Qur’ān terkandung berita-berita mengenai masalah ghaib dan hal-hal yang belum terjadi, kemudian hal itu terjadi persis seperti yang telah difirmankan-Nya.

Allah s.w.t. berfirman:

Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjid-il-Ḥarām, in syā’ Allāh dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya.” (Al-Fatḥ: 27)

Sehubungan dengan bangsa Romawi, Allah s.w.t. berfirman:

Di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman.” (Ar-Rūm: 3-4)

Juga firman-Nya:

Agar dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musyrik membenci.” (Ash-Shaff: 9)

Juga firman-Nya:

Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan ‘amal-‘amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu maka mereka itulah orang-orang yang fāsiq.” (An-Nūr: 55)

Juga firman-Nya:

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong.” (An-Nashr: 1-2)

Ternyata, semua yang diberitakan oleh al-Qur’ān telah menjadi kenyataan. Kekaisaran Romawi akhirnya dapat mengalahkan Kerajaan Persia, kemudian manusia masuk agama Islam secara berbondong-bondong, dan kekuasaan mereka sampai ke Andalusia (Spanyol) di sebelah barat, sampai batas India di sebelah timur, hingga ke Anatolia (Asia Kecil) di sebelah utara, dan sampai mencapai batas terakhir di Sudan di sebelah selatan.

Allah s.w.t. berfirman:

Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’ān, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Ḥijr: 9).

Ternyata keadaannya, Alḥamdulillāh, seperti apa yang telah diberitakan oleh-Nya hingga sekarang.

Allah s.w.t. berfirman:

Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang.” (Al-Qamar: 45)

Dan memang kejadiannya seperti yang Allah janjikan dalam al-Qur’ān, yaitu ketika terjadi Perang Badar, dan ayat di atas diturunkan di Makkah.

Dalam ayat lain, Allah s.w.t. berfirman:

Perangilah mereka, niscaya Allah akan menghancurkan mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka.” (At-Taubah: 14)

Kejadiannya memang persis seperti yang telah diberitakan Allah s.w.t. dalam kisah-Nya.

Para pembaca juga dapat mengetahui bahwa melalui sejarah telah disebutkan tentang terbongkarnya rahasia-rahasia orang-orang munāfiq dan orang-orang Yahudi serta kedustaan perkataan mereka di dalam sumpahnya sebagaimana yang difirmankan-Nya: “Dan mereka mengatakan kepada diri mereka sendiri, ‘Mengapa Allah tidak menyiksa kita disebabkan apa yang kita katakan itu?” (Al-Mujādilah: 5)

Juga firman-Nya:

Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu.” (Āli ‘Imrān: 154)

Juga firman-Nya:

Yaitu orang-orang Yahudi, mereka mengubah perkataan dari tempat-tempatnya. Mereka berkata: “Kami mendengar, tetapi kami tidak mau menurutinya”. Dan (mereka mengatakan pula): “Dengarlah sedang kamu sebenarnya tidak mendengar apa-apa”, dan (mereka mengatakan): “Rā’inā”, dengan memutar-mutar lidahnya dan mencela agama.” (An-Nisā’: 46)

Masih banyak ayat lain yang menceritakan hal ihwal mereka.

Keempat: Di antara mu‘jizat al-Qur’ān ialah karena di dalamnya terkandung berita-berita tentang umat-umat terdahulu dan syarī‘at-syarī‘atnya. Satu kisah di antaranya tidak akan dapat diketahui selain oleh para pendeta ahli kitab yang benar-benar cemerlang, yang hanya menekuni hal ini seumur hidupnya. Namun, hal itu dapat dikemukakan oleh Rasūlullāh s.a.w. sesuai dengan kenyataan yang telah terjadi pada masa dahulu. Ahli kitab yang mengetahui kisah yang sebenarnya langsung membenarkan apa yang telah dikemukakannya karena mereka telah mengetahui bahwa Rasūlullāh s.a.w. adalah seorang ummī, tidak dapat membaca dan tidak dapat menulis, serta tidak pernah belajar di madrasah atau duduk di majelis ‘ilmu. Hal ini merupakan kenyataan yang tidak diingkari oleh para ahli kitab. Tiada seorang pun di antara mereka yang mengingkari hal ini.

Seringkali ahli kitab bertanya kepada Rasūlullāh s.a.w. tentang kisah-kisah ini. Maka turunlah kepada Rasūlullāh s.a.w. al-Qur’ān yang dibacakan kepada mereka sebagai peringatan seperti kisah para nabi, kisah tentang kejadian, dan apa-apa yang telah disebutkan dalam kitab-kitab terdahulu. Ternyata para ‘ulamā’ mereka tiada seorang pun yang berani mendustakan apa yang telah diceritakan oleh Rasūlullāh s.a.w. karena memang semuanya adalah benar. Semua yang diceritakan oleh Rasūlullāh s.a.w. ternyata dapat membedakan mana yang benar dan mana yang telah mengalami perubahan dari kitab mereka sesudah terlebih dahulu al-Qur’ān yang dibacakannya itu mengingatkan dan mencela mereka sebagaimana yang difirmankan-Nya:

Katakanlah: “(Jika kalian mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurāt), bawalah Taurāt itu, lalu bacalah dia jika kalian orang-orang yang benar.” (Āli ‘Imrān: 93)

Di antara bukti yang menunjukkan bahwa para ahli kitab mengetahui kebenaran yang telah disampaikan oleh Rasūlullāh s.a.w. ialah adanya tantangan dari Allah s.w.t. kepada mereka melalui firman-Nya:

Katakanlah: “Jika kalian (menganggap bahwa) kampung akhirat (surga) itu khusus untuk kalian di sisi Allah, bukan untuk orang lain maka inginilah kematian (kalian) jika kalian memang benar.” (Al-Baqarah: 94)

Kemudian dalam ayat yang lain Allah s.w.t. memastikan tentang ketidakmauan mereka untuk mati, yaitu melalui firman-Nya:

Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri).” (Al-Baqarah: 95)

Ternyata, tidak pernah terdengar bahwa ada seseorang di antara mereka yang mengharapkan hal tersebut (kematian) sekalipun hanya melalui mulut saja tanpa dilaksanakan. Sekalipun demikian, mereka adalah orang-orang yang paling sengit mendustakan Rasūlullāh s.a.w. Sebagai contoh ialah seperti yang telah dilakukan oleh penduduk Najrān tatkala Rasūlullāh s.a.w. mengajak mereka untuk ber-mubāhalah dan mereka menolak. Hal ini telah kami kemukakan dalam pembahasan mengenai utusan dari Najrān.

Di antara hal-hal yang menunjukkan bahwa al-Qur’ān itu bukanlah perkataan manusia ialah adanya rasa takut yang menyusup di hati para pendengarnya dan pengaruh yang menguasai mereka sewaktu al-Qur’ān dibacakan. Hal ini tidak lain disebabkan oleh kekuatan yang terkandung di dalam al-Qur’ān dan wibawanya yang anggun membuat mereka merasa berat untuk mendengarkannya. Semakin dibacakan, semakin bertambah pula antipati mereka terhadapnya. Oleh sebab itu, benarlah apa yang dikatakan oleh Rasūlullāh s.a.w. yaitu:

Sesungguhnya al-Qur’ān itu sulit dan menyulitkan bagi orang yang membencinya; al-Qur’ān adalah hakim yang adil.

Bagi mu’min, keagungan dan pengaruh al-Qur’ān sewaktu ia membacanya justru makin menambahnya senang dan kepercayaannya makin menebal terhadapnya, sebagaimana yang telah diungkapkan oleh firman-Nya.

Allah s.w.t. berfirman:

Gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabb-nya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka pada waktu mengingat Allah.” (Az-Zumar: 23)

Dalam ayat lain, Allah s.w.t. berfirman:

Kalau sekiranya Kami menurunkan al-Qur’ān ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan oleh takut kepada Allah.” (Al-Ḥasyr: 21)

Di antara segi-segi mu‘jizat al-Qur’ān ialah karena ia merupakan tanda (mu‘jizat) yang bersifat abadi dan tidak akan lenyap sepanjang dunia masih ada. Di samping itu, Allah s.w.t. telah menjamin pemeliharaan keutuhannya sebagaimana yang telah diungkapkan melalui firman-Nya:

Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan al-Qur’ān dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (Al-Ḥijr: 9)

Di dalam ayat yang lain, Allah s.w.t. berfirman pula:

Yang tidak datang kepadanya (al-Qur’ān) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakangnya.” (Fushshilat: 42)

Seluruh mu‘jizat para Nabi tidak ada satu pun yang tersisa selain beritanya saja, tetapi mu‘jizat al-Qur’ān sampai sekarang masih tetap ada. Ia merupakan ḥujjah yang dapat mengalahkan semua ḥujjah, dan ia adalah penantang tanpa lawan. Zaman itu penuh dengan ‘ilmu bayān, pemangku ‘ilmu bahasa dan imām ‘ilmu balāghah, serta jago bicara dan cendekiawan. Sebagian besar dari mereka tidak percaya dan ingkar terhadap syarī‘at al-Qur’ān. Sekalipun demikian, ternyata tidak ada seorang pun dari kalangan mereka yang mampu mendatangkan sesuatu yang berarti untuk menantang al-Qur’ān, dan mereka sama sekali tidak mampu membuat dua kalimat yang serupa dengannya. Bahkan setiap orang yang berani mencoba-coba menentang al-Qur’ān dengan mengerahkan segala kemampuannya, pada akhirnya mundur dengan perasaan patah karena tidak mampu menyainginya.

Alangkah baiknya bilamana bab ini kami akhiri dengan menyebutkan hadits Rasūlullāh s.a.w. mengenai al-Qur’ān.

Sesungguhnya Allah s.w.t. menurunkan al-Qur’ān dalam bentuk perintah dan larangan, menceritakan tentang sunnah-sunnah terdahulu, dan perumpamaan-perumpamaan (yang dibuat oleh-Nya). Di dalamnya terkandung berita mengenai kalian dan cerita tentang umat-umat sebelum kalian, berita tentang apa yang akan terjadi sesudah kalian, dan hukum mengenai apa yang ada di antara kalian. Al-Qur’ān tidak membosankan sekalipun banyak yang diulang-ulang, dan keajaibannya tidak pernah habis. Al-Qur’ān adalah perkara yang benar dan bukan main-main. Barang siapa mengatakannya, berarti ia benar; barang siapa memutuskan hukum dengan memakainya, berarti ia adil; barang siapa bersengketa dengan menggunakannya, berarti ia berlaku adil; barang siapa meng‘amalkannya, ia akan mendapat pahala; barang siapa berpegang kepadanya, niscaya mendapat petunjuk jalan yang lurus; barang siapa mencari petunjuk kepada selain al-Qur’ān, niscaya Allah akan menyesatkannya; dan barang siapa membuat hukum dengan selainnya, niscaya ia dipatahkan oleh Allah. Al-Qur’ān tidak bengkok yang membutuhkan pelurusan, dan ia tidak menyimpang sehingga membuatnya tercela.” (1461)

 

Mu‘jizat-Mu‘jizat Rasūlullāh s.a.w. Selain al-Qur’ān

1. Rembulan Terbelah

Di antara mu‘jizat Rasūlullāh s.a.w. yang lain ialah terbelahnya rembulan. Hal ini telah disebutkan oleh hadits secara rinci.

2. Air Memancar dari Sela-Sela Jari Beliau s.a.w.

Selain itu memancarnya air dari sela-sela Jari Rasūlullāh s.a.w. sehingga air makin bertambah banyak berkat mu‘jizatnya. (1472) Hal ini diriwayatkan oleh sebagian besar shahabat seperti Anas bin Mālik, Jābir, ‘Abdullāh bin Mas‘ūd.

Shahabat Anas r.a. menceritakan: “Aku pernah melihat Rasūlullāh s.a.w. ketika itu shalat ‘Ashar telah tiba. Para shahabat mencari air untuk berwudhū’, tetapi tidak menemukannya. Lalu didatangkanlah untuk Nabi s.a.w. air wudhū’ dan beliau meletakkan tangannya ke dalam wadah tersebut. Setelah itu, Rasūlullāh s.a.w. memerintahkan orang-orang untuk berwudhū’ dari wadah itu.” Anas r.a. melanjutkan: “Aku melihat air keluar dari sela-sela jari Rasūlullāh s.a.w. Kemudian orang-orang berwudhū’ dari wadah itu, setelah itu Rasūlullāh s.a.w. bertanya: “Berapa orang jumlah kalian?” Ada yang mengatakan sekitar 300 orang.”

Shahabat ‘Abdullāh bin Mas‘ūd r.a. menceritakan: “Kami sedang bersama Nabi s.a.w. yang pada waktu itu kami tidak membawa air. Nabi s.a.w. berkata: “Carikanlah air oleh kalian dari orang-orang yang mempunyai kelebihan air”. Lalu ada seseorang yang membawa sedikit air. Nabi s.a.w. menuangkan air tersebut ke dalam sebuah wadah, kemudian meletakkan telapak tangannya ke dalam wadah tersebut. Kala itu seolah-olah air memancar dari sela-sela jari beliau.

Shahabat Jābir menceritakan: “Pada peristiwa Ḥudaibiyah orang-orang kehausan sementara di tangan Rasūlullāh s.a.w. terdapat wadah yang berisi sedikit air. Lalu Nabi s.a.w. berwudhū’. Ketika itu orang-orang berdatangan kepada beliau seraya mengatakan bahwa mereka tidak mempunyai air kecuali yang ada di dalam wadah yang sedang dipakainya. Rasūlullāh s.a.w. meletakkan tangannya ke dalam wadah tersebut. Saat itu air seolah-olah menyembur dari sela-sela jari beliau bagaikan mata air.” Ada yang bertanya: “Berapakah jumlah kalian saat itu?” Ia (Jābir) menjawab: “Seandainya kami berjumlah seratus ribu orang, niscaya air itu cukup bagi kami. Jumlah kami saat itu seribu lima ratus orang.” (1483)

Kisah seperti hadits-hadits di atas telah diriwayatkan oleh banyak shahabat. Hal-hal seperti itu, yang terjadi di tempat-tempat yang disaksikan banyak orang, merupakan hal yang tidak diragukan lagi kebenarannya oleh perawi. Sebab, para perawi itu adalah orang-orang yang paling selektif dalam mengemukakan hadits-hadits, dan mereka adalah orang-orang yang tidak akan tinggal diam bilamana melihat suatu yang bāthil. Sementara sebagian besar shahabat telah menyaksikan sendiri kejadian-kejadian tersebut dan mengalaminya sehingga tidak ada seorang pun dari para perawi yang mengingkari apa yang telah diceritakan oleh para shahabat. Karena para shahabat sendiri yang menjadi pelaku dan saksi dalam peristiwa-peristiwa tersebut maka kedudukannya sama dengan hadits yang telah disepakati oleh para shahabat semua.

Mu‘jizat lainnya yang serupa dengan ini adalah memancarnya mata air berkat doa dan sentuhan tangan beliau s.a.w., seperti yang diceritakan oleh shahabat Mu‘ādz.

Shahabat Mu‘ādz bin Jabal r.a. menceritakan bahwa sewaktu para shahabat berada dalam perang Tabūk, mereka menemukan mata air yang airnya tinggal sedikit sekali. Mereka menciduk airnya dengan tangan, lalu mengumpulkannya dalam suatu wadah. Kemudian Rasūlullāh s.a.w. membasuh muka dan kedua tangannya dengan air itu, lalu air bekas basuhannya itu dikembalikan ke dalam mata air. Pada sat itu juga mata air itu menjadi banyak kembali airnya sehingga semua orang dapat minum daripadanya. (1494) Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Isḥāq disebutkan bahwa pada saat itu terdengar dari mata air suara seperti guntur. Kemudian Rasūlullāh s.a.w. berkata kepada Mu‘ādz: “Hai Mu‘ādz, bilamana umurmu panjang, niscaya engkau akan melihat banyak kebun di sekitar sini.

Kisah mengenai kejadian di atas telah kami kemukakan dalam pasal yang membahas Perang Tabūk.

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan melalui al-Barrā’ dan Salamah bin Akwā’ disebutkan pula mengenai mata air di Ḥudaibiyah yang menjadi banyak airnya berkat doa Rasūlullāh s.a.w.

Abū Qatādah meriwayatkan: “Dalam suatu perjalanan, para shahabat mengadu kepada Rasūlullāh s.a.w. tentang rasa haus yang mencekik tenggorokan mereka. Rasūlullāh s.a.w. memerintahkan supaya didatangkan sebuah wadah untuk berwudhu kepadanya, lalu wadah itu didekapnya, kemudian beliau meletakkan mulutnya ke pinggiran wadah itu. Hanya Allah-lah Yang Maha Tahu, apakah beliau meniup wadah tersebut atau tidak. Setelah itu, orang-orang minum dari wadah itu sehingga segar kembali, dan mereka memenuhi setiap wadah air yang mereka bawa. Anehnya, kulihat wadah itu masih berisi air seperti semula sewaktu diambilnya dariku. Pada saat itu jumlah shahabat ada tujuh puluh orang.” (1506[/efn_note])

Masih banyak lagi kisah serupa yang terjadi di berbagai tempat, semuanya telah diriwayatkan oleh banyak shahabat sehingga tidak diragukan lagi kebenarannya, terlebih lagi diperkuat oleh para perawinya yang dapat dipercaya.

Catatan:

  1. 146). HR. Tirmidzī: 2906, di-dha‘īf-kan oleh al-Albānī dalam al-Misykāt (2138).
  2. 147). HR. al-Bukhārī (3572) dan Muslim (2279).
  3. 148). HR al-Bukhārī (3576) dan Muslim (2279).
  4. 149). HR Muslim (2279), dan Mālik dalam al-Muwattha’ (1/143, 144)
  5. 5150). HR. Muslim (2279).
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.