Hati Senang

Mu’jizat-Mu’jizat Rasulullah S.A.W. – Nurul Yaqin 1

NŪR-UL-YAQĪN   Judul Asli: Nūr-ul-Yaqīn fī Sīrati Sayyid-il-Mursalīn Penulis: Muhammad al-Khudhari Bek   Alih Bahasa: Muhammad Faisal Fadhil Penerbit: UMMUL QURA   (Diketik oleh: Zulfa)

Mu‘jizat-Mu‘jizat Rasūlullāh

 

Apabila seseorang memperhatikan pembahasan yang telah kami paparkan di awal, yaitu sehubungan dengan perjalanan hidup Rasūlullāh s.a.w. yang mulia ini, jejak-jejaknya yang terpuji, keunggulan ‘ilmunya, kecemerlangan akalnya, sifat penyantunnya, semua sifat kemanusiaannya, semua akhlāq-akhlāqnya, dan kebenaran ucapan, niscaya tidak diragukan lagi keabsahan kenabiannya dan kebenaran dakwahnya. Hal ini telah cukup disaksikan oleh seseorang yang tidak diragukan keislaman dan keimanannya seperti ‘Abdullāh bin Salām r.a. Ia menceritakan: “Ketika Nabi s.a.w. datang ke Madīnah, aku datang kepadanya untuk melihat keadaan yang sebenarnya. Ketika kulihat wajahnya, tampak jelas bagiku bahwa itu bukanlah wajah orang yang suka berdusta.”

Imām Muslim meriwayatkan pula bahwa tatkala Dhimād datang menghadap Rasūlullāh s.a.w. sebagai utusan dari kaumnya, Rasūlullāh s.a.w. bersabda:

Sesungguhnya segala puji bagi Allah. Kami memuji dan meminta pertolongan hanya kepada-Nya. Barang siapa telah diberi petunjuk oleh Allah, niscaya tiada seorang pun yang dapat menyesatkannya. Barang siapa yang telah disesatkan-Nya, niscaya tiada seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya. Aku bersaksi Muḥammad adalah hamba dan Rasūl-Nya.

Pada saat itu juga Dhimād berkata kepada beliau: “Ulangi lagi perkataanmu tadi. Sungguh, kalimat-kalimat itu telah mencapai perbendaharaan kata yang sangat luas. Berikanlah tanganmu, aku akan berbaiat kepadamu.”

Ketika Raja Oman mendengar bahwa Rasūlullāh s.a.w. telah menyeru dirinya untuk masuk Islam, ia berkata: “Demi Allah, aku telah diberitahu tentang Nabi yang ummī ini bahwa tak pernah ia memerintahkan kepada kebaikan kecuali ia orang yang pertama melaksanakannya. Tak pernah ia melarang sesuatu kecuali ia orang pertama yang meninggalkannya. Apabila menang, ia tidak sombong; dan apabila kalah tidak sedih. Ia selalu memenuhi janjinya dan selalu melaksanakan apa yang telah dijanjikannya. Aku bersaksi bahwa ia adalah Nabi.”

Ibnu Rawāḥah berkata dalam syairnya:

Andai pada diri nabi tidak terdapat tanda-tanda yang jelas
Sungguh penampilannya akan memberikan kesan kepadamu

Mu‘jizat-Mu‘jizat Nabi s.a.w.

Terlebih lagi Allah s.w.t. telah menampakkan banyak mu‘jizat di tangannya sebagai pembenar atas dakwahnya. Beliau s.a.w. adalah Nabi yang paling banyak mu‘jizatnya dan paling jelas bukti-buktinya. Dalam pasal ini, akan kami sebutkan mu‘jizat-mu‘jizat Nabi s.a.w. yang dapat membuat hati pembaca puas serta menambah keyakinan. Yakni mu‘jizat-mu‘jizat yang telah diriwayatkan oleh para shahabat dan ditetapkan oleh para ahli hadits di dalam kitab-kitab shaḥīḥ mereka. Berikut ini kami mulai dengan mengetengahkan mu‘jizat yang paling terkenal dan paling jelas keterangannya, yaitu mu‘jizat al-Qur’ān.

1. al-Qur’ān

Perlu diketahui bahwa Kitābullāh itu mengandung cukup banyak mu‘jizat, yang dapat disimpulkan menjadi empat kategori seperti berikut ini:

Pertama, (1451) al-Qur’ān memiliki metode yang baik, kalimat-kalimatnya membentuk perpaduan yang serasi, dan kefasihan bahasa serta keringkasan ibaratnya dan kefasihannya benar-benar berbeda dengan kebiasaan yang berlaku di kalangan orang ‘Arab. Karena mereka adalah orang-orang yang ahli dalam bidang ini dan sebagai ahli berbicara. Mereka memiliki keahlian dalam penyampaian dengan kata-kata dan menguntai kata-kata bijak yang tidak dimiliki oleh bangsa-bangsa yang lain. Mereka dianugerahi kefasihan lisan yang tidak dimiliki oleh orang lain, dan ketajaman pidato mereka dapat memikat hati pendengarnya. Hal ini telah dijadikan oleh Allah s.w.t. di dalam diri mereka sebagai pembawaan diri dan watak yang sudah menyatu secara alami.

Di dalam diri mereka, hal ini telah terbentuk secara naluriah lagi sangat kuat pengaruhnya. Mereka dengan mudah dapat menciptakan ungkapan yang menakjubkan, dan ungkapan itu mereka pakai di dalam setiap kebutuhan. Mereka dapat berpidato secara naluriah dalam berbagai kesempatan dan keadaan yang genting. Mereka dapat mengumandangkan keahlian dalam bersyair sewaktu mereka sedang berperang. Melalui keahliannya ini mereka dapat mendiskreditkan seseorang, meminta perantara, mengangkat atau merendahkan seseorang. Mereka mampu mendatangkan ungkapan yang sangat memukau yang pengaruhnya bagaikan sihir.

Ungkapan-ungkapan mereka lebih indah daripada untaian mutiara, dan dapat membuat hati terpesona karenanya, semua hambatan dan kesusahan dapat dimudahkan, dan semua malapetaka serta ujian dapat disingkirkan. Melalui keahlian mereka dalam mengolah kata, mereka dapat menjadi pemberani, orang yang mempunyai kekurangan menjadi tampak sempurna, dan orang yang terkenal menjadi tidak terkenal. Di antara mereka ada yang dibesarkan di tengah badui (perkampungan) yang memiliki ciri khas yang perbendaharaan kata yang luas, kalimat yang tegas, gaya bahasanya anggun, memiliki bakat yang cemerlang dan kecenderungan yang kuat dalam bidang ini. Di antara mereka ada yang dibesarkan di lingkungan ḥadhar (perkotaan) yang memiliki ciri khas berupa kelihaian dalam mengolah kata, mempunyai ungkapan yang mudah dicerna, dan pandai dalam menguntai kata-kata yang tidak dipaksakan, tetapi sangat indah dan lembut didengar.

Dalam kedua hal tersebut mereka mempunyai ḥujjah yang tegas dan kekuatan yang dapat mematahkan, serta pengaruh yang sangat dominan dalam mematahkan ḥujjah dan menggerakkan potensi. Mereka telah berhasil mencakup semua jenisnya, menguasai semua sumbernya, memasuki semua pintunya, dan mereka mengungkapkan semua peristiwa yang besar dan yang kecil sebagaimana mereka mengungkapkan hal-hal yang jelek. Mereka pun pandai dalam merangkai kata-kata dalam hal yang sedikit atau yang banyak sebagaimana mereka pun ahli dalam merangkai kata-kata berupa syair maupun perkataan biasa. Mereka sama sekali tidak takut selain terhadap Rasūlullāh s.a.w. bersama Kitābullāh “Yang tiada mengandung kebatilan, baik dari hadapan maupun dari belakangnya, dan ia diturunkan oleh Yang Maha Kuasa lagi Maha Terpuji.” (Fushshilat: 42)

Ayat-ayatnya disusun secara rapi, kalimat-kalimatnya sangat jelas, tata bahasanya memukau semua akal, dan kefasihan bahasanya melampaui semua kata-kata. Keringkasan bahasanya dan kemu‘jizatannya telah terpadu di dalamnya, dan hakikat serta majaznya tampak menonjol di dalamnya, permulaan-permulaannya sangat langka keindahannya, keumuman dan keindahannya mencakup semua kejelasan. Kepadatannya seimbang dengan keindahan susunan kalimatnya serta lafalnya yang pilihan itu sangat sesuai dengan faedahnya yang banyak.

Padahal mereka (orang-orang ‘Arab) paling fasih dalam hal bahasa. Mereka paling terkenal ahli pidato. Mereka paling luas perbendaharaan syair serta sajak. Mereka sangat pandai dalam merangkai kata-kata yang beristilah. Dengan bahasa mereka yang setiap hari mereka gunakan, al-Qur’ān menantang mereka beserta seluruh pembesar mereka, sejak dua puluh tahun lebih:

Atau (patutkah) mereka mengatakan: “Muḥammad membuat-buatnya. Katakanlah: “(Kalau benar yang kamu katakan itu) maka cobalah datangkan sebuah surat seumpamanya dan panggilah siapa-siapa yang dapat kamu panggil (untuk membuatnya) selain Allah, jika kamu orang yang benar.” (Yūnus: 38)

Juga firman-Nya:

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’ān yang Kami wahyukan kepada hamba Kami Muḥammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’ān itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (Al-Baqarah: 23)

Juga firman-Nya:

Katakanlah: “Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa al-Qur’ān ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain”.” (Al-Isrā’: 88)

Juga firman-Nya:

Katakanlah: “(Kalau demikian maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar”.” (Hūd: 13)

Al-Qur’ān masih tetap mengingatkan mereka dengan peringatan yang keras, mencela dengan celaan yang keras, membodoh-bodohkan orang-orang bijak mereka, merendahkan orang pandai mereka, memorak-porandakan tatanan mereka, mencela tuhan-tuhan dan nenek moyang mereka, dan menghalalkan tanah serta rumah-rumah dan harta benda milik mereka, padahal mereka dalam semuanya itu tidak berdaya melawannya dan tidak mampu mendatangkan hal yang semisal dengannya (al-Qur’ān).

Akhirnya, mereka menipu diri mereka sendiri melalui pengacauan, pendustaan, dan membangga-banggakan diri mereka sendiri sebagai konsekuensi ketidakmampuan mereka, atau melalui perkataan mereka seperti berikut ini: “Al-Qur’ān itu tiada lain hanyalah sihir yang dibuat-buat.” (Al-Qamar: 2). “Kedustaan yang dibuat-buat,” (Al-Furqān: 4). “Dongeng-dongeng orang-orang yang terdahulu.” (Al-An‘ām: 25).

Mereka rela dengan kerendahan diri mereka sebagaimana yang telah diungkapkan oleh firman-Nya:

Mereka berkata: “Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami kepadanya dan telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada dinding”.” (Fushshilat: 5)

Allah s.w.t. juga berfirman yang menceritakan perkataan mereka:

Dan orang-orang yang kafir berkata: “Janganlah kamu mendengar dengan sungguh-sungguh akan al-Qur’ān ini dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya, supaya kamu dapat mengalahkan mereka”.” (Fushshilat: 26)

Mereka hanya mengaku-ngaku saja, padahal kenyataannya mereka sama sekali tidak mampu menandinginya sebagaimana yang telah diceritakan dalam firman-Nya: “Kalau kami menghendaki niscaya kami dapat membacakan yang seperti ini.” (Al-Anfāl: 31). Kemudian Allah s.w.t. menyanggah perkataan mereka itu melalui firman-Nya: “Dan pasti kamu tidak akan dapat membuat (nya).” (Al-Baqarah: 24). Mereka tidak akan dapat berbuat apa-apa dan tidak akan mampu. Orang bodoh dari kalangan mereka yang berani melakukan itu dari kalangan mereka adalah Musailamah al-Kadzdzāb. Aibnya malah terbuka bagi semua orang.

Allah s.w.t. telah mencabut kefasihan mereka, jika tidak niscaya orang-orang yang ahli dari kalangan mereka tidak akan menilai bahwa al-Qur’ān itu bukan termasuk jenis kefasihan mereka dan bukan tata bahasa mereka. Bahkan, mereka akan melarikan diri daripadanya, tetapi pada kenyataannya mereka mau mendatanginya dalam keadaan tunduk apabila memikirkan firman Allah s.w.t.: “Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertaqwā.” (Al-Baqarah: 179)

Juga Firman-Nya:

Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia.” (Fushshilat: 34)

Juga Firman-Nya:

Dan difirmankan: “Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah”,” dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas Bukit Judi dan dikatakan: “Binasalah orang-orang yang zhālim.” (Hūd: 44)

Juga Firman-Nya:

Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya. Maka, di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.” (Al-‘Ankabūt: 40)

Dan ayat-ayat lainnya yang serupa.

Bahkan, sebagian besar dari al-Qur’ān, niscaya akan dapat membuktikan apa yang telah kami jelaskan tadi, yaitu berkenaan dengan keringkasan lafal al-Qur’ān, kepadatan ma‘nanya, keindahan susunan huruf serta keserasiannya. Sesungguhnya di balik setiap lafalnya terkandung pengertian yang cukup panjang sehingga berpasal-pasal dan menjadi berbagai macam disiplin ‘ilmu yang kini telah memenuhi kitab-kitab sebagai kesimpulan dari apa yang dikandungnya.

Kemudian penyajian al-Qur’ān tentang kisah-kisah yang panjang mengenai berita kaum-kaum zaman dahulu kala, yang biasanya orang-orang fasih mereka tidak mampu melakukannya merupakan bukti bagi orang yang memperhatikannya, yaitu mengenai hubungan antara suatu jumlah kalimat yang lain, keterpaduan penyajiannya, dan kejelasan aspek-aspeknya, seperti kisah tentang Nabi Yūsuf yang panjang itu. Kemudian apabila kisahnya berulang-ulang, ternyata ungkapan yang dipakainya berbeda-beda dan keserasian ungkapannya begitu memukau. Jiwa seseorang tidak akan bosan sekalipun diulang-ulang dan tidak akan merasa antipasti terhadapnya, justru hal itu semakin membuatnya tertarik.

Kedua: Mu‘jizat al-Qur’ān menyangkut gambaran susunan dan gaya bahasanya yang menakjubkan, yang berbeda dengan uslub-uslub yang biasa berlaku dalam gaya bahasa bangsa ‘Arab, serta berbeda pula dari nazham (syair) dan natsr (prosa) yang berlaku di kalangan mereka. Semua yang dikemukakan dalam al-Qur’ān berbeda, dan baik sebelumnya ataupun sesudahnya tidak pernah dijumpai hal serupa dengannya, serta tidak ada seorang pun yang mampu membuat sesuatu yang serupa dengannya. Bahkan al-Qur’ān membuat mereka menjadi bingung dan kemampuan mereka melemah di hadapannya. Mereka tidak menemukan jalan untuk membuat hal yang setara dengannya dari kalām mereka. Hal seperti al-Qur’ān tidak mereka jumpai dalam natsr, nazhm, dan sajak mereka. Mu‘jizat al-Qur’ān baik ditinjau dari segi keringkasan ungkapannya, balāghah, atau dari ungkapannya yang menakjubkan, setiap aspek itu mereka tidak mampu menandinginya karena semua itu berada di luar jangkauan kemampuan mereka dan berbeda dengan kefasihan bicara mereka.

Catatan:

  1. 145). Lihat, Asy-Syifā’ (1/238)
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.