(lanjutan)
… hilangnya keragaman genetik dalam jumlah besar dalam tanah pertanian. Konsekuensinya adalah berhekar-hektar monokultur tanaman pangan tunggal menjadi hancur oleh hanya satu hama tunggal. Obsesi pada pertumbuhan ekonomi dan sistem nilai yang mendasarinya telah menciptakan suatu lingkungan fisik dan mental dimana kehidupan telah menjadi sangat tidak sehat. Barangkali aspek yang paling tragis dari dilema sosial ini adalah kenyataan bahwa bahaya kesehatan yang diciptakannya oleh sistem ekonomi disebabkan tidak hanya oleh proses produksi tetapi juga oleh konsumsi berbagai barang yang dihasikan dan diiklankan untuk menopang ekspansi.
Untuk meningkatkan pasar yang lesu, para pengusaha harus menghasilkan barang-barang yang lebih murah. Suatu cara untuk melakukannya adalah dengan menurunkan kualitas produksinya. 1 Untuk memuaskan konsumen, kendati produk itu berkualitas rendah, produsen menghabiskan uang dalam jumlah besar untuk membentuk opini melalui periklanan. Praktek ini integral dari perekonomian masa kini.
Para pengusaha menghabiskan jumlah uang yang luar biasa besar pada periklanan untuk menjaga pola konsumsi yang kompetitif. Banyak di antara barang-barang yang dikonsumsi tersebut sebenarnya tidak perlu, boros, dan sering kali berbahaya. Harga yang harus kita bayar untuk kebiasaan budaya yang berlebihan ini merupakan degradasi kualitas kehidupan nyata (udara yang kita hirup, makanan yang kita makan, lingkungan yang kita tinggali, dan hubungan sosial yang membentuk susunan kehidupan kita).
Persoalan lain adalah ketergantungan ekonomi pada sumber daya dan energi yang berlebihan ini tercermin dalam kenyatan bahwa ekonomi lebih bersifat padat modal dari pada padat karya. Modal merupakan suatu potensi kerja yang digali dari eksploitasi sumber daya alam. Ketika sumber daya alam berkurang, modal itu sendiri menjadi sumber daya yang sangat langka. Meskipun demikian, karena adanya produktifitas yang sempit maka terdapat suatu tendensi yang kuat untuk menggantikan tenaga kerja dengan modal. Komunitas bisnis melakukan lobby tak henti-hentinya untuk kredit dan penanaman modal, yang banyak di antaranya mengurangi lapangan pekerjaan melalui otomatisasi dengan menggunakan teknologi yang sangat kompleks. 2
Ekonomi kapitalisme yang kini menjadi model pembangunan ekonomi tunggal di dunia ini dicurahkan untuk pertumbuhan industri dan teknologi keras dengan pengendalian yang semakin terpusat dan birokratis oleh perusahaan-perusahaan transnasional. Untuk mengejar pertumbuhan mereka memanfaatkan teknologi yang berisiko tinggi dengan biaya-biaya sosial dan ekologis yang besar. Para pelaku bisnis tampaknya tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam, tetapi juga mengeksploitasi masyarakat. Akibat pertumbuhan yang parah adalah menipisnya berbagai sumber daya alam planet kita. 3
Krisis lingkungan hidup sekarang ini juga disebabkan oleh peningkatan penduduk negara dunia ketiga. Tetapi itu bukan sesuatu yang terjadi secara kebetulan. Selama masa kolonial di waktu lampau negara-negera penduduk dunia ketiga tidak mengalami peningkatan standar hidup, karena kekayaan alamnya dialihkan ke negara maju untuk membantu negara kolonial tersebut mencapai pertumbuhan. Proses ini tampaknya masih berlanjut hingga kini. Setelah Perang Dunia II usai, negara-negara Industri maju yang dipelopori oleh Amerika Serikat, mempromosikan suatu model pembangunan ekonomi yang menjanjikan kemakmuran dan kesejahteraan. Menjanjikan suatu peningkatan yang substantial dari standar hidup melalui suatu peningkatan kegiatan industri. 4
Tetapi kenyataannya tidak berjalan seperti apa yang dijanjikan oleh para penjual ide pembangunan itu. Setelah mengikuti model pembangunan yang ditawarkan itu berjalan sekian lama, negara dunia ketiga, dengan beberapa pengecualian, tetap berada dalam kondisi semula, bahkan ada yang lebih buruk keadannya. Hasil dari apa yang disebut sebagai bantuan pembangunan ekonomi adalah terjadi perbedaan kekayaan yang sangat menyolok antara negara-negara industri kaya dengan negara-negara dunia ketiga yang miskin. Seperlima dari negara-negara terkaya menguasai 84.7 persen dari gabungan GNP dunia; warganya menguasai 84.2 persen seluruh perdagangan dunia dan menguasai 85.5 persen dari tabungan-tabungan uang dalam negeri.
Sejak tahun 1960 jurang antara yang paling kaya dan yang paling miskin dari seperlima bangsa-bangsa telah menjadi dua kali lipat. 5 Tampaknya setelah berakhirnya masa kolonialisasi, eksploitasi terhadap negara-negara Ketiga berlanjut terus, untuk meningkatkan kemakmuran pihak penjajah (negara maju) dan menghalangi penduduk negara dunia ketiga yang miskin dan terbelakang mencapai standar hidup yang kondusif.
Dengan demikian krisis populasi dunia juga merupakan suatu pengaruh eksploitasi internasional. 6 Suatu aspek kependudukan yang penting adalah biaya untuk membawa standar hidup di negara-negara miskin ke taraf yang lebih memadai sangatlah kecil. Masalahnya adalah bahwa kekayaan dunia tidak terdistribusikan secara merata, bahkan sebagian besar di antaranya terbuang sia-sia. Di Amersika Serikat, saat ini konsumsi dan pemborosan yang berlebihan telah menjadi pandangan hidup, 5 persen dari penduduk dunia kini mengkonsumsi sepertiga dari sumber daya yang dimilikinya, dengan konsumsi energi perkapita kira-kira dua kali lipat. 7
Pertumbuhan penduduk memang salah satu faktor terjadinya kerusakan lingkungan. Akan tetapi, ada faktor lain yang tampak lebih menonjol adalah teknologi yang dipacu untuk memenuhi obsesi pertumbuhan yang tidak terbatas. Teknologi menjadi alat yang ampuh untuk mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, sehingga menyebabkan merosotnya kualitas lingkungan hidup.
***