Melaksanakan Tauhid, Masuk Surga Tanpa Hisab – Kitab Tauhid – M. Ibnul-Wahhab

كِتَابُ التَوْحِيْدِ
Judul asli: Kitāb-ut-Tauḥīd.
Pengarang: asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdul-Wahhab

Penerjemah: Tim Darul ilmi
Penerbit: Gema Ilmu

Bab 3

Barang siapa Melaksanakan Tauhid, Niscaya Masuk Surga Tanpa Hisab.

 

Firman Allah ta‘ālā:

(إِنَّ إِبْرَاهِيْمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا للهِ حَنِيْفًا وَ لَمْ يَكُ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ).

Sesungguhnya Ibrāhīm adalah seorang imam yang menjadi teladan, selalu patuh kepada Allah dan menghadapkan diri (hanya kepada-Nya), dan sama sekali dia bukan termasuk orang-orang yang berbuat syirik (kepada Allah).” (an-Naḥl [16]: 120).

Dan juga firman-Nya:

(وَ الَّذِيْنَ هُمْ بِرَبِّهِمْ لَا يُشْرِكُوْنَ.)

Dan orang-orang yang tidak berbuat syirik (sedikitpun) kepada Rabb mereka.” (al-Mu’minūn [23]: 59).

Dari Ḥushain bin ‘Abd-ir-Raḥmān ia berkata:

Suatu ketika aku berada di sisi Sa‘īd bin Jubair, maka ia berkata: “Siapakah di antara kalian yang melihat bintang jatuh semalam?” Akupun menjawab: “Aku.”

Kemudian aku berkata: “Adapun aku, malam itu tidak sedang shalat, tetapi aku tersengat kalajengking.” Ia bertanya: “Lalu apa yang kamu lakukan?” Aku menjawab: “Aku meminta ruqyah [11]”. Ia bertanya: “Apa yang mendorongnya untuk melakukan hal itu?” Jawabku: “Sebuah hadits yang disebutkan oleh asy-Sya‘bī kepada kami.” Ia bertanya lagi: “Dan hadits apa yang disebutkan kepada kalian itu?” Aku berkata: “Dia menyampaikan kepada kami hadits dari Buraidah bin al-Ḥushaib bahwasanya:

لَا رُقْيَةَ إِلَّا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ

Tidak ada ruqyah (yang lebih bermanfaat dan utama) dibandingkan ruqyah karena ‘ain [22] atau terkena sengatan.

Sa‘id pun berkata: “Sungguh telah berbuat baik orang yang beramal berdasar (hadits) yang telah ia dengar. Akan tetapi Ibnu ‘Abbās telah mengatakan kepada kami hadits dari Nabi s.a.w., bahwasanya beliau bersabda:

عُرِضَتْ عَلَيَّ الْأُمَمُ، فَرَأَيْتُ النَّبِيَّ وَ مَعَهُ الرَّهْطُ، وَ النَّبِيَّ وَ مَعَهُ الرَّجُلُ وَ الرَّجُلَانِ، وَ لَيْسَ مَعَهُ أَحَدٌ، إِذْ رُفِعَ لِيْ سَوَادٌ عَظِيْمٌ، فَقِيْلَ لِيْ: هذِهِ أُمَّتُكَ وَ مَعَهُمْ سَبْعُوْنَ أَلْفًا يَدْخُلُوْنَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ وَ لَا عَذَابٍ.

Telah diperlihatkan padaku umat-umat, maka aku melihat seorang nabi, bersamanya beberapa orang; dan seorang nabi, bersamanya satu dan dua orang; dan seorang nabi, tidak ada seorangpun yang bersamanya. (Tiba-tiba ditampakkan padaku suatu jumlah yang banyak, aku mengira bahwa mereka adalah umatku, akan tetapi dikatakan padaku: “Ini adalah Mūsā dan kaumnya.” – tidak ada teks bahasa ‘Arabnya di atas – SH.) Lalu tiba-tiba aku melihat lagi suatu jumlah yang besar. Maka dikatakan kepadaku: “Ini adalah umatmu, dan bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang mereka itu masuk surga tanpa hisab dan tanpa ‘adzab.
Kemudian bangkitlah beliau dan memasuki rumahnya. Maka orang-orang pun membincangkan tentang siapakah mereka itu. Sebagian orang berkata: “Mungkin mereka itu adalah yang menjadi shahabat Rasūlullāh s.a.w. Dan sebagian lagi berkata: “Mungkin mereka adalah orang-orang yang dilahirkan di dalam lingkungan Islam, sehingga mereka tidak pernah berbuat syirik sedikitpun kepada Allah.” Dan mereka menyebut lagi beberapa perkara. Maka keluarlah Rasūlullāh s.a.w., mereka mengabarkan hal tersebut kepada beliau. Maka beliau bersabda:

هُمُ الَّذِيْنَ لَا يَسْتَرْقُوْنَ وَ لَا يَكْتَوُوْنَ وَ لَا يَتَطَيَّرُوْنَ وَ عَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُوْنَ.

Mereka itu adalah orang-orang yang tidak minta ruqyah, dan tidak minta dikai (agar lukanya ditempel dengan besi yang dipanaskan), serta tidak melakukan tathayyur [33], dan terhadap Rabb mereka, mereka bertawakkal.” Lalu berdirilah ‘Ukkāsyah bin Miḥshān, ia berkata: “Mohonkanlah kepada Allah agar aku termasuk dari golongan mereka.” Beliau menjawab: “Engkau termasuk golongan mereka.” Kemudian berdiri seorang laki-laki yang lain sambil berkata: “Mohonkanlah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka.” Beliau menjawab: “Kamu sudah didahului ‘Ukkāsyah.” [44].

KANDUNGAN BAB

  1. Mengetahui tingkatan-tingkatan manusia di dalam tauhid.
  2. Makna pemurnian tauhid dengan semurni-murninya.
  3. Pujian Allah s.w.t. terhadap Nabi Ibrāhīm, karena beliau sama sekali bukan termasuk orang-orang yang berbuat syirik kepada Allah.
  4. Pujian Allah terhadap pemimpin-pemimpin para wali (shahabat Nabi s.a.w.) karena selamatnya mereka dari perbuatan syirik.
  5. Meninggalkan meminta ruqyah, meninggalkan meminta dikai (meminta lukanya ditempel dengan besi yang dipanaskan), adalah termasuk pemurnian tauhid.
  6. Yang mendasari sikap tersebut adalah tawakkal.
  7. Dalamnya ilmu para shahabat karena mengertinya mereka bahwa orang-orang yang disebutkan dalam hadits tersebut tidak akan mencapai kedudukan yang demikian itu kecuali dengan amal.
  8. Semangat para shahabat di dalam kebaikan.
  9. Keutamaan umat Islam, dari sisi banyaknya jumlah dan juga kualitas.
  10. Keutamaan para shahabat Nabi Mūsā.
  11. Beragam umat telah ditampakkan kepada Rasūlullāh s.a.w.
  12. Bahwasanya setiap umat dikumpulkan bersama nabinya.
  13. Sedikitnya orang yang mengikuti seruan para nabi.
  14. Bahwa nabi yang tidak memiliki pengikut, datang sendirian pada hari kiamat.
  15. Buah dari pengetahuan tersebut adalah: tidak tertipu dengan jumlah yang banyak dan tidak berkecil hati dengan jumlah yang sedikit.
  16. Keringanan untuk melakukan ruqyah karena ‘ain dan sengatan (binatang berbisa).
  17. Dalamnya ilmu as-Salaf, nampak dari perkataan Sa‘īd bin Jubair: “Sungguhnya telah berbuat baik orang yang beramal berdasar hadits yang telah didengarnya. Akan tetapi…. (dst.)”. Maka dapat dipahami bahwa hadits yang pertama tidak bertentangan dengan hadits yang kedua.
  18. Jauhnya as-Salaf dari pujian, karena tidak dimiliki olehnya perbuatan yang mengakibatkan dia dipuji.
  19. Sabda Rasūlullāh s.a.w.: “Engkau termasuk mereka,” merupakan salah satu tanda dari tanda-tanda kenabian.”
  20. Keutamaan ‘Ukkāsyah.
  21. Penggunaan kata-kata sindiran.
  22. Bagusnya akhlak Rasūlullāh s.a.w.

Catatan:

  1. 1). Ruqyah adalah: akan datang penjelasannya in syā’ Allāh.
  2. 2). ‘Ain adalah: penyakit yang ditimbulkan oleh pandangan mata yang hasad.
  3. 3). Tathayyur ialah: menisbatkan kesialan kepada burung, bulan, dan lain-lain. Akan datang penjelasannya.
  4. 4). HR. Bukhārī dan Muslim.

Komentar

Belum ada komentar. Mengapa Anda tidak memulai diskusi?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *