Memberi Maaf di Kala Berkuasa – Nurul Yaqin

NŪR-UL-YAQĪN
 
Judul Asli:
Nūr-ul-Yaqīn fī Sīrati Sayyid-il-Mursalīn
Penulis: Muhammad al-Khudhari Bek

 
Alih Bahasa: Muhammad Faisal Fadhil
Penerbit: UMMUL QURA
 
(Diketik oleh: Zulfa)

Memberi Maaf di Kala Berkuasa

Rasūlullāh s.a.w. memasuki Ka‘bah dan bertakbīr di setiap penjuru ruangan. Setelah itu, beliau s.a.w. keluar menuju maqām Ibrāhīm dan menunaikan shalat di tempat itu, lalu meminum air Zamzam dan duduk di Masjid. Sementara itu, semua mata tertuju kepada beliau, menunggu-nunggu keputusan yang akan dijatuhkan kepada orang-orang musyrik Quraisy yang telah menyakiti dan mengusirnya dari tanah kelahirannya serta memeranginya. Namun, pada detik-detik yang mendebarkan itu muncullah kemuliaan akhlāq beliau. Hal ini harus ditiru oleh setiap Muslim, yaitu hendaknya kerelaan dan kemarahan hanya karena Allah semata, bukan karena hawa nafsu. Pada saat itu Rasūlullāh s.a.w. berkata: “Hai orang-orang Quraisy, bagaimana aku ini menurut pendapat kalian, apakah yang akan aku lakukan terhadap kalian?

Mereka menjawab: “Hanya kebaikan belaka, engkau adalah saudara yang mulia anak saudara kami yang mulia pula.”

Maka Rasūlullāh s.a.w. berkata: “Pergilah kalian semua karena kalian telah bebas.

Kemudian Rasūlullāh s.a.w. menyampaikan Khutbahnya yang di dalamnya terkandung banyak hukum Islam. Antara lain, beliau mengatakan bahwa hendaknya seorang Muslim tidak boleh dihukum mati oleh sebab membunuh orang kafir; dua orang yang berbeda agama tidak boleh saling mewaris; seorang wanita tidak boleh dimadu dengan bibi dari pihak ayah atau bibi dari pihak ibunya; bukti bagi orang yang menuduh dan sumpah bagi orang yang mengingkari tuduhan; seorang wanita tidak boleh melakukan perjalanan sejauh tiga hari jarak tempuh kecuali dibarengi mahramnya; tidak ada shalat sesudah Shubuḥ dan ‘Ashar; dan tidak boleh melakukan shaum pada hari ‘Īd-ul-Adḥā dan ‘Īd-ul-Fithri.

Selanjutnya, Rasūlullāh s.a.w. berkata: “Hai kaum Quraisy, sesungguhnya Allah s.w.t. telah melenyapkan dari kalian tradisi Jahiliah dan mengagungkan nenek moyang. Manusia itu berasal dari Ādam, dan Ādam berasal dari tanah.” Setelah itu, beliau membacakan firman-Nya:

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kalian saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwā di antara kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (Al-Ḥujurāt: 13)

Kemudian orang-orang berdatangan membaiat Rasūlullāh s.a.w. dan menyatakan diri masuk Islam. Di antara orang-orang yang masuk Islam pada hari itu ialah Mu‘āwiyah bin Abī Sufyān dan Abū Quḥāfah, ayah shahabat Abū Bakar ash-Shiddīq r.a. Rasūlullāh s.a.w. sangat gembira menyambut keislaman mereka. Kemudian pada hari itu, datang seorang lelaki yang gemetar karena takut. Rasūlullāh s.a.w. berkata kepadanya:

Tenangkanlah dirimu, sesungguhnya aku bukanlah seorang raja. Aku hanyalah anak seorang wanita Quraisy yang biasa memakan dendeng kering.”

Bagi orang yang tidak mendapat perlindungan dari Rasūlullāh s.a.w., bumi yang luas ini terasa amat sempit. Di antara mereka ada yang telah dipastikan oleh Allah untuk mendapat siksaan-Nya, akhirnya ia mati dibunuh dalam keadaan kafir. Di antara mereka ada yang mendapat pertolongan-Nya sehingga masuk Islam. ‘Abdullāh bin Sa‘ad bin Abī Sarḥ berlindung kepada saudara sepersusuannya yaitu shahabat ‘Utsmān bin ‘Affān, lalu ia meminta kepadanya supaya memintakan perlindungan kepada Rasūlullāh s.a.w. buat dirinya. Shahabat ‘Utsmān menyembunyikannya hingga keadaan tenang kembali, setelah itu ia menghadapkannya kepada Rasūlullāh s.a.w. Di hadapan Rasūlullāh s.a.w. shahabat ‘Utsmān meminta: “Wahai Rasūlullāh, aku telah menjamin keamanannya. Maka aku mohon baiatlah ia.” Rasūlullāh s.a.w. berpaling darinya berkali-kali, tetapi akhirnya beliau mau membaiatnya.

Ketika shahabat dan ‘Abdullāh telah keluar, Rasūlullāh s.a.w. berkata: “Sengaja aku berpaling darinya supaya salah seorang dari kalian menebas batang lehernya.

Para shahabat berkata: “Mengapa engkau tidak memberikan isyārat kepada kami?”

Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Tidaklah patut bagi seorang nabi melakukan kecurangan.

Adapun ‘Ikrimah bin Abī Jahal melarikan diri, kemudian dikejar oleh istrinya dan anak perempuannya, yaitu Ummu Ḥakīm binti al-Ḥārits bin Hisyām, yang telah masuk Islam sebelum Fatḥu Makkah. Ia telah meminta perlindungan kepada Rasūlullāh s.a.w., dan beliau mengabulkan permintaannya. Setelah mendapat idzin dari Rasūlullāh, ia segera mengejar ‘Ikrimah. Ketika ‘Ikrimah hendak menaiki perahu, Ummu Ḥakīm dapat menyusulnya dan berkata: “Aku datang kepadamu dari sisi orang yang paling baik dan paling terpilih. Janganlah engkau membinasakan dirimu sendiri. Sesungguhnya aku telah meminta perlindungan kepadanya untukmu.” Akhirnya, ‘Ikrimah mau kembali ke Makkah.

Ketika ia terlihat oleh Rasūlullāh s.a.w., beliau melompat berdiri karena kegirangan atas kedatangannya seraya berkata: “Selamat datang orang yang hijrah (dari kemusyrikan) dan masuk Islam.” Kemudian ‘Ikrimah masuk Islam dan meminta kepada Rasūlullāh s.a.w. untuk memohonkan ampunan atas semua permusuhan yang telah dilakukannya, dan Rasūlullāh s.a.w. memohonkan ampunan buatnya. Sesudah itu, ‘Ikrimah termasuk orang Islam pilihan dan paling besar ghīrah-nya terhadap agama Islam.

Habbār bin al-Aswad melarikan diri dan bersembunyi. Sewaktu Rasūlullāh s.a.w. berada di Ji‘irrānah, ia datang dan menemui Rasūlullāh s.a.w. untuk masuk Islam. Ia berkata: “Wahai Rasūlullāh, aku telah melarikan diri darimu dan bermaksud bergabung dengan orang ‘ajam (non-‘Arab). Namun, aku teringat kembali akan kepulanganmu, silaturrahmimu, dan maafmu terhadap orang-orang yang tidak mengerti mengenai dirimu. Sebelumnya kami wahai Rasūlullāh, adalah orang yang musyrik, kemudian Allah memberikan petunjuk melalui engkau, dan Dia telah menyelamatkan diriku dari kebinasaan. Maka maafkanlah aku dengan maaf yang baik.” Maka Rasūlullāh s.a.w. berkata: “Aku telah memaafkanmu.

Al-Ḥārits bin Hisyām dan Zuhair bin Umayyah al-Makhzūmī mendapat perlindungan dari Ummu Hāni’ binti Abī Thālib maka Rasūlullāh s.a.w. mengidzinkan perlindungan itu. Ketika al-Ḥārits bin Hisyām menghadap Rasūlullāh s.a.w. dalam keadaan Muslim, Rasūlullāh s.a.w. berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidāyah kepadamu. Tidak pantas orang seperti engkau ini tidak mengerti Islam.” Setelah itu, al-Ḥārits termasuk shahabat yang utama.

Lain lagi dengan Shafwān bin Umayyah, ia bersembunyi hendak melemparkan dirinya ke laut, tapi datanglah anak pamannya, yaitu ‘Umair bin Wahb al-Jumaḥī, menghadap Rasūlullāh s.a.w. seraya berkata: “Wahai Nabiyullāh, sesungguhnya Shafwān adalah ketua kaumnya. Ia telah melarikan diri dan bermaksud mencampakkan dirinya ke laut. Kami mohon supaya engkau memberikan keamanan (perlindungan) kepadanya karena sesungguhnya engkau pun telah memberikan keamanan kepada orang yang berkulit merah dan orang yang berkulit hitam.” Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Susullah anak pamanmu itu. Ia sekarang telah mendapat perlindunganku.” ‘Umair berkata: “Kalaulah demikian, berilah aku tanda buktinya. ‘Umair menerima kain serban Rasūlullāh s.a.w. dan langsung menyusul Shafwān.

Setelah berhasil menyusulnya, ia berkata: “Ayah dan ibuku menjadi tebusan bagimu. Aku datang kepadamu dari sisi orang yang paling utama, paling mulia, paling penyantun, dan paling baik. Dia adalah anak pamanmu; kemuliaannya adalah kemuliaanmu, kejayaannya adalah kejayaanmu, dan kerajaannya adalah kerajaanmu juga.” Shafwān menjawab: “Namun, sesungguhnya aku sangat takut terhadapnya.” ‘Umair menjawab: “Dia lebih penyantun dan lebih dermawan daripada apa yang engkau pikirkan.” Lalu ‘Umair memperlihatkan kain serban Rasūlullāh s.a.w. sebagai pertanda keamanan. Maka kembalilah Shafwān lalu menghadap Rasūlullāh s.a.w.

Sesampainya di hadapan Rasūlullāh s.a.w., Shafwān pun berkata: “Sesungguhnya orang ini berkata bahwa engkau telah memberikan keamanan kepada diriku.” Rasūlullāh s.a.w. menjawab: “Ya, dia benar.” Shafwān berkata: “Kuberi masa tangguh kepadamu selama empat bulan.” Tidak lama kemudian ia masuk Islam, dan ternyata sesudah itu ia menjadi orang Muslim yang baik. (41)

Hindun binti ‘Utbah bersembunyi, kemudian masuk Islam. Lalu ia menghadap Rasūlullāh s.a.w. dan beliau menyambutnya dengan baik. Hindun berkata kepadanya: “Demi Allah, wahai Rasūlullāh, sebelumnya tiada suatu keluarga pun di muka bumi ini yang aku inginkan terhina selain keluargamu. Sekarang, tiada suatu keluarga pun di muka bumi ini yang aku inginkan berjaya selain keluargamu.”

Utusan dari Ka‘ab bin Zuhair

Ka‘ab bin Zuhair sudah merasakan bahwa bumi yang luas ini menjadi sempit baginya, dan tidak menemukan seorang pun yang mau melindungi dirinya, lalu ia datang menghadap Rasūlullāh s.a.w. di Madīnah sesudah Rasūlullāh s.a.w. pulang dari Makkah, kemudian ia masuk Islam. Pada saat itu, ia mengumandangkan syair-syairnya sebagai pujian kepada Rasūlullāh s.a.w., yaitu:

Setiap teman mengatakan aku yang menjadi harapannya
Semuanya mengatakan aku tidak mau mencampuri lagi urusanmu
Maka aku katakan, menyingkirlah kalian, aku tidak peduli lagi dengan kalian
Setiap taqdīr Ar-Raḥmān pasti akan terjadi
Setiap anak yang bersembunyi sekalipun keselamatannya lama
Pada suatu hari pasti ia akan tertangkap pula
Aku mendapat firasat Rasūlullāh menjanjikan keamanan bagi diriku
Dan ampunan di sisi Rasūlullāh adalah harapanku
Tunggu, semoga Dzāt yang telah memberimu al-Qur’ān
Yang di dalamnya terdapat nasihat penjelasan memberimu petunjuk

Dalam syairnya itu, ia mengatakan pula sanjungannya terhadap diri Rasūlullāh s.a.w., yaitu:

Sesunguhnya Rasūl adalah pedang yang dapat dijadikan pencerah
Ia kuat dan termasuk satu dari pedang-pedang Allah yang terhunus

Ketika Zuhair mengucapkan bait syair ini, Rasūlullāh s.a.w. melepaskan kain burdahnya yang kemudian dihadiahkan kepada Zuhair.

Adapun Waḥsyī, si pembunuh shahabat Ḥamzah, ia pun masuk Islam dan akhirnya menjadi Muslim yang baik. Rasūlullāh s.a.w. telah memaafkannya. Kemudian kedua anak Abū Lahab yaitu ‘Utbah dan Mu‘tab, datang menghadap Rasūlullāh s.a.w. dan masuk Islam. Keislaman mereka berdua disambut dengan gembira oleh Rasūlullāh s.a.w.

Di antara orang-orang yang bersembunyi adalah Suhail bin ‘Amr. Kemudian ia mendapat perlindungan dari anaknya, ‘Abdullāh. Rasūlullāh s.a.w. memberikan keamanan kepadanya seraya berkata: “Sesungguhnya Suhail itu orang yang berakal dan terhormat, tidak pantas bagi orang seperti Suhail tidak mengerti tentang Islam.” Ketika perkataan Rasūlullāh s.a.w. itu sampai ke telinga Suhail, ia berkata: “Demi Allah, dia adalah orang yang mulia sewaktu kecil dan mulia sewaktu dewasa.” Tidak berapa lama kemudian ia masuk Islam.

Pembai‘atan Kaum Wanita

Setelah kaum lelaki selesai berbai‘at, Rasūlullāh s.a.w. menerima baiat kaum wanita. Mereka berbai‘at kepada Rasūlullāh s.a.w. bahwa mereka tidak menyekutukan Allah dengan apa pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak mereka, tidak mendatangkan kedustaan yang dibuat-buat di antara kedua tangan dan kedua kakinya, dan tidak mendurhakai Rasūlullāh s.a.w. dalam perkara yang ma‘rūf.

Kemudian Rasūlullāh s.a.w. memerintahkan shahabat Bilāl untuk mengumandangkan ādzān di atas Ka‘bah. Hal ini merupakan permulaan munculnya Islam di atas Ka‘bah yang mulia. Maka tidaklah mengherankan bilamana kaum Muslimīn menjadikan hari tersebut sebagai hari bersejarah yang mereka rayakan. Pada hari itu, mereka memuji kepada Allah s.w.t. dengan pujian yang sebenar-benarnya atas karunia yang besar dan kemenangan yang agung ini.

Rasūlullāh s.a.w. bermukim di Makkah sesudah membebaskannya selama Sembilan belas hari. Selama itu, Rasūlullāh s.a.w. selalu meng-qashar shalatnya. Selanjutnya, Rasūlullāh s.a.w. mengangkat ‘Attāb bin Usaid sebagai walikota Makkah. Ia digaji satu dirham sehari. Setelah pengangkatannya, ‘Attāb bin Usaid selalu mengatakan: “Semoga Allah tidak mengenyangkan perut yang lapar ini atas imbalan satu dirham sehari.”

Penghancuran Berhala ‘Uzzā

Pada hari kelima Rasūlullāh s.a.w. bermukim di Makkah, beliau mengutus Khālid bin al-Walīd r.a. bersama tiga puluh pasukan berkuda untuk meruntuhkan berhala ‘Uzzā. Berhala ‘Uzzā merupakan berhala orang Quraisy yang paling besar bentuknya. Ia ditempatkan di kampung Nakhlah. Khālid membawa pasukannya menuju tempat tersebut. Sesampainya di sana, Khālid bersama pasukannya menghancurkan berhala itu.

Penghancuran Berhala Manāt

Rasūlullāh s.a.w. juga mengutus shahabat Sa‘ad bin Zaid al-Asyhalī bersama dua puluh pasukan berkuda untuk menghancurkan berhala manat. Manat merupakan berhala yang dipuja-puja oleh orang Kalb dan Khuzā‘ah. Berhala tersebut bertempat di al-Musyallal, suatu bukit yang terletak di pantai. Dari tempat tersebut, apabila turun akan menuju ke daerah Qudaid. Shahabat Sa‘ad bin Zaid berangkat dengan pasukannya ke tempat itu. Sesampainya di sana, ia merobohkan berhala tersebut.

Catatan:

  1. 4). Shaḥīḥh Muslim (2313)

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *