(lanjutan)
6. Manusia adalah pelaku pengelolaan alam semesta yang menentukan kelestarian kehidupan. Segala tindakannya akan diminta pertanggungjawaban, baik di dunia maupun di akhirat.
Manusia sebagai salah satu jenis dari makhluk yang ada dan sebagai bagian dari alam ini berada pada barisan terdepan dari semua yang berstatus muhtaram. Dalam al-Qur’an disebutkan bahwa manusia diberi keutamaan (kelebihan) dari makh-luk-makhluk lainnya. 1 Ketentuan ini meletakkan asas al-karamat al-insyaniyah atau kehormatan insani yang memberikan suatu martabat yang tinggi kepada manusia, yakni martabat kemanusiaan.
Martabat manusia dengan demikian berbeda dengan status makhluk-makhluk lainnya, yang tadi disebut muhtaram. Status manusia yang demikian ini, dalam ilmu fiqh, disebut ma’shum, 2 Artinya, bukan saja hak kepriadaannya yang harus dilindungi, tetapi juga kelima kemaslahatan dasar lainnya berada dalam satu ‘ishmah (perlindungan hukum). Kelima kemaslahatan dasar yang menimbulkan hak-hak mutlak (asasi) bagi manusia adalah:
a. Hifdh al-Nafs (hak untuk hidup). Artinya, siapa pun termasuk dirinya dengan alasan apa pun terlarang menghilangkan nyawa seseorang, menganiayanya dan/atau menodai kehormatannya. Dengan kata lain, jiwanya, raganya dan kehormatan/nama baiknya harus dilindungi.
b. Hifdh al-‘Aql (hak berpikir sehat). Siapa pun termasuk dirinya dengan alasan apa pun terlarang membekukan pikiran seseorang, misalnya dengan jalan mabok dan sebagainya. Ini artinya hak berekspresi, berpendapat, dan berbicara harus dilindungi. Setiap orang memiliki hak kebebasan intelektual.
c. Hifdh al-Mal (hak untuk memiliki). Artinya, siapa pun dan dengan alasan apa pun terlarang merampas harta milik seseorang, atau mencurinya, dan semacamnya. Hak memperoleh kekayaan (properti) setiap orang harus dilindungi.
d. Hifdh al-Nasb (hak berketurunan). Siapa pun termasuk dirinya dengan alasan apa pun terlarang menodai nasab-keturunan seseorang.
Hak reproduksi dan berketurunan setiap orang harus dilindungi.
e. Hifdh al-Din (hak menganut keyakinan yang diimaninya). Siapapun terlarang mengagahi meninggalkan agama/keyakinan yang dipeluknya. Setiap orang berhak untuk menganut suatu keyakinan dan agama sesuai dengan pilihannya dan harus konsisten dengan keyakinan tersebut. Ini dapat diartikan bahwa setiap orang memiliki hak untuk beragama dan berkeyakinan dan harus dilindungi.
Apa pun alasannya, hak-hak di atas perlu mendapat pertimbangan utama bagi manusia. Hak-hak yang luhur di atas juga diimbangi de-ngan tugas luhur sesuai dengan martabatnya-yang diamanatkan oleh Allah SWT kepada manu-sia. 3 Dalam ilmu fiqh, amanat itu dirumuskan dengan istilah taklif, dan manusia yang menyandang kehormatan itu disebut mukallaf. Dengan perlengkapan jasmaniyah dan ruhaniyah (fisik dan men-tal), pada tingkat kematangan tertentu (bulugh), taklifitu akan melekat secara otomatis kepada diri manusia.
Dalam kaitan dengan taklif yang melekat pada setiap manusia yang baligh (dewasa), manusia juga oleh Allah SWT dilengkapi dengan daya pilih (ikhtiyar) dan daya upaya (kasb). Daya-daya inilah yang menjadi pembangkit dinamika setiap laku dan perbuatan manusia. Daya-daya ini pula yang merupakan pangkal penilaian jasa (jaza’) bagi setiap laku dan perbuatan manusia.
Dengan perlengkapan yang ada, seperti digambarkan di atas, manusia memperoleh kemampuan (istitha’ah) untuk melakukan perubahan-perubahan (taghyir) baik atas dirinya maupun atas lingkungannya. Perubahan-perubahan yang dilakukan manusia, dalam ilmu fiqh, dikenal dengan rumus al-akhdzu bi al-asbab, seperti berobat untuk mengelakkan penyakit, belajar untuk menghilangkan ketidaktahuan, dan seterusnya. Semua itu menjadi pangkal dari adanya pembaruan dan kemajuan dalam peradaban umat manusia.
Sasaran taklif berkisar pada tiga pokok persoalan, yakni:
a. Pengenalan Yang Benar, membuahkan pengabdian (‘ibadah) yang tulus kepada Yang Maha Pencipta (al-Khaliq SWT).
b. Pemeliharaan dan pengembangan diri dalam perilaku dan perangai yang benar, adil, penuh kasih sayang, dan kecermatan dalam bekerja.
c. Pemeliharaan hubungan baik, damai, dan rukun dengan lingkungan hidupnya.
Dari uraian-uraian ini terlihat bahwa manusia mempunyai martabat yang sangat mulia disertai dengan jaminan-jaminan perlindungan hukum yang berimbang dengan taklif/penugasannya. Semuanya itu ditujukan untuk meningkatkan dan menyempurnakan diri dan nilai hidup manusia. Ini menjadikan manusia menempati kedudukan yang luhur, yang membedakan dengan makhluk-makhluk lainnya dan fungsional terhadap kelangsungan hidup alam ini (terjaminnya ekosistem yang seharusnya). Jika dicermati mendalam, maka inilah inti makna yang sebenarnya dari kekhalifahan manusia di muka bumi (khalifah fi al-ardl).
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي ءَادَمَ وَحَمَلْتَهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْتَهُم مِّنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْتَهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلًا )
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.”