Hati Senang

Melihat Allah – Terjemah Tauhid Sabilul Abid KH. Sholeh Darat

Terjemah-Tauhid-KH-Sholeh-Darat-Cover

TERJEMAH TAUHID

سَبِيْلُ الْعَبِيْدِ عَلَى جَوْهَرَةِ التَّوْحِيْدِ
Oleh: Kiyai Haji Sholeh Darat
Mahaguru Para Ulama Besar Nusantara
(1820-1903 M.)

Penerjemah: Miftahul Ulum, Agustin Mufrohah
Penerbit: Sahifa Publishing

Melihat Allah

 

Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:

وَ مِنْهُ أَنْ يُنْظَرَ بِالْأَبْصَارِ لكِنْ بِلَا كَيْفٍ وَ لَا انْحِصَارِ.

Di antara perkara yang jā’iz bagi Allah s.w.t. adalah Dia dapat dilihat dengan mata, tetapi tanpa diketahui caranya dan tidak terbatas.”

Di antara hal yang jā’iz bagi Allah menurut akal adalah Allah bisa dilihat dengan mata, tetapi tanpa diketahui caranya, tanpa daya lihat mata, tidak seperti melihat makhluk, tanpa ada perbandingan, tanpa berhadap-hadapan, tidak terbatas pada kemampunan melihat yang dimiliki oleh mata, tidak terbatas pada apa-apa yang bisa dilihat oleh mata.

Syaikh Ibrāhīm al-Laqqānī berkata:

لِلْمُؤْمِنِيْنَ إِذْ بِجَائِزْ عُلِّقَتْ هذَا وَ لِلْمُخْتَارِ دُنْيَا ثَبَتَتْ.

Bagi orang-orang mu’min, (sebabnya jā’iz adalah) karena melihat Allah dihubungkan dengan perkara yang jā’iz. Pahamilah ini! Dan bagi Nabi yang terpilih tetap juga melihat di dunia.”

Allah boleh dilihat oleh orang-orang mu’min atau bolehnya melihat Allah hanya berlaku bagi orang-orang mu’min. Hal ini karena dihubungkan dengan kebolehan melihat sesuatu yang jā’iz wujudnya menurut akal, yaitu tegaknya gunung. Maka pahamilah masalah kebolehan “melihat” ini!

Melihat Allah di dunia hanya khusus bagi Nabi yang terpilih, yaitu Rasūlullāh s.a.w. adapun bagi selainnya, tidak boleh melihat Allah di dunia. Para Nabi, wali Allah, dan orang-orang mu’min hanya bisa melihat Allah kelak di akhirat, yaitu setelah berada di surga, tidak boleh selain di akhirat.

Penjelasan

Boleh melihat Allah hanya khusus bagi orang-orang mu’min di akhirat kelak, bukan di dunia ini. Boleh melihat Allah dihubungkan dengan dibolehkannya melihat sesuatu yang jā’iz menurut akal, yakni tegaknya gunung, sebagaimana diceritakan dalam al-Qur’ān saat Nabi Mūsā memohon kepada Allah:

قَالَ رَبِّ أَرِنِيْ أَنْظُرْ إِلَيْكَ قَالَ لَنْ تَرَانِيْ وَ لكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي

Berkatalah Mūsā: “Ya Tuhanku nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Tuhan berfirman: “Engkau sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, jika ia tetap di tempatnya (sebagai sediakala), niscaya engkau dapat melihat-Ku (di akhirat kelak).” (QS. al-A‘rāf [7]: 143).

Dua bait di atas menyanggah keyakinan orang-orang Mu‘tazilah yang menyatakan bahwa mustahil bagi makhluk bisa melihat Allah, karena setiap sesuatu yang bisa dilihat pasti berupa jism, padahal mustahil Allah berupa jism. Keyakinan ini adalah sesat dan sangat bodoh.

Tidak boleh melihat Allah saat masih di dunia bagi selain Rasūlullāh hanya berlaku dalam keadaan sadar, adapun saat tidur, boleh melihat Allah dalam mimpi.

Seperti cerita yang terjadi pada Imām Aḥmad al-Ḥanbalī r.a., beliau bermimpi melihat Allah sampai 99 kali, beliau kemudian berkata: “Jika aku bisa melihat Allah genap 100 kali, maka aku akan bertanya kepada Allah.” Beliau pun kembali bisa melihat Allah dalam mimpinya, dalam mimpi tersebut beliau bertanya kepada Allah: “Ya Allah, apa amal ibadah yang engkau sukai?” Allah berfirman: “Orang yang membaca kalam-Ku (al-Qur’ān)”. Imām Aḥmad kembali bertanya: “Dengan memahami maknanya atau cukup hanya membaca saja (tanpa memahami maknanya)?” Allah berfirman: “Baik disertai pemahaman atau tanpa pemahaman, itu merupakan ibadah yang utama.” (971).

Kesimpulannya, kita wajib meyakini bahwa boleh melihat Allah di akhirat kelak, bukan di dunia ini, kecuali melalui mimpi. Ini bagi selain Nabi Muḥammad s.a.w. Wallāhu a‘lam.

Demikianlah Allah membiarkan sesat orang-orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya.(QS. al-Muddatstsir [74]: 31)

Catatan:

  1. 97). Tuḥfat al-Murīd, hal. 197.
Alamat Kami
Jl. Zawiyah, No. 121, Rumah Botol Majlis Dzikir Hati Senang,
RT 06 RW 04, Kp. Tajur, Desa Pamegarsari, Parung, Jawa Barat. 16330.