Hati Senang

Menikah dengan Khadijah – Ar-Rahiq-ul-Makhtum – al-Mubarakfuri

Menikah dengan Khadījah.

 

Ketika beliau pulang ke Makkah dan Khadījah melihat betapa amanahnya beliau terhadap harta yang diserahkan kepadanya begitu juga dengan keberkahan dari hasil perdagangan yang belum pernah didapatinya sebelum itu, ditambah lagi informasi dari Maisarah, pembantunya, tentang budi pekerti beliau, kejeniusan, kejujuran dan keamanahannya; maka dia seakan menemukan apa yang dicarinya selama ini (calon suami), padahal banyak kaum laki-laki bangsawan dan pemuka yang sangat berkeinginan untuk menikahinya, namun semuanya dia tolak.

Akhirnya dia menceritakan keinginan hatinya kepada teman wanitanya, Nafīsah binti Munayyah yang kemudian bergegas menemui beliau dan meminta kesediaan beliau untuk menikahi Khadījah. Beliau pun menyetujuinya dan menceritakan hal tersebut kepada paman-pamannya. Kemudian mereka mendatangi paman Khadījah untuk melamar keponakannya. Maka pernikahan pun berlangsung setelah itu dan akad tersebut dihadiri oleh Bani Hāsyim dan para pemimpin Mudhar.

Hal ini terjadi dua bulan sepulang beliau dari Syam. Maskawin beliau adalah 20 ekor unta muda. Usia Khadījah binti Khuwailid sendiri adalah empat puluh tahun, (301) yang pada masa itu dia merupakan wanita yang paling terpandang, cantik, pandai, dan kaya. Dia adalah wanita pertama yang dinikahi Rasūlullāh s.a.w. Beliau tidak pernah menikahi wanita lain hingga Khadījah binti Khuwailid meninggal dunia. (312).

Putra-putri beliau – selain Ibrāhīm yang dilahirkan Mariyah al-Qibthiyyah – dilahirkan dari Khadījah binti Khuwailid. Mereka adalah al-Qāsim – yang dengan nama ini beliau dijuluki Abul-Qāsim, ‘Abdullāh – yang dijuluki ath-Thayyib dan ath-Thāhir, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum, dan Fāthimah. Semua putra beliau meninggal dunia selagi kecil. Sedangkan putri-putri beliau semuanya hidup pada masa Islam. Mereka semua menganutnya dan juga ikut berhijrah, namun semuanya meninggal dunia semasa beliau masih hidup, kecuali Fāthimah r.a. yang meninggal enam bulan setelah beliau wafat. (323).

Catatan:

  1. 30). Komentar: Terdapat perbedaan pendapat mengenai usia Khadījah ketika menikah dengan Nabi. Saudara kami Syaikh Muḥammad bin ‘Abdullāh al-Ausyān di dalam kitabnya Mā Syā’a wa lam Yatsbut fis-Sīrah, hal. 18 mengatakan: “Al-Baihaqī menyebutkan dalam ad-Dalā’il (II/70): Abū ‘Abdillāh (al-Ḥākim) berkata: Aku membaca tulisan tangan Abū Bakr bin Abī Khaitsamah yang berkata: Mush‘ab bin ‘Abdillāh az-Zubairī telah bercerita kepada kami: “Kemudian Khadījah menginjak usia 65 tahun, dan ada yang mengatakan 50 tahun. Pendapat kedua ini lebih benar”.”

    Ibnu Katsīr berkomentar di dalam al-Bidāyatu wan-Nihāyah (II/295): “Demikianlah, al-Baihaqī mengutip dari al-Ḥākim bahwa usia Rasūlullāh s.a.w. ketika menikahi Khadījah, adalah 25 tahun, sedangkan usia Khadījah 35 tahun. Ada juga yang mengatakan 25 tahun.” Ketika membahas istri-istri Nabi, Ibnu Katsīr berkata dalam al-Bidāyatu wan-Nihāyah (V/293): “Diriwayatkan dari Ḥākim bin Ḥazim, ia berkata: “Usia Khadījah 40 tahun.” Sementara riwayat dari Ibnu ‘Abbās menyebutkan: “Usianya 28 tahun.” Keduanya diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asākir.”

    Dr. Akram Dhiyā’-ul-‘Umarī di kitab as-Sīrat-un-Nabawiyyat-ush-Shaḥīḥah (I/111) mengatakan: “Sepanjang pernikahannya dengan Rasūlullāh s.a.w., Khadījah telah melahirkan dua anak laki-laki daى empat anak perempuan. Kenyataan ini menguatkan riwayat Ibnu Isḥāq – bahwa ketika ia dinikahi beliau, ia berusia 28 tahun – karena biasanya wanita mengalami masa menopause sebelum usia 50 tahun.” (al-Malaḥ).

  2. 31). Ibnu Hisyām, I/189-190; Fiqh-us-Sīrah, Muḥammad al-Ghazālī, hal. 59; dan Talqīhu Fuhūmi Ahl-il-Ātsār, hal. 7
  3. 32). Ibnu Hisyām, I/189-190; Fiqh-us-Sīrah, Muḥammad al-Ghazālī, hal. 60. Fatḥ-ul-Bārī, VII/507. Ada sedikit perbedaan di antara beberapa kitab referensi tentang hal di atas. Tetapi, yang kami tulis di sini adalah pendapat yang paling kuat.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.